Sebagai remaja Buddhis juga harus memiliki perilaku yang baik dengan menerapkan dan meneladani sifat-sifat luhur Buddha. Dengan berperilaku baik maka akan selalu disukai dan disayangi oleh orang lain. Ada beberapa sifat luhur Buddha yang dapat dijadikan patokan bagi remaja buddhis untuk menumbuhkan perilakunya agar menjadi lebih baik yaitu:
1 Hiri atau Malu Berbuat Jahat
Remaja harus mempunyai rasa malu untuk berbuat jahat, karena ini merupakan benteng pertama agar kehidupan remaja tidak salah langkah dalam pergaulan. Orang tua dalam memberikan pendidikan pada anak harus dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang tidak baik agar anak tidak mempunyai keraguan dalam mengambil keputusan. Penjelasan yang diberikan oleh orang tua sebaiknya harus diberikan sejak dini untuk menghindari anak tidak melakukan perbuatan jahat.
Orang tua yang selalu memberikan pengertian dan latihan kemoralan pada anak sejak kecil, maka anak akan memiliki perilaku kebajikan sesuai apa yang dianjurkan oleh orang tuanya. Orang tua adalah brahmana didalam rumah yang selalu dihormati oleh anak-anaknya (A, II:63). Orang tua dalam mendidik anak remajanya dapat menggunakan acara-acara yang ada di televisi sebagai alat untuk mendidik, karena televisi banyak memberikan contoh mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang tidak baik. Setelah anak dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang tidak baik, maka orang tua dapat memberikan pendidikan pada anak remajanya tentang menumbuhkan rasa malu untuk melakukan kejahatan. Orang tua juga harus dapat mengkondisikan pikiran anaknya agar memiliki rasa malu, merasa tidak pantas untuk melanggar peraturan kemoralan yang ada dilingkungan masyarakat. (http://www.banjar-jabar.go.id/ diakses pada tanggal 03 maret 2011).
2 Ottapa atau Takut Akibat Perbuatan Jahat
Apabila anak sudah mulai dewasa, orang tua harus menunjukkan suatu perbuatan yang tidak pantas atau memalukan untuk dilakukan oleh anaknya. Apabila anak melakukan perbuatan buruk maka akibat buruk ini akan berdampak bagi anak, selain itu juga keluarga, orang tua, serta masyarakat. Dalam hal ini orang tua wajib memberikan uraian tentang akibat dari perbuatan jahat agar anak dapat mengerti dan memahami akibat dari perbuatan jahat. Orang tua dapat memberikan perumpamaan kepada anaknya kalau tidak mau dicubit jangan mencubit orang lain. Artinya apabila kita tidak senang terhadap suatu perbuatan tertentu, sebenarnya hampir semua orang pun bahkan semua makhluk cenderung tidak suka pula dengan hal itu. Rata-rata semua makhluk, dalam hal ini, manusia memiliki perasaan serupa. Penjelasan seperti ini akan membangkitkan kesadaran anak bahwa perbuatan buruk yang tidak ingin dialaminya akan menimbulkan perasaan yang sama bagi orang lain. http://www.banjar-jabar.go.id/diakses pada tanggal 03 maret 2011
Mempunyai perasaan malu dan takut untuk melakukan perbuatan yang tidak baik ataupun perbuatan jahat ini akan melindungi diri remaja. Sehubungan dengan perasaan malu dan takut akan perbuatan jahat Sang Buddha bersabda:
Mereka yang didalam dirinya tidak dapat ditemukan rasa malu dan berbuat salah, telah menyimpang dari sumber yang terang, dan akan terseret pada kelahiran dan kematian, namun mereka yang didalam dirinya selalu ada rasa malu dan takut berbuat salah, yang damai, mantap dalam kehidupan suci, mereka dapat mengakhiri pembaharuan dumadi. (It, 1998:42)
Remaja harus memiliki perilaku yang mencerminkan suatu tindakan akan rasa malu dan takut untuk melakukan perbuatan jahat. Apabila remaja melaksanakan hal tersebut remaja akan dapat menempatkan dalam lingkungannya. Dengan demikian orang tua tidak merasa khawatir menghadapi diri naknya yang sudah remaja.
3 Sila Sebagai Pengendali Diri
Sila merupakan perilaku lahiriah manusia baik ucapan maupun perbuatan. Sila ini dapat diibaratkan seperti pakaian yang indah ketika kita kenakan pada badan dan membuat kita indah pula. Kata sila yang dipergunakan dalam agama Buddha mempunyai banyak arti antara lain kemoralan dan tatasusila (Panjika, 2004:373). Istilah sila yang digunakan dalam buddaya Buddhis mempunyai beberapa arti yaitu sifat, karakter, watak, kebiasaan, perilaku, kelakuan (Rashid, 1997:3)
Sila ini harus menjadi tuntunan perilaku bagi remaja karena sila ini akan berfungsi dalam mencegah, menahan, memutuskan serta mengendalikan pikiran, ucapan dan perbuatan jahat yang muncul pada diri remaja. Menjalankan manfaat perilaku bermoral dengan baik, maka akan memperoleh manfaatnya yaitu kegembiraan, suka cita, ketenangan, kebahagiaan, konsentrasi pikiran dan hilangnya nafsu (A, II:1). Dengan menjalakan manfaat perilaku bermoral dengan baik maka remaja akan memperoleh manfaatnya yaitu bergembira, sukacitta, ketenangan, kebahagiaan konsentrasi pikiran dan rasa muak juga hilangnya nafsu (A, III: 1). Apabila melaksanakan sila yang baik akan tercipta ketertiban dan ketenagan diri remaja maupun masyarakat disekitarnya seperti apa yang tertuang dalam Dhammapada, Puppha Vagga yaitu “ tidaklah seberapa harum bunga tagara dan kayu cendana, tetapi jauh lebih harum mereka yang memiliki sila (kebajikan ), nama harum mereka tersebar diantara para dewa di alam surga” (Dh, IV:56). Apabila perilaku bermoral ini dilaksanakan akan memperoleh pengetahuan dan pandangan pembebasan tertinggi. Perilaku bermoral ini akan membawa remaja lebih berhati-hati dalam bertingkah laku.
4 Berpikir Positif
Setiap tindakan yang dilakukan oleh remaja pasti didahului oleh pikiran, baik dalam tindakan yang positif maupun negatif. Sehubungan dengan pikiran dalam kitab suci Dhammapada, Yamaka Vagga bab 1 dab 2, Buddha bersabda:
Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati yang mengikuti kaki lembu yang menariknya.
Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu; pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya bakaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya (Dh, I:2).
Dari isi Dhammapada dapat ditarik kesimpulan bahwa segala sesuatu berasal dari pikiran. Pikiran inilah yang menentukan remaja dalam bertingkah laku, dengan selalu berpikir positif maka kebahagiaan akan selalu mengikuti sebaliknya dengan pikiran yang jahat maka penderitaan akan mengikutinya. Remaja harus dapat mengontrol pikirannya dengan baik misalnya rasa jengkel, kemarahan, kekecewaan, kegelisahan, dan lain sebagainya dengan cara selalu berpikir positif. Apabila selalu berpikir positif maka remaja tidak akan melakukan perbuatan yang negatif.
5 Pelindung Bagi Diri Sendiri
Remaja harus dapat menjadikan diri sebagai pemuda yang baik dalam ucapan, piukiran maupun perbuatan. Apapun yang dilakukan oleh remaja tergantung dari dalam diri mereka sendiri, dia yang menentukan arah kehidupan mereka sendiri. Dalam Dhammapada, Bhikku Vagga, sang Buddha membabarkan syair:
“Sesungguhnya diri sendiri menjadi tuan bagi diri sendiri. Diri sendiri adalah pelindung bagai diri sendiri. oleh karena itu, kendalikan dirimu sendiri, seperti pedagang kuda menguasai kuda yang baik” (Dh, XXI:21)Bila remaja dapat menerangi dirinya sendiri dan orang lain, maka akan melihat keidahan secara benar sebagai jati diri sendiri. Remaja harus dapat merubah perilakunya yang dulunya tidak baik mejadi remaja yang baik, karena yang dapat merubah perilakunya hanyalah diri sendiri. Bila dapat merubah dirinya sendiri menjadi baik maka akan mendapatkan kebahagiaan.
Pelindung Bagi Diri Sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar