Kamis, 16 Februari 2012

Kebutuhan Pokok Anggota Sangha

Kemajuan spiritual dan pencapaian batin membutuhkan perlengkapan untuk perkembangan sepenuhnya. Dalam hal ini, pertama-tama dibutuhkan adalah jasmani yang sehat, yang mampu beradaptasi terhadap semua keadaan sehingga tidak timbul perasaan-perasaan yang terganggu oleh emosi-emosi dan dorongan-dorongan yang rendah. Oleh sebab itu kesehatan jasmaniah memegang peranan penting dalam kehidupan pabbajjita.
Dalam hubungan ini agama Buddha sangat menekankan pada kesucian, kesederhanaan dan kepatuhan terhadap peraturan yang berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari dari pabbajjita. Kebutuhan yang diperkenankan untuk para bhikkhu adalah:
a.      Civara (jubah)
Sang Buddha melarang para bhikkhu berpakaian secara demikian dan mentahbiskan para pengikutnya dengan memakai jubah yang dibuat dari potongan-potongan kain yang tidak ada nilai ekonomisnya lagi (pamsakula).
Kemudian Sang Buddha memberikan kelonggaran dengan mengijinkan para bhikkhu menerima dana jubah atau kain untuk jubah. Akan tetapi nilai ekonomisnya dari kain itu harus dihilangkan dengan memotongnya menjadi potongan-potongan kecil dan kemudian disambung kembali untuk dibuat sehelai jubah. Namun, harus senantiasa disadari bahwa jubah adalah untuk menutupi badan dari hawa dingin dan panas, untuk melindungi diri dari serangan-serangan dan angin serta untuk menutupi badan yang harus ditutupi.
b.      Pindapata (makanan yang diterima sebagai dana)
Para bhikkhu yang melaksanakan samadhi harus memiliki jasmani yang sehat. Oleh karena itu, ia harus memakan makanan secukupnya, tidak kurang maupun tidak berkelebihan. Makanan yang secukupnya akan meningkatkan kekuatan jasmaniah yang harmonis dengan ketenangan batin.
c.       Senasana (tempat tinggal)
Tempat yang tenang dalam hutan, di bawah pohon atau di tempat-tempat lain yang akan banyak menolong untuk menaklukan diri sendiri dan pencapaian kesempurnaan, menjauhi duniawi dan melaksanakan samadhi di dalam hutan, di dalam gua-gua dan di bawah pohon-pohon. Oleh sebab itu, wajarlah anjuran dari Sang Buddha yang terdapat dalam Majjhima Nikaya (1,46) sebagai berikut:
“Para bhikkhu, di sana ada pohon-pohon, di sana ada ketenangan; pergilah dan samadhi”.
Akan tetapi, walaupun demikian, demi kebaikan orang lain, beliau juga mengizinkan para bhikkhu berdiam di dalam tempat tinggal yang terlindung (senasana) dan memberikan berbagai peraturan keviharaan sebagai pegangan Sangha.
Banyak bahaya yang mungkin akan menimpa para bhikkhu yang tinggal di tempat terbuka, seperti di bawah pohon atau di tempat terbuka lainnya yang tidak ada pintu yang dapat melindunginya dari berbagai gangguan dan objek-objek yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, Sang Buddha mengizinkan para bhikkhu untuk berdiam dalam vihara yang sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Vinaya.
Sewaktu mempergunakan tempat tinggal seorang bhikkhu harus menyadari tujuan yang sesungguhnya berdiam di sana agar tidak timbul rintangan-rintangan sewaktu melatih samadhi. Ia harus senantiasa merenungkan bahwa penggunaan tempat tinggal (senasana) adalah untuk melindungi badan dari hawa dingin dan panas, dari tiupan angin dan hujan, serangga dan binatang-binatang lainnya.
d.      Bhesajja (obat-obatan)
Jika seorang bhikkhu sakit, ia harus memakan obat menurut petunjuk dokternya dan yang selaras dengan Vinaya. Ia hanya diperbolehkan memiliki obat yang dibuat dari bahan-bahan yang tidak tercela dan menyadari kegunaan dan tujuan mempergunakan obat itu. Ia harus merenungkan bahwa pemakaian obat itu adalah untuk menghilangkan rasa sakit dan penyakit yang diderita dan bukan untuk memperindah badan.
Para bhikkhu harus memahami bahwa menggunakan empat kebutuhan hidup yang layak bagi pabbajjita adalah demi kesejahteraan yang tidak dikotori oleh keserakahan (lobha) dan untuk memperoleh kesucian sila dalam empat kebutuhan pokok dalam hidup sehari-hari (parisuddhi sila).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar