Selasa, 21 Februari 2012

VINAYA MAHAYANA


Pratimoksa Mahayana

1. Parajika (Pali: Patimokha)

Parajika merupakan bagian pertama dari Pratimoksa yang berisikan peraturan‑peraturan bila dilanggar menyebabkan pengusiran dari Sangha. Kesalahan‑kesalahan itu tidak dapat diampuni dengan pengakuan dihadapan Sidang Sangha ataupun dengan ketetapan Sidang Sangha sekalipun.

Pelanggar parajika seperti sebatang jarum tanpa mata, batu pecah yang tak mungkin tersatukan lagi, sebatang pohon terpotong dua yang tak akan tumbuh lagi, ataupun seperti seorang mati. Dia telah sepenuhnya tergelincir dan menjadi suatu pembawa malu selama masa hidupnya.

Ada Empat Kesalahan Parajika. Pelanggaran salah satu dari empat Parajika merupakan kesalahan berat dan menyebabkan seorang bhikshu gugur kebhikshuannya dan tidak dapat ditahbiskan lagi menjadi bhikshu. Kesalahan‑kesalahan itu adalah:

1. Abrahmacarya: melakukan hubungan kelamin.
Seorang bhikshu yang mengumbar diri dalam hubungan kelamin dengan wanita, laki‑laki, atau binatang betina, telah melakukan kesalahan Parajika.

2. Adattadanad: Pencurian
Seorang bhikshu yang secara salah mengambil barang apapun seharga 5 Masaka telah melakukan Parajika.

3. Vadha (Himsa): Membunuh
Seorang bhikshu yang membunuh manusia, baik dengan tangannya sendiri, ataupun melalui petunjuknya, ataupun melalui hasutannya, atau berkomplot dengan pembunuh, dia telah melakukan Parajika.

4. Uttara manusya dharmapralapad: pernyataan palsu
Seorang bhiksu yang berbohong dan menyombongkan telah mencapai tingkat kesucian atau kemampuan paranormal yang sebenarnya tak dimilikinya, dia telah melakukan Parajika.

2. Sanghavasesa (Pali: Sanghadisesa)

Sanghavasesa adalah bagian kedua dari Peraturan Pratimoksa yang terdiri dari 13 Pasal dan merupakan kesalahan menengah setelah Parajika. Kesalahan Sanghavasesa mendekati pengusiran/pengeluaran dari Sangha, dan yang memerlukan pengakuan di hadapan Sangha dan pengampunan oleh Sidang Sangha untuk membebaskan dari pelanggaran yang telah diperbuatnya.

1. Seorang bhikshu yang dengan sengaja mengeluarkan air maninya akibat racapan (masturbasi) dengan apapun, kecuali di waktu mimpi, telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.

2. Seorang bhikshu yang dengan berahi menyentuh bagian apapun dari tubuh seorang wanita, bahkan juga rambutnya, telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.

3. Seorang bhikshu yang melayani pikiran berahi berbicara dengan kata‑kata yang dapat menimbulkan berahi dengan seorang wanita, dia telah melakukan kesalahan Sanghavasesa.

4. Seorang bhikshu yang dikuasai oleh berahi dan meminta seorang wanita untuk melakukan hubungan kelamin, dia telah melakukan kesalahan Sanghavasesa.

5. Seorang bhikshu yang bertindak selaku perantara, baik untuk perkawinan yang syah dan terbuka maupun yang secara diam‑diam dan sumbang, dia telah melakukan kesalahan Sanghavasesa.

6. Seorang bhikshu yang membangun kamar atau tempat tinggal untuk dirinya sendiri, pertama‑tama ia harus mendapat ijin dari kepala‑Vihara atau Sangha. Kamar itu dibangun harus sesuai dengan ukuran biasa, yaitu panjang 3 meter dan lebar 1,75 meter. Jika ia gagal tidak mendapat ijin kepala vihara atau Sangha yang akan menunjukkan tempat untuk membangunnya, atau jika dia membangunnya lebih dari ukuran yang tersebut, dia telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.

7. Seorang bhikshu diijinkan membangun kuti lebih dari ukuran tersebut dengan sokongan seorang pengabdi, tetapi dia harus lebih dulu mendapat ijin kepala vihara atau Sangha dan di tempat yang telah mereka tetapkan. Jika dia berbuat tidak sesuai dengan ketentuan demikian, maka dia melakukan kesalahan Sanghavasesa.

8. Jika seorang bhikhu sewaktu marah terhadap bhikshu lain membuat tuduhan palsu kesalahan Parajika terhadap bhikshu itu, dan jika tuduhan palsu ini diketahui oleh bhikshu itu, maka dia telah melakukan kesalahan Sanghavasesa.

9. Jika seorang bhikshu menginginkan balas dendam terhadap bhikshu lain, memfitnah bhikshu itu telah melakukan Parajika, dan jika fitnah ini diketahui oleh bhikshu itu, dia telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.

10. Jika seorang bhikshu mencoba mengacaukan/memecah‑belah Sangha, dan walaupun telah tiga kali dinasehati oleh bhikshu‑bhikshu lain, dia tetap meneruskan maksudnya itu, dia telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa.

11. Jika seorang bhikshu melindungi bhikshu yang telah berdaya upaya memecah‑belah Sangha, dan walaupun bhikshu‑bhikshu lainnya telah tiga kali menasehatinya dia tetap meneruskan maksudnya itu, dia telah melakukan Sanghavasesa.

12. Jika seorang bhikshu yang melanggar Pratimoksa, berkelakuan seperti seorang berkeluarga dan karenanya telah kehilangan penghargaan dari bhikshu‑bhikshu lain, dan mengeluh bahwa bhikshu-bhikshu lain itu salah mengerti terhadap dirinya, bhikshu‑bhikshu lainnya telah dua kali memperingatkannya namun tidak diperhatikan dan setelah bhikshu‑bhikshu lain memberinya peringatan untuk ketiga kalinya dan memintanya memperbaiki kelakuannya, jika dia tetap tidak menghiraukannya, ia telah melakukan kesalahan Sanghavasesa.

13. Jika seorang bhikshu yang keras kepala, yang sukar untuk bergaul dengannya, oleh karena sukar diajak bicara dan berkelakuan bertentangan dengan ajaran, membantah teguran yang diberikan kepadanya, jika bhikshu‑bhikshu lainnya telah dua kali peringatan, namun ia tidak merubah sikap­nya yang tidak baik, dan setelah diperingatkan untuk ketiga kalinya oleh bhikshu‑bhikshu lainnya, ia terus berkelakuan tidak patut, maka dia melakukan kesalahan Sanghavasesa.



Ksamayati (pengakuan dan pengampunan) sebagai berikut:

1. Bhikshu harus mengakui kesalahannya di hadapan bhikshu yang jumlahnya tidak kurang dari 20. Jika tidak demikian, kesalahannya tidak dapat diampuni.
2. Bhikshu harus melaksanakan Manatta (istilah untuk penebusan), yaitu: duduk seorang diri di tempat tersendiri dan melafalkan do'a pertobatan untuk meminta pengampunan selama 6 malam penuh.

Dua pasal di atas adalah upacara pengakuan biasa bagi bhikshu yang telah melakukan sanghavasesa. Untuk 9 pasal pertama seorang bhikshu dikatakan melakukan kesalahan tepat pada saat melakukan pelanggaran. Untuk pasal 4 akhir seorang bhikshu dikatakan melakukan kesalahan hanya setelah tiga peringatan. Jika seorang bhikshu gagal untuk mengakui kesalahannya dia dapat diputuskan hubungannya dengan sangha (exkomunikasi).

3. Aniyata (Pali: Aniyata)

Kata Aniyata dipahami sebagai tindakan yang tidak jelas atau tidak dapat ditentukan pelanggaran mana yang telah dilakukan dan memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Ada 2 kesalahan Aniyata, yaitu:

1. Seorang Bhikshu yang duduk berduaan dengan seorang wanita dalam suatu tempat yang tertutup dan dijuga mungkin telah melakukan kesalahan Parajika atau sanghavasesa atau Naihsargika-prayascittika, telah melakukan Aniyata.
Jika dia mengaku bersalah dalam satu atau lain jenis kesalahan, maka jenis hukuman yang akan dikenakan sesuai dengan jenis kesalahan yang telah diperbuatnya.

2. Seorang Bhikshu yang duduk berduaan dengan seorang wanita di suatu tempat terbuka, tapi tidak kelihatan dan ternyata telah melakukan satu kesalahan asusila, baik sanghavasesa ataupun naihsargika‑prayascittika, dia melakukan satu kesalahan Aniyata.

Dua kesalahan Aniyata ini adalah antara Sanghavasesa dan Naihsargika‑prayascittika dan kedua-duanya itu adalah kesalahan yang tidak dapat ditentukan. Jika bhikshu mengaku bersalah dalam satu jenis kesalahan, maka hukuman akan dijatuhkan atas dirinya sesuai dengan jenis kesalahannya.


Ksamayati

Seorang Bhikshu yang melanggar salah satu dari kesalahan‑kesalahan ini dikatakan melakukan satu kesalahan Aniyata. Akan tetapi kesalahan yang telah dilakukan tidak diketahui secara pasti, tidak dapat ditentukan dengan jelas, dan tidak mempunyai sesuatu yang penting dan pasti, oleh karena itu memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam pada Sidang Sangha.


4. Naihsargika Prayascittika (Pali: Nissaggiya Pacittiya)

Ada 30 Peraturan Naihsargika‑prayascittika. Pelanggaran peraturan ini adalah kesalahan yang ringan setelah kesalahan Aniyata. Peraturan‑peraturan itu sebagai berikut:

1. Seorang Bhikshu boleh menyimpan pakaian yang berlebih yang diberikan kepadanya selama 10 hari. Jika dia menyimpannya lebih dari 10 hari, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

2. Jika seorang Bhikshu tidur tanpa pakaian, bahkan hanya untuk 1 malam, kecuali bila diumumkan oleh bhikshu‑bhikshu atau sangha bahwa pikirannya kurang waras, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.
3. Seorang Bhikshu yang telah memperoleh sepotong kain yang tidak cukup, untuk satu pakaian, dengan harapan untuk mendapatkan tambahan kekurangannya, ia holeh menyimpan kain itu selama satu bulan. Jika ia menyimpannya lewat dari jangka waktu itu, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

4. Jika seorang Bhikshu menerima satu pakaian dari tangan seorang Bhikshuni yang bukan keluarganya, kecuali kalau dia menerimanya sebagai pertukaran dengan sesuatu barang, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

5. Jika seorang bhikshu memberi perintah pada seorang bhikshuni yang bukan sanak‑keluarganya, untuk mencuci atau mencelup, atau menggosok jubahnya, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

6. Jika seorang Bhikshu meminta sehelai jubah dari seorang berkeluarga laki‑laki atau perempuan yang bukan sanak‑keluarganya, dan jika dia memperolehnya, maka dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika. (dalam hal ini, kecuali kalau jubahnya sendiri dicuri, hilang, terbakar atau hanyut dalam air).

7. Seorang Bhikshu yang telah kehilangan jubahnya boleh meminta jubah untuk menutupi badannya. Jika dia meminta dan memperoleh jubah yang lebih dari itu (yang hilang), dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

8. Jika seorang Bhikshu mengetahui bahwa seorang umat akan memberinya jubah dan menginginkan yang lebih baik mutu dan lebih mahal harganya dari yang akan diberikan umat, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

9. Jika seorang Bhikshu mengetahui bahwa umat akan memberi jubah secara kolektif, bila dia menginginkan mutunya lebih baik dan harganya lebih mahal pergi meminta kepada mereka dan memperolehnya, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

10. Bilamana Raja, Brahmana atau Bangsawan mengirim sejumlah uang dengan perantaraan seorang pesuruh kepada seorang Bhiksu untuk membeli Jubah, dia harus meminta pesuruh itu memberikan uang itu kepada Vaiyavachakarana atau Vaiyavrtya (perumah tangga yang melayani Bhikshu). Setelah pesuruh memberikan uang itu kepada Vaiyavachakarana maka Bhikshu tersebut diberitahu bahwa bilamana ia memerlukan pakaian dia boleh mendapatkannya dari Vaiyavachakarana.
Jika Bhikshu itu meminta pakaian dari Vaiyavachakarana sampai 3 kali dan gagal mendapatkannya, dia harus pergi dan berdiri agar tertampak pada Vaiyavachakarana untuk 6 kali. Jika dia memintanya lebih dari 3 kali atau berdiri lebih dari 6 kali agar dilihat oleh Vaiyavachakarana dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.
Dalam hal ini, bhikshu yang bersangkutan harus pergi menemui dan memberitahukan kepada pesuruh tadi dan meminta pesuruh tadi untuk mengambil uang itu kembali dari Viyavachakarana tersebut.

11. Jika seorang Bhikshu membikin sehelai kain untuk bersila dari bulu binatang bercampurkan sutra, dia melakukan Naihsargika‑prayascittika.

12. Jika seorang Bhikshu membuat sehelai kain untuk bersila seluruhnya dari warna hitam, dia telah melakukan satu Naihsargika‑prayascittika.

13. Seorang Bhikshu boleh membuat kain alas duduk dengan campuran 2 bagian hitam, 3 bagian putih, dan 4 bagian merah. Jika dia tidak membuatnya demikian, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.
(Dalam naskah Pali, warna‑warna itu adalah: 2 bagian hitam, 1 putih, 1 merah),

14. Seorang Bhikshu membuat kain alas duduk dan mengunakannya untuk 6 tahun. Jika sebelum 6 tahun ia membuat lagi alas duduk, dia melakukan Naihsargika‑prayascittika.

15. Bilamana seorang Bhikshu membuat kain alas duduk baru, dia harus memotong 25 cm dari kain alas duduk yang lama, dan mencampurkannya dengan yang baru untuk memudarkan warna‑warnanya. Jika dia tidak demikian dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

16. Jika seorang Bhikshu berjalan kaki dalam suatu perjalanan yang jauh dan orang memberinya bulu binatang (wol), dia boleh menerimanya dan membawanya sendiri sejauh 3 yoyana saja. (1 yoyana = 10 mil). Lewat jarak tersebut, jika tiada orang membawakannya dan dibawanya sendiri, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

17. Jika seorang Bhikshu menyuruh seorang bhikshuni yang bukan sanak keluarganya untuk mencelup atau menyisir bulu binatang (wol) dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

18. Jika seorang Bhikshu menerima emas atau perak apapun, baik dengan tangannya sendiri ataupun melalui orang lain yang menyimpankan untuknya, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

19. Seorang Bhikshu yang berniaga dalam barang‑barang berharga seperti emas, perak, batu giok, dan sebagainya, ia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

20. Jika seorang Bhikshu mengambil keuntungan dari seorang berkeluarga dalam tukar‑menukar barang‑barang, dia melakukan Naihsargika‑prayascittika.

21. Seorang Bhikshu boleh menyimpan mangkok (Patra) yang dengan tidak sengaja diberikan kepadanya untuk lamanya 10 hari. Jika dia menyimpannya lebih dari 10 hari, dia telah melakukan satu Naihsargika‑prayascittika.

22. Jika seorang Bhikshu memiliki patra yang retaknya yang tidak melebihi lima celah, meminta seorang berkeluarga untuk memberinya mangkok yang baru, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika. Dia boleh meminta mangkok baru dari sesama bhikshu dan dia harus memilih satu yang mutunya lebih rendah.

23. Seorang Bhikshu yang mendapat benang yang belum tersisir, meminta seorang penenun yang bukan sanak keluarganya untuk menenunnnya menjadi kain untuknya, ia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

24. Jika seorang Bhikshu mengetahui ada orang yang telah memesan kain guna ditenun untuknya, dan dia pergi dan meminta tukang tenun, untuk menukarnya dengan yang lebih baik dan berjanji akan memberinya ganti rugi, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

25. Jika seorang Bhikshu yang telah memberikan kain kepada bhikshu lain, kemudian menjadi marah kepada bhikshu itu dan mengambil kembali kain yang telah diberikannya dengan kekerasan, dia telah melakukan Naisargika‑prayascittika.

26. Seorang Bhikshu yang sakit yang menerima persembahan seperti mentega, susu ngadi, madu atau air tebu, dia boleh menyimpannya selama 7 hari. Jika dia menyimpannya lebih dari 7 hari, dia telah melakukan Naihsagarsika‑prayascittika.

27. Bila satu bulan sebelum musim panas, seorang Bhikshu boleh mencari kain guna dibuat menjadi jubah hujan, dan dalam waktu 15 hari sebelum musim hujan sudah membuat kain itu menjadi jubah hujan. Jika dia mencari atau memepergunakan jubah hujan itu sebelum itu sebelum waktu yang ditentukan, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

28. Jika 10 hari sebelum musim varsa (vassa) seorang penderma menyampaikan kepada seorang Bhikshu pakaian untuk bhikshu‑bhikshu dalam upacara dana jubah Bhikshu ini boleh menyimpannya tetapi dia harus tidak menyimpannya lebih dari satu bulan sesudah mulai varsa. Jika dia menyimpannya lebih dari jangka waktu tersebut dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.

29. Setelah jangka waktu satu bulan dari mulai varsa, seorang Bhikshu yang tinggal di hutan diijinkan menyimpan sebagian dari pakaiannya di dalam rumah di dekatnya untuk selama 6 malam saja. Jika dia membiarkan pakaiannya di rumah itu lebih dari jangka waktu tersebut, dia telah melakukan satu Naihsargika‑prayascittika.

30. Jika seorang Bhikshu mengetahui bahwa seseorang akan memberikan sesuatu kepada bhikshu lain dan dia menyimpangkan pemberian itu untuk bhikshu lain atau untuk dirinya sendiri, dia telah melakukan Naihsargika‑prayascittika.


Ksamakarma (Permintaan Ampun)

30 Naihsargika‑prayascittika yang tersebut di atas merupakan kesalahan yang ringan. Seorang Bhikshu juga melakukan kesalahan itu harus mengakui kesalahan atau kesalahan‑kesalahannya di badapan Sidang Sangha agar dia dibersihkan dan dimurnikan.



5. Prayascitta (Pali: Pacittiya)

Prayascitta adalah bagian kelima dalam Pratimoksa yang terdiri dari 90 pelanggaran yang memerlukan penebusan kesalahan. Peraturan‑peraturan itu sebagai berikut:

1. Jika seorang Bhikshu berbohong, baik sengaja atau tidak sengaja, dia telah melakukan Prayascitta.

2. Jika seorang Bhikshu memakai istilah kutukan dalam pembicaraan dia telah melakukan Prayascitta.

3. Jika seorang Bhikshu berbicara secara mengejek atau menyindir, dia telah melakukan prayascitta.

4. Jika seorang Bhikshu bemlalam di suatu rumah yang hanya wanita atau wanita‑wanita dan tiada pria, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali dijelaskan dalam pasal 6).

5. Jika seorang Bhikshu tidur seranjang dengan seorang sramanera atau orang berkeluarga, lebih dari 3 malam dia telah melakukan Prayascitta.

6. Jika seorang Bhikshu mengajar Dharma pada seorang Sramanera atau seorang berkeluarga dan mengucapkan kata‑kata bersama‑sama dengannya, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam pasal 4).

7. Seorang Bhikshu yang menceritakan kesalahan bhikshu lain kepada seorang Sramanera atau orang berkeluarga dia telah melakukan Prayascitta (Dalam naskah Pali diuraikan dalam pasal 9).

8. Seorang Bhiksilu yang memberitahukan seorang Sramanera atau orang berkeluarga tentang suksesnya dalam hal Bodhi yang sebenarnya telah dimilikinya, telah melakukan prayascitta.

9. Jika seorang Bhikshu mengajarkan Dharma pada seorang wanita dengan lebih dari 6 perkataan, terkecuali bila hadir seorang pria, dia telah melakukan Prayascitta (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 7).

10. Jika seorang Bhikshu menggali tanah, baik dengan tangannya sendiri ataupun dengan petunjuk-petunjuknya, dia telah melakukan Prayascitta.

11. Jika seorang Bhikshu menyebabkan tetumbuhan tercabut dari tempatnya, dia telah melakukan Prayascitta.

12. Jika seorang Bhikshu dengan sengaja berbicara secara samar‑samar, dia telah melakukan Prayascitta.

13. Jika seorang Bhikshu membenci bhikshu lain dan mencela bhikshu tersebut, dia telah melakukan Prayascitta.

14. Jika seorang Bhikshu mengambil tempat tidur, atau bangku, atau kursi milik Sangha, dan dia meletakkan di tempat terbuka dan jika dia tidak membawanya kembali, dia telah melakukan Prayascitta.

15. Jika seorang Bhikshu mengambil tempat tidur milik Sangha untuk tidur di kamar bhikshu, jika dia tidak mengembalikannya atau meminta seseorang untuk mengembalikan ke tempat semula, dia telah melakukan Praymcitta.

16. Jika seorang Bhikshu mengetahui suatu kamar didiami bhikshu lain dan penuh dengan barang-barang dan harta benda, dan jika dia pergi tidur di dalam kamar itu sehingga bhikshu lainnya itu harus menyediakan tempat untuknya, dia telah melakukan Prayascitta.

17. Jika seorang Bhikshu menjadi marah pada bhikshu lain dan mengusirnya dari kamar sangha, atau menariknya keluar, atau memerintahkan seseorang lain untuk menariknya keluar dengan kekerasan dia telah melakukan Prayascitta.

18. Jika seorang Bhikshu memasuki kamar bhikshu lain dan berbaring di atas tempat tidur atau duduk di atas bangku yang dipergunakan untuk menaruh barang‑barang dan harta benda, dia telah melakukan Prayascitta.

19. Seorang Bhikshu yang mengetahui ada makhluk‑makhluk hidup di dalam air, lalu memercikkan atau menyuruh orang lain inemercikkan air itu ke atas tanah atau rumput, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 20).

20. Jika seorang Bhikshu memplester atap, pintu dan jendela kamarnya dengan tanah dan kapur, dia diijinkan untuk memplesternya dengan 3 lapis plester saja. Jika dia membuat lebih dari 3 lapis, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 19).

21. Jika seorang Bhikshu yang tidak ditunjuk sebagai guru bhikshuni mengajarkan Dharma kepada para bhikshuni, dia telah melakukan Prayascitta.

22. Jika seorang Bhikshu yang ditunjuk sebagai guru para bhikshuni mengajarkan Dharma pada seorang bhikshuni setelah matahari tenggelam ia telah melakukan Prayascitta.

23. Jika seorang Bhikshu yang membuat tuntutan palsu terhadap bhikshu lain yang telah diangkat sebagai guru para bhikshuni bahwa dia mengajar mereka demi untuk keuntungan. Dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 24).

24. Jika seorang Bhikshu memberi pakaian pada seorang bhikshuni yang bukan sanak keluarganya, terkecuali dia memberinya dalam tukar‑menukar dengan barang lain dia telah melakukan Prayascitta.

25. Jika seorang Bhikshu menjahit pakaian untuk seorang bhikshuni yang bukan sanak‑keluarganya, dia telah melakukan Prayascitta. (dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 26).

26. Jika seorang Bhikshu duduk berduaan dengan seorang bhikshuni yang bukan sanak‑keluarganya di tempat yang sepi, dia telah melakukan Prayascitta.(Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 30).

27. Jika seorang Bhikshu mengajak seorang bhikshuni untuk menemaninya dalam suatu perjalanan ke suatu tempat, dan kalau dia berjalan ditemani bhikshuni itu lebih jauh dari jaraknya dari satu desa, dia telah melakukan Prayascitta. (kecuali bila perjalan itu melalui tempat sepi yang berbahaya bila bhikshuni berjalan sendirian).

28. Jika seorang Bhikshu mengajak seorang bhikshuni untuk menemaninya dalam perjalanan dengan berperahu hilir mudik, dia telah melakukan Prayascitta.

29. Jika seorang Bhikshu mengetahui bahwa seorang bhikshuni menyuruh seorang berkeluarga untuk memasak makanan yang baik untuknya dan jika dia memakan makanan itu, dia telah melakukan Prayascitta.

30. Jika seorang Bhikshu mengundang seorang wanita untuk menemaninya dalam perjalanan dan jika dia berjalan ditemani oleh wanita itu lebih jauh dari jarak satu desa, dia telah melakukan Prayascitta.

31. Seorang Bhikshu yang tidak sakit diijinkan mengambil makanan satu kali saja di rumah‑rumah penderma. Jika dia makan lebih dari satu kali, dia telah melakukan Prayascitta.

32. Bilamana seorang pengikut (dayaka) mengundang seorang Bhikshu tertentu untuk pergi ke rumahnya untuk menerima pemberian makanan, dan jika pengikut itu menyebutkan salah satu nama 5 bhojaniya (5 macam makanan yang boleh dimakan, yaitu nasi, kue segar, kue kering, ikan dan daging) yang diberikannya pada bhikshu itu, jika setelah kembali dari tempat tersebut dengan makanan tadi dan memakan serta membagikannya pada lebih dari 4 bhikshu lainnya, dia telah melakukan Prayascitta.

Kecuali dalam hal bhikshu kelima itu sedang sakit atau sibuk dengan Civarakala (waktu tertentu untuk membikin pakaian), atau dalam perjalan kaki yang jauh, atau dalam perjalan metalui jalan air, atau sedang tinggal bersama‑sama dengan bhikshu lain, dan makanan yang diberikan kepadanya tidak cukup, atau makanan itu milik Sangha.

33. Jika seorang Bhikshu telah menerima baik undangan untuk makan disuatu tempat kediaman tertentu dan dia tidak pergi kesana, tetapi dia pergi makan di tempat lain, dia telah melakukan Prayascitta.

Kecuali, bila dia sedang dalam perjalanan jauh, atau sedang menderita sakit demam, atau sibuk dengan Civara‑kala, atau menghadiri pertemuan Sangha (Dalam naskah Pali bepergian dalam perjalanan yang jauh dan menghadiri pertemuan Sangha, tidak diuraikan).

34. Jika seorang Bhikshu pergi meminta sedekah di sutu desa dan diberi orang banyak kue, dia hanya diijinkan menerima 3 mangkok penuh saja, dan jika dia menerima lebih dari 3 mangkok penuh dia telah melakukan Prayascitta. (Jika dia menerima lebih dari 3 mangkok kue dia harus membaginya kepada sesama bhikshu).

35. Setelah seorang Bhiksliu memakan dan berhenti makan, dia telah diijinkan makan suatu makanan tambahan, terkecuali dia sakit. Jika dia berbuat demikan dia telah melakukan Prayascitta.

36. Jika seorang Bhikshu mengetahui bahwa bhikshu lain telah makan atau telah berhenti makan, dan dia memikatnya untuk melanggar Vinava dengan menganjurkan agar makan lagi, dan jika bhikshu itu memakannya, dia telah melakukan Prayascitta.

37. Jika seorang Bhikshu makan diantara lewat tengah hari dan keesokan paginya, dia telah melakukan Prayascitta.

38. Jika seorang Bhikshu menerima makanan dan menyimpannya untuk semalam dan memakannya esok paginya, dia telah melakukan Prayascitta.

39. Jika seorang Bhikshu memakan makanan yang tidak diserahkan kepadanya, dan jika makanan itu melewati tenggorokannya, dia telah melakukan Prayascitta. Kecuali air dan Dartakhasta (ranting pohon salix untuk membersihkan gigi). (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 39).

40. Jika seorang Bhikshu yang tidak sakit meminta Bhojania seperti nasi dicampur ghee, mentega, minyak, madu, ikan, daging, susu dan susu ngadi dari seorang yang bukan sanak keluarganya dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 39).

41. Jika seorang Bhikshu memberi makanan dengan tangannya sendiri kepada seorang pertapa bukan Buddhis dia telah melakukan Prayascitta. Lain yang sedang makan, dia telah melakukan Prayascitta.

42. Jika seorang Bhikshu menerima undangan untuk makan di suatu tempat tertentu, dan sebelum atau sesudah itu dia ingin pergi kesatu tempat lain, dia harus memberitahukannya kepada sesama bhikshu di dalam viharanya tentang keperluannya. Jika dia tidak berbuat demikian dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 46).

43. Jika seorang Bhikshu memaksa menyelipkan dirinya diantara bhikshu‑bhikshu lain yang sedang makan, dia telah melakukan Prayascitta.

44. Jika seorang Bhikshu duduk berduaan dengan seorang wanita di tempat sepi, dia telah melakukan Prayascitta.

45. Jika seorang Bhikshu duduk berduaan dengan seorang wanita di tempat terbuka, dia telah melakukan Prayascitta.

46. Dalam hal seorang Bhikshu mengundang bhikshu lain untuk pergi memerima dana bersama‑sama dengannya, jika setelah setengah perjalanan dia mengusir bhikshu itu, dengan demikiati dia menjadi bebas untuk melakukan perbuatan asusila, dia telah melakukan Prayascitta.

47. Bilamana seorang berkeluarga memberikan dengan sukarela Catu‑prayatya (empat kebutuhan, yaitu pakaian, makanan, tempat tidur, dan obat) seorang Bhikshu boleh menerimanya untuk keperluan 4 bulan saja. Jika dia memintanya lebih banyak, dia telah melakukan Prayascitta, kecuali orang berkeluarga itu atas kemauannya sendiri untuk meneruskannya.

48. Jika seorang bhikshu dipersenjatai dan yang siap untuk bertempur, dia telah melakukan Priyascitta terkecuali dia mempunyai alasan cukup.

49. Jika seorang Bhikshu harus mengunjungi tentara, dia tidak tinggal dalam tangsi lebih dari 3 hari. Jika tinggal lebih dari 3 hari dia telah melakukan Prayascitta.

50. Jika seorang Bhikshu harus mengunjungi tentara untuk 3 hari, dia tidik diijinkan turun ke medan perang, memasuki perkemahan tentara atau perkemahan sementara dimana tentara berkuda, gajah, kerata perang, dan pasukan infantri yang siap sedia untuk bertempur. Jika dia berbuat demikian, dia telah melakukan Prayascitta.

51. Jika seorang Bhikshu meminum minuman keras, dia telah melakukan Prayascitta.

52. Jika seorang Bhikshu berenang untuk bersenang, dia telah melakukan Prayascita. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 53).

53. Jika seorang Bhikshu mengelitiki seorang bhikshu lain, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 52).

54. Jika seorang Bhikshu tidak mengindahkan peraturan‑peraturan dan tidak menghiraukan peringatan bhikshu‑bhikshu lain. Dia telah melakukan Prayascitta.

55. Jika seorang Bhikshu menakuti‑nakuti Bhikshu lain dengan hantu‑hantu dia telah melakukan Prayascitta.

56. Seorang Bhikshu yang hidup di India Tengah diijinkan mandi sekali dalam 15 hari dan jika dia mandi sebelum 15 hari dia dikatakan telah melakukan Prayascitta.

Terkecuali bila dia merasa panas, gerah atau banyak berkeringat sehabis bekerja, atau jika pada musim hujan, atau kalau dia sedang berada dalam perjalanan. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 57).

57. Jika seorang Bhikshu tidak sakit menyalakan api yang besar untuk menghangatkan bandannya, dia telah melakukan Prayascitta, tetapi jika dia menyalakan api untuk keperluan yang lain dia bebas dari kesalahan. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 56).

58. Jika seorang Bhikshu menyembunyikan para bhkshu lain atau pakaiannya atau kain untuk bersila, kotak jarum, ikat pinggangnya, ataupun barang‑barang lainnya, baik dengan tangannya sendiri atau dengan petunjuknya, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 60).

59. Jika seorang Bhikshu dengan tangannya memberikan Vical‑pacivara (berarti: pakaian yang seorang bhikshu berikan kepada bhikshu lain untuk digunakan semaunya dia) kepada bhikshu lain atau bhikshuni atau sramenera‑srameneri, dan kemudian mempergunakan pakaian itu tanpa ijin orang pada siapa pakaian itu telah diberikan, maka dia telah melanggar hak orang itu dan telah melakukan Prayascitta.

60. Jika seorang Bhikshu menerima pakaian yang baru dari seorang penyokong, dia harus membuat satu Bindhu (tanda bundaran dengan warna biru atau hitam) pada satu sudut dari pakaian itu sebelumnya menggunakannya. Jika dia tidak berbuat demikian dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 58).

61. Seorang Bhikshu yang dengan sengaja membunuh seekor binatang telah melakukan Prayascitta.

62. Seorang Bhikshu yang mengetahui adanya kehidupan dalam air dan meminum air tanpa disaring, telah melakukan Prayascitta.

63. Jika seorang Bhikshu yang mengetahui bahwa Adbykarana‑samadha telah dipertimbangkan secara benar oleh Sangha, merasa tidak puas dan meminta dengan sombong satu pertimbangan baru, dia telah melakukan Prayascitta.

64. Jika seorang Bhikshu mengetahui bahwa seorang lain telah melakukan suatu kesalahan dan merahasiakan fakta ini terhadap bhikshu‑bhikshu lain, atau menyimpan rahasia ini, dia telah melakukan Prayascitta.

65. Jika seorang Bhikshu mengetahui seorang pemuda belum mencapai umur dua puluh dan mentahbiskannya, dia telah melakukan Prayascitta.

66. Jika seorang Bhikshu yang mengakui kesalahannya di hadapan bhikshu lain, dan kesalahannya diampuni dengan penebusan menurut aturan Vinaya, kemudian menyalahkan bhikshu itu karena dipandang sebagai pembuat kesalahan atau pelanggar, dia telah melakukan Prayascitta.

67. Jika seorang Bhikshu mengetahui bahwa seseorang adalah seorang penyerang atau perusak dan mengundangnya untuk menemaninya dalam suatu perjalanan kaki, bila dia berjalan ditemani oleh orang itu lebih jauh dari jarak satu desa, dia telah melakukan Prayascitta.

68. Jika seorang Bhikshu memprotes ajaran‑ajaran Sang Buddha, dan semua bhikshu dengan suara bulat menyatakan bahwa ia salah, dan bila telah tiga kali dilakukan usaha untuk menyadarkannya tetapi masih bertahan dan mengulangi protesnya, dia telah melakukan Prayascitta.

69. Jika seorang Bhikshu bergaul dengan bhikshu lain yang memprotes ajaran‑ajaran sang Buddha, dan melakukan upacara Sanghakarma atau makan atau tidur dengannya, dia telah melakukan Prayascitta.

70. Jika seorang Bhikshu menganjurkan seorang Sramanera memprostes ajaran‑ajaran Sang Buddha, atau mengambil pihaknya, atau menunjangnya atau makan, atau tidur bersama dengannya, dia telah melakukan Prayascitta

71. Jika seorang Bhikshu berkelakuan congkak, dan menjawab secara samar‑samar kepada bhikshu lain yang memperingatkannya tentang kelakuannya itu, dia telah melakukan Prayascitta.

72. Jika seorang bhikshu mengganggu bhikshu lain dalam pembacaan Peraturan Pratimoksa di luar kepala, ia telah metakukan Prayascitta.

73. Pada saat pembacaan larangan‑larangan itu di dalam sidang seorang Bhikshu yang telah melakukan pelanggaran itu dengan mendusta mengatakan bahwa dia baru saja mengetahui larangan itu, dan seorang Bhikshu lain yang mengetahui alasannya yang bohong itu, membukakan kesalahan. Jika dia tidak mengakui kesalahannya dia telah melakukan Prayascitta.

74. Jika seorang bhikshu yang telah melakukan penembusan kesalahan di hadapan Sangha dan kemudian menyalahkan Sangha, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 79).

75. Jika seorang Bhikshu yang hadir pada Sidang Sangha, meninggalkan sidang selagi sedang dipertimbangkannya suatu perkara tanpa memberi sesuatu alasan, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 80).

76. Jika seorang Bhikshu dengan sengaja menyebabkan gangguan kepada bhikshu‑bhikshu lain, dia telah melakukan Prayascitta.

77. Jika terdapat pertengkaran antara dua bhikshu, seorang Bhikshu menyembunyikan dirinya untuk mendengarkan dan kemudian memberitahukan pada salah seorang yang bertengkar itu, dia telah melakukan Prayascitta.

78. Seorang Bhikshu yang menjadi marah kepada Bhikshu lain dan memukulnya, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diurailan dalam Pasal 74).

79. Seorang Bhikshu yangmenjadi marah pada Bhikshu lain dan mengangkat tangannya seakan hendak memukul bhikshu itu, ia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 75).

80. Seorang Bhikshu membuat tuduhan palsu kesalahan Sangha‑vasesa terhadap bhikshu lain, telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskha Pali diuraikan dalam pasal 76).

81. Jika seorang Bhikshu yang tidak mendapat ijin memasuki kamar yang di dalamnya Raja sedang duduk bersama Permai surinya, dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 83).

82. Seorang Bhikshu yang melihat suatu barang jatuh dan menyimpannya untuk keperluan sendiri atau memberikannya kepada orang lain, telah melakukan Prayascitta.
Jika suatu barangjatuh ke tanah di dalam Vibara atau kamarnya, dia harus menyimpannya untuk dikembalikan kepada pemiliknya yang dikenalnya. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 84).

83. Jika seorang Bhikshu harus pergi ke salah satu rumah di suatu desa pada malam hari, dia harus memberitahukan tujuannya kepada bhikshu lain. Jika dia tidak berbuat demikian dia telah melakukan Prayascitta. (dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 85).

84. Jika seorang Bhikshu membikin tempat tidur untuknya sendiri dia harus membuatnya dengan kakinya tinggi 8 inchi, diukur dari papan tempat tidur dimana kaki dipakukan. Jika dia membuat kaki tempat tidurnya lebih tinggi dari itu, dia telah melakukan Prayascitta. Dia harus mernotong kaki yang terlalu panjang itu sebelum mempergunakannya, jika tidak dia melakukan kesalahan. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 87).

85. Jika seorang Bhikshu membuat tempat tidur dan melapisinya dengan kapuk dia telah melakukan Prayascitta. (Yang sama juga berlaku untuk kasur dari kapuk). (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 88).

86. Jika seorang Bhikshu membuat kotak jarum dari tulang, tanduk atau gading, dia telah melakukan Prayascitta. Dia harus menmyebabkan satu pecahan atau celah di di dalamya sebelum mempergunakannya, jika tidak dia tidak bebas dari kesalahan.

87. Jika seorang Bhikshu membuat kain alas duduk (nisidana) dia harus membuatnya menurut ukuran yang diperbolehkan yaitu panjang 38 cm lebar, dan 25 cm pinggiran di sekeliling kain itu. Jika dia membuatnya lebih lebar dari itu dia telah melakukan Prayascitta. (Dalam naskah Pail diuraikan dalam Pasal 89)

88. Jika seorang Bhikshu membuat pakaian dalam untuk bagian bawah badannya, dia diijinkan membuatnya menurut ukuran yang diterima, yaitu panjang 100 cm dan lebar 62 cm. Jika ia membuatnya lebih besar dari itu, dia telah melanggar Prayascitta. Dia harus memotong bagian yang terlalu lebar atau terlalu panjang sebelum menggunakannya, jika tidak dia tidak bebas dari kesalahan.

89. Jika seorang Bhikshu membuat jubah hujan, dia harus membuatnya menurut ukuran yang diperbolehkan, yaitu panjangnya 150 cm dan lebar 62 cm. Jika dia membuatnya lebih besar dari itu, dia telah melakukan Prayascitta.
Dia harus memotong bagian yang terlalu panjang atau terlalu lebar sebelum menggunakannya, jika tidak dia tidak bebas dari kesalahan. (Dalam naskah Pali diuraikan dalam Pasal 91).

90. Jika seorang Bhikshu membuat Civara dengan ukuran yang sama atau yang lebih besar dari Civara yang digunakan oleh Sang Buddha, dia telah melakukan Prayascitta.

Ukuran Civara yang digunakan Sang Buddha ialah panjang 225 cm dan lebar 150 cm. Dia harus memotong bagian dari pakaiannya yang terlalu lebar dan terlalu panjang, dan membuat Civaranya di bawah ukuran yang tersebut di atas sebelum dia mengenakannya, jika tidak dia tidak bebas dari kesalahan. (Dalam Naskah Pali, diuraikan dalam Pasal 92).


Ksamakarma

Kesalahan Prayascitta ini dapat diampuni dengan pengakuan di hadapan Sidang atau di hadapan bhikshu atau bhikshu‑bhikshu, agar supaya pelanggar dapat dibersihkan daripada kesalahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar