Sobhana Cetasika
berarti bentuk-bentuk batin yang baik. Disebut demikian karena cetasika ini
umum bagi seluruh kejadian moral yang baik dari kesadaran. Cetasika ini muncul
dalam kombinasi yang beraneka ragam dalam pernyataan kesadaran yang baik. Jadi,
Sobhana Cetasika sebagai bentuk-bentuk batin yang baik ini selalu timbul mengikuti
kesadaran atau pikiran yang baik.
Pembagian Sobhana Cetasika
Sobhana Cetasika
berjumlah dua puluh lima
jenis yang terbagi atas empat kelompok, yaitu
1.
Sobhanasadharana Cetasika, yang terdiri atas sembilan
belas jenis.
2.
Virati Cetasika, yang terdiri atas tiga jenis.
3.
Appamanna Cetasika, yang terdiri atas dua jenis.
4.
Pannindriya Cetasika, yang terdiri atas satu jenis.
Sobhanasadharana Cetasika
Sobhanasadharana
Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang bersekutu hanya dengan kesadaran atau
pikiran yang baik. Jika pikiran baik muncul, maka bentuk-bentuk batin ini juga
ikut muncul.
Sobhanasadharana Cetasika terdiri
atas sembilan belas jenis, yaitu Saddha, Sati, Hiri, Ottappa, Alobha, Adosa,
Tatramajhattata, Kayapassadhi, Cittapassadhi, Kaya lahuta, Citta lahuta, Kaya
muduta, Citta muduta, Kaya kammannata, Citta kammannata, Kaya pagunnata, Citta
pagunnata, Kayujukata, dan Cittujukata.
Saddha berarti keyakinan. Umat
Buddha seyogyanya mempunyai keyakinan yang teguh terhadap Sang Triratna
(Buddha, Dhamma, dan Sangha). Keyakinan umat Buddha terhadap Sang Triratna
bukan merupakan keyakinan yang membuta, tetapi keyakinan berdasarkan pengertian
yang benar. Dengan demikian, mereka diharapkan dapat menjadi umat Buddha yang tidak
akan beralih agama sampai kapan pun.
Sati berarti kesadaran atau
ingatan atau perhatian terhadap segala sesuatu yang baik sehingga tidak pernah
lupa pada sesuatu yang baik itu. Umat Buddha seyogyanya memiliki sati. Mereka
hendaknya selalu ingat akan segala sesuatu yang baik, seperti ajaran-ajaran
Sang Buddha, paritta-paritta suci, patung atau gambar Buddha, para bhikkhu yang
menjalankan vinaya dengan baik, orang tua yang bijaksana, dan lain-lain. Dengan
demikian, pikiran-pikiran yang tidak baik tidak akan mempunyai kesempatan untuk
muncul.
Hiri berarti malu, yaitu malu
untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Hiri juga berarti tahu diri. Umat
Buddha seyogyanya memiliki hiri. Mereka hendaknya mempunyai rasa malu untuk berbuat
jahat, sehingga mereka tidak akan berbuat jahat. Mereka juga hendaknya tahu
diri, tidak menuntut terlalu banyak, tidak merongrong harta orang tua, dan
sebagainya.
Ottappa berarti takut, yaitu
takut akan akibat dari perbuatan jahat. Ottappa juga berarti hati-hati. Umat
Buddha seyogyanya memiliki ottappa. Jika mereka akan berbuat jahat, maka mereka
hendaknya membayangkan akibat yang akan diterimanya nanti. Jadi, mereka
hendaknya mempunyai rasa takut akan akibat dari perbuatan jahat, sehingga
mereka tidak akan berbuat jahat. Mereka juga hendaknya hati-hati, agar segala
tindakannya tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Jika semua manusia di
dunia ini memiliki ottappa dan juga hiri, maka dunia akan menjadi aman dan
damai. Oleh sebab itu, hiri dan ottappa dikatakan sebagai Dhammalokapala yang
berarti Dhamma pelindung dunia.
Alobha berarti ketidakserakahan,
atau ketidakcenderungan pikiran terhadap objek. Alobha disebut juga
Nekkhammadhatu atau anabhijjha. Nekkhammadhatu berarti unsur pengingkaran diri
atau meninggalkan keduniawian, sedangkan anabhijjha berarti tidak mempunyai
nafsu loba. Orang yang memiliki alobha tentu suka berdana, memiliki kemurahan
hati, dan dermawan. Umat Buddha seyogyanya memiliki sifat alobha. Mereka
hendaknya suka berdana, mau membantu orang-orang yang sedang dalam kesulitan.
Dengan berdana, mereka telah dapat melepaskan kemelekatan terhadap sebagian harta
benda yang dimilikinya. Perbuatan dana yang mereka lakukan ini tentu akan membuahkan
hasil yang manis, yaitu antara lain berupa kaya raya.
Adosa berarti ketidakbencian,
atau secara etis berarti persahabatan, yaitu kecenderungan dari pikiran ke arah
objeknya, atau kemurnian dari pikiran. Adosa disebut juga abyapada atau
ketiadaan kemauan jahat, metta atau cinta kasih tanpa pamrih. Umat Buddha
seyogyanya memiliki sifat adosa. Mereka hendaknya tidak membenci siapa pun
karena membenci merupakan sifat buruk yang akan mengakibatkan penderitaan.
Mereka hendaknya selalu memancarkan cinta kasih yang tanpa pamrih kepada semua
makhluk, termasuk terhadap orang-orang yang pernah menyakitinya.
Tatramajjhattata berarti keseimbangan
pikiran, yaitu sikap pikiran yang tidak terikat pada suatu objek dan tidak
takut pun tidak benci kepada objek itu. Tatramajjhattata disebut juga upekkha
atau keseimbangan batin. Umat Buddha seyogyanya memiliki sifat
tatramajjhattata. Mereka hendaknya tidak sombong bila dipuji dan tidak kecewa
bila dicela. Mereka hendaknya tetap tenang kala musibah datang beruntun
menimpanya. Batin mereka hendaknya tidak tergoncang dalam menghadapi segala
bentuk penderitaan.
Kayapassadhi berarti ketenangan
dari bentuk-bentuk batin (cetasika khandha, yang terdiri atas vedana khandha,
sanna khandha, dan sankhara khandha) dalam pekerjaan yang baik. Sedangkan,
citta passadhi berarti ketenangan dari pikiran (vinnana khandha) dalam
pekerjaan yang baik.
Kayalahuta berarti kegembiraan dari
bentuk-bentuk batin (Cetasika khandha) dalam pekerjaan yang baik. Sedangkan,
citta lahuta berarti kegembiraan dari pikiran (vinnana khandha) dalam pekerjaan
yang baik.
Kayamuduta
berarti sifat menurut dari bentuk-bentuk batin (cetasika khandha) dalam
pekerjaan yang baik. Sedangkan, citta muduta berarti sifat menurut dari pikiran
(vinnana khandha) dalam pekerjaan yang baik.
Kayakammannata
berarti sifat menyesuaikan diri dari bentuk-bentuk batin (cetasika khandha).
Sedangkan, Citta kammannata berarti sifat menyesuaikan diri dari pikiran
(vinnana khandha).
Kayapagunnata
berarti kemampuan dari bentuk-bentuk batin (cetasika khandha) dalam pekerjaan
yang baik. Sedangkan, Citta pagunnata berarti kemampuan dari pikiran (vinnana
khandha) dalam pekerjaan yang baik.
Kayujukata
berarti ketulusan atau kejujuran dari bentuk-bentuk batin (cetasika khandha)
dalam pekerjaan yang baik. Sedangkan, Cittujukata berarti ketulusan atau
kejujuran dari pikiran (vinnana khandha) dalam pekerjaan yang baik.
Virati Cetasika
Virati Cetasika
berarti bentuk-bentuk batin yang terbebas dari kejahatan sebagai pemimpin.
Virati Cetasika terdiri atas tiga jenis, yaitu Samma Vaca, Samma Kammanta, dan
Samma Ajiva.
Samma Vaca berarti ucapan benar.
Ucapan benar mencerminkan tekad untuk menahan diri dari berbohong (musavada),
memfitnah (pisunavaca), bicara kasar (pharusavaca), dan omong kosong
(samphappalapa). Umat Buddha seyogyanya berbicara benar. Mereka hendaknya tidak
berdusta, agar mereka dipercaya oleh khalayak ramai. Mereka hendaknya tidak memfitnah
siapa pun karena fitnahan dapat menimbulkan kebencian, permusuhan, perpecahan,
dan ketidakrukunan antara individu-individu atau golongan-golongan. Mereka
hendaknya berusaha tidak menyinggung perasaan orang lain, di antaranya dengan
tidak mengucapkan kata-kata yang kasar, pedas, tidak sopan, jahat, atau berupa
caci maki. Mereka juga hendaknya tidak melakukan percakapan-percakapan yang tidak
bermanfaat, sia-sia, dan pergunjingan karena hal ini akan merugikan diri
sendiri dan juga orang lain. Umat Buddha hendaknya dapat mengucapkan kata-kata
yang lembut, enak didengar, menyenangkan, menarik hati, dan sopan. Bila mereka
telah mendengar sesuatu ucapan yang dapat menimbulkan perpecahan, maka mereka
hendaknya tidak menyampaikannya kepada orang yang bersangkutan. Mereka
hendaknya dapat menjaga kerukunan di antara sesama umat Buddha dan umat-umat
lainnya. Dalam Majjhima Nikaya bab I ayat 345 dikatakan bahwa umat Buddha
seyogyanya berbicara sesuatu yang benar, bernilai, sesuai dengan kenyataan,
pada saat yang tepat, tentang kebajikan, tentang Dhamma, dan tentang Vinaya.
Samma Kammanta berarti perbuatan benar.
Perbuatan benar berarti perbuatan yang tidak merugikan diri sendiri dan orang
lain. Melakukan perbuatan benar berarti mengembangkan kelakuan bermoral, mulia,
dilandasi oleh cinta kasih dan kasih sayang. Melakukan perbuatan benar berarti
menghindari membunuh, menghindari mencuri, dan menghindari berzinah.
Samma Ajiva berarti penghidupan
benar atau mata pencaharian benar. Umat Buddha seyogyanya mempunyai mata
pencaharian yang tidak merugikan orang lain. Mereka hendaknya tidak melakukan
penipuan, pengkhianatan, penujuman, tipu muslihat, atau pemerasan. Bila mereka
berdagang, maka mereka hendaknya berusaha menghindari lima bentuk perdagangan salah, yaitu
berdagang senjata, makhluk hidup, daging, minuman keras (termasuk obat-obat
bius), dan racun.
Appamanna Cetasika
Appamanna
Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang tidak terbatas. Disebut demikian
karena objek-objek tersebut tanpa batas. Appamanna Cetasika terdiri atas dua jenis,
yaitu karuna dan mudita. Karuna berarti belas kasihan, atau keinginan untuk
menolong makhluk yang sedang menderita. Umat Buddha seyogyanya memiliki sifat
karuna. Mereka hendaknya menaruh belas kasihan terhadap makhluk-makhluk yang menderita.
Mereka hendaknya mau menolong orang-orang yang sedang dalam kesulitan. Mereka
hendaknya mau membantu meringankan penderitaan orang lain.
Mudita berarti
simpati, yaitu merasa gembira dan bahagia melihat kesuksesan dan kebahagiaan
orang lain. Umat Buddha seyogyanya memiliki sifat mudita. Mereka hendaknya
merasa turut bergembira melihat orang lain gembira dan berhasil dalam usahanya.
Mereka hendaknya merasa turut berbahagia melihat orang lain bahagia dan sukses
dalam berbagai bidang.
Pannindriya Cetasika
Pannindriya
Cetasika hanya terdiri atas satu jenis, yaitu panna. Panna berarti
kebijaksanaan, yaitu dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya,
bahwa hidup dan kehidupan ini dicengkeram oleh Tilakkhana (anicca, dukkha, dan anatta).
Istilah lain untuk panna adalah amoha atau ketidakbodohan, nana atau
pengertian, vijja atau pengetahuan, samma ditthi atau Pandangan Benar.
Umat Buddha
seyogyanya memiliki panna karena panna merupakan 'senjata' untuk mencapai
Nibbana/Nirvana. Untuk itu, mereka hendaknya tidak melewatkan setiap kesempatan
yang ada untuk belajar Buddha Dhamma dengan sungguh-sungguh. Mereka hendaknya
mempunyai tekad yang membara untuk mempelajari Buddha Dhamma dari waktu ke
waktu. Mereka hendaknya mau mengadakan diskusi mengenai Buddha Dhamma pada
waktu-waktu tertentu. Mereka pun hendaknya mau mengajarkan Buddha Dhamma kepada
orang-orang yang belum mengerti. Dengan demikian, kebijaksanaan mereka akan
berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar