Kamis, 16 Februari 2012

ETOS KERJA BUDDHIS

ETOS KERJA BUDDHIS

         Etos kerja adalah suatu pandangan yang khas terhadap makna kerja pada suatu golongan atau masyarakat tertentu. Etos kerja yang benar bisa menimbulkan semangat kerja dalam suatu organisasi. Seseorang yang telah memiliki etos kerja yang baik secara otomatis sikap mentalnya dapat mendasari sikapnya dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Tentunya seseorang yang memiliki etos kerja yang baik akan mengerjakan pekerjaannya secara efektif dan efisien. Dalam mengerjakan suatu pekerjaan diperlukan juga etika kerja. Etika kerja merupakan norma-norma bagi tindakan dan perbuatan seseorang melakukan pekerjaan,
Jadi, etos kerja kerja buddhis adalah norma-norma untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan etika moral Pancasila Buddhis. Setiap organisasi baik perkumpulan, perusahaan maupun negara mempunyai kewajiban memegang etika dan moral universal yaitu etika moral Pancasila Buddhis yang sudah diterima dan dikembangkan oleh masyarakat internasional secara global yang biasannya disebut Global Ethics.
Yang dimaksud etika Pancasila Buddhis disini, yaitu :

1.    Menjahui Pembunuhan dan Penyiksaan
Dipandang dari nilai Buddhis yaitu menghargai bentuk kehidupan. Apabila diterapkan dalam dunia kerja, maka seseorang hendaknya tidak membunuh pesaing kerjanya dengan dalih apapun dan cara apapun. Namun ia harus memelihara persaingan yang sehat sehingga akan menjadi mitra kerja yang baik untuk mengetahui perkembangannya perusahaannya. Dalam bekerja seorang pengusaha hendaknya tidak menyiksa, membunuh, menculik, membunuh karakter orang lain, memecat (PHK) karyawan dengan semena-mena. Bila hal ini dilakukan, maka akan terjalin hubungan yang baik antara atasan dengan bawahan.

2.    Menjahui Tindak Pencurian
Dipandang dari nilai Buddhis yaitu meghargai milik orang lain. Dalam sebuah organisasi hendaknya tidak terjadi pencurian uang anggota organisasi (korupsi), bebas penyogokan, illegal logging ataupun menyembunyikan pajak dan sejenisnya karena apabila hal ini diterapkan akan membawa kemajuan dalam sebuah organisasi.

3.    Menjahui Tindak Seksual Asusila
Menurut nilai Buddhis  yaitu menghargai keutuhan rumah tangga dan martabat diri. Sebuah organisasi seharusnya mempunyai aturan tentang penghormatan terhadap gender (jenis kelamin) baik laki-laki maupun perempuan. Apabila aturan ini dilanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dan ini berlaku bagi semua lapisan organisasi baik atasan maupun bawahan. Dengan adanya aturan ini bawahan akan merasa terlindungi dan memiliki harga diri serta rasa aman yang pada akhirnya akan memberikan nilai tambah bagi organisasi tersebut.

4.    Menjahui Kebohongan, Gosip, Fitnah, dan Adu Domba
Menurut nilai Buddhis  yaitu memegang teguh yang benar bukan memegang teguh yang salah. Apabila dalam sebuah organisasi menginginkan kemajuan, maka suka atau tidak suka organisasi tersebut wajib menjalankan transparasi kepada semua anggota organisasi tersebut dengan harapan para anggota organisasi tersebut seia sekata dan bersatu padu menyokong serta mendukung tujuan dari organisasi itu. Suatu organisasi akan dipercaya oleh umum karena mereka selalu berbicara, bertindak benar tanpa adanya kebohongan, fitnah maupun adu domba.

5.    Menghindari Makanan Minuman yang Memabukkan
Dipandang dari nilai Buddhis yaitu menghargai kesehatan sebagai asset terbesar dalam organisasi. Sebuah organisasi hendaknya sering melakukan penyuluhan, pencegahan, dan penindakan agar semua anggota organisasi tidak melakukan hal tersebut. Apabila hal ini dilaksanakan kinerja anggota organisasi akan mendukung sasaran dari organisasi itu. Kesehatan yang buruk merupakan pemborosan dari anggota sebuah organisasi karena kompetensi apapun yang kita miliki tidak akan terwujud apabila kesehatan kita terganggu atau buruk.
Oleh karena itu, mengapa etos kerja dalam semua bentuk organisasi masyarakat tertentu sangat perlu melaksanakan etos kerja Buddhis. Karena etos kerja Buddhis sudah mencangkup semua aspek dan mempengaruhi perkembangan dari organisasi tersebut.
Dijelaskan juga oleh Buddha dalam Sigalo Vada Sutta bagaimana hubungan yang baik antara atasan dan karyawan, begitu pula sikap karyawan terhadap majikannya. Dalam Iddhipāda¹ dijelaskan pula tentang kondisi-kondisi yeng berguna untuk memungkinkan seseorang mencapai kesuksesan, yaitu :
1.    Chanda    : kepuasan dan kegembiraan dalam mengejakan hal yang sedang   .         dikerjakan
2.    Viriya    : semangat dalam mengerjakan sesuatu.
3.    Citta    : memperhatikan dengan penuh hati-hati tentang hal-hal yang sedang        
dikerjakan.
4.    Vimasa    : merenungkan dan menyelidiki alasan-alasan dalam hal yang sedang dikerjakan.
Apabila kondisi-kondisi ini dilaksanakan mereka dapat membawa pada tujuan terakhir yang berada di dalam kemapuannya. Dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan khususnya bagian Mata Pencaharian Benar (Sammā-ājīvā) menerangkan bahwa mata pencaharian dianggap benar apabila :
1.    Pencaharian yang tidak mengakibatkan pembunuhan.
2.    Pencaharian yang wajar.
3.    Pencaharian yang tidak berdasarkan penipuan.
4.    Pencaharian yang tidak berdasarkan ilmu rendah (black-magic).

Ada lima jenis perdagangan yang harus dihindari oleh seorang umat Buddha khususnya, yaitu:
1.    Berdagang senjata.
2.    Berdagang makhluk hidup termasuk manusia.
3.    Berdagang minuman keras.
4.    Berdagang racun.
5.    Berdagang daging.
Di dalam Dhammapada dijelaskan pula tentang etos kerja, yang berbunyi :
“Dengan usaha yang giat, penuh perhatian, berdisiplin, dengan pengendalian diri yang kuat, maka orang bijaksana membuat pulau yang tidak dapat dilanda oleh banjir”
(Dhammapada, 25)
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pada intinya etos kerja Buddhis lebih menekankan kebajikan moral seseorang agar apa yang dikerjakan dapat berjalan lancar. Mengingat pentingnya pelaksanaan etos kerja maka hendaknya seseoarang yang menginginkan hidupnya bahagia harus menerapkan etos kerja Buddhis dengan benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar