Di dalam tiga puluh satu alam kehidupan terdapat satu
kelompok alam yang disebut Kāma Bhūmi. Kāma Bhūmi adalah alam kehidupan yang
makhluk-makhluknya masih senang dengan nafsu indera dan terikat dengan panca
indera. Pada umumnya makhluk-makhluk yang berdiam di Kāma Bhūmi ini masih suka
menikmati kesenangan-kesenangan duniawi. Misalnya makhluk yang berdiam di
Manussa Bhūmi itu masih suka berpacaran dan melakukan hubungan sex. Namun,
mereka kadang-kadang kecewa bila hubungan cintanya putus di tengah jalan.
Mereka kadang-kadang sedih bila pesta usai, bila perjalanan ke tempat-tempat
rekreasi berakhir dan lain-lain. Dengan demikian, kesenangan-kesenangan duniawi
itu bersifat tidak kekal. Oleh sebab itu, makhluk-makhluk yang berdiam di Kāma Bhūmi
harus menyadari hakekat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya. Selanjutnya,
mereka harus berusaha mempraktekkan ajaran-ajaran Sang Buddha dalam
kehidupannya sehari-hari, agar mereka dapat terbebas dari kekecewaan,
ketidakpuasan, atau dukkha.
Dari
uraian di atas jelaslah bahwa di alam semesta ini terdapat juga makhluk-makhluk
yang masih memiliki nafsu indera. Mereka berdiam di Kāma Bhūmi. Kāma Bhūmi
terdiri atas sebelas alam kehidupan, yang dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu:
1.
Apāya Bhūmi atau Duggati Bhūmi.
2.
Kāmasugati Bhūmi.
Apāya Bhūmi atau Duggati Bhūmi
merupakan alam kehidupan yang menyedihkan. Dikatakan menyedihkan karena di alam
ini tidak terdapat kesenangan dan kebahagiaan. Makhluk-makhluk yang berdiam di
alam ini mengalami penderitaan yang berkepanjangan. Penderitaan itu bukan
merupakan hukuman atau siksaan dari Tuhan atau Sang Buddha, tetapi itu
merupakan akibat dari perbuatan jahat yang telah dilakukannya pada
kehidupan-kehidupan sebelumnya.
Apāya Bhūmi atau Duggati Bhūmi
terdiri atas empat alam kehidupan, yaitu:
1. Niraya
Bhūmi atau alam neraka.
2. Peta
Bhūmi atau alam setan.
3. Asurakāya
Bhūmi atau alam raksasa asura.
4. Tiracchāna
Bhūmi atau alam binatang.
Niraya Bhūmi
Di
dalam masyarakat, pernah ada orang berkata, “Setelah meninggal dunia, saya mau
ke neraka saja karena di sana
banyak bintang film yang cantik-cantik”. Tentu saja ini kata-kata bercanda.
Secantik-cantiknya bintang film, bila ia telah sampai di neraka, maka ia akan
berubah menjadi tidak cantik lagi. Keadaan makhluk neraka amat menyedihkan. Ada yang tubuhnya dibakar
oleh api yang berkobar, ditusuk oleh besi yang panas, dan sebagainya.
Akibatnya, wajah mereka berkerinyut menahan sakit, lidahnya terjulur keharusan,
mulutnya merintih-rintih mengeluarkan air liur, dan lain.
Di
dalam kitab-kitab agama Buddha, neraka disebut niraya. Niraya berasal dari kata
ni dan aya yang berarti ketidakbahagiaan. Jadi,
suatu alam di sebut Niraya Bhūmi atau alam neraka karena di alam ini tidak
terdapat kesenangan dan kebahagiaan. Makhluk-makhluk yang berdiam di alam ini
selalu mengalami penderitaan terus-menerus sebagai akibat karma buruknya.
Niraya
Bhūmi termasuk salah satu dari empat alam kehidupan yang menyedihkan (Apāya Bhūmi).
Niraya Bhūmi juga terbagi atas beberapa kelompok alam, di antaranya ada yang
disebut kelompok delapan Maha-Naraka atau neraka besar, yaitu: Sañjiva
neraka, Kālasutta Naraka, Saºghāta
Naraka, Roruva Naraka, Mahā Roruva Naraka, Tapāna Naraka, Mahātapāna Naraka, dan
Avici Naraka. Masing-masing neraka besar ini terbagi lagi, sehingga
seluruhnya terdapat seratus tiga puluh enam (136) neraka.
1. Sañjiva
berarti “hidup lagi dan hidup lagi”. Suatu alam disebut Sañjiva Naraka
karena makhluk yang hidup di alam ini akan merasakan penderitaan terus-menerus
selama hidupnya. Tubuh makhluk-makhluk yang terlahir di neraka ini akan
terpotong-potong menjadi kepingan-kepingan tiada putusnya, tetapi
makhluk-makhluk ini tidak mati. Mereka hidup lagi dan hidup lagi. Hal ini
disebabkan oleh kekuatan karma buruk mereka yang menyebabkan mereka harus
menderita dengan cara seperti ini. Dalam hal ini, kematian pun tidak dapat
melepaskan mereka dari siksaan tersebut. Sañjiva-naraka berada di utara
Kālasutta-naraka. Makhluk Sañjiva-naraka mempunyai usia panjang 500 tahun Naraka,
sama dengan 1.620.000.000.000 tahun manusia. Perbandingan waktu dengan alam
manusia, sehari-semalam Sañjiva-naraka sama dengan 9.000.000 tahun manusia.
2. Kālasutta berarti benang hitam.
Suatu alam disebut Kālasutta Naraka karena makhluk yang hidup di alam ini akan
merasakan penderitaan yang berupa tubuhnya dijelujuri oleh penyiksa dengan
benang hitam dan dipukuli dengan beliung. Kālasutta-naraka berada di selatan
Sañjiva-naraka dan di utara Sangāta-naraka. Makhluk
Kālasutta-naraka mempunyai usia panjang 1.000 tahun Neraka, sama dengan
12.960.000.000.000 tahun manusia. Perbandingan waktu dengan alam manusia,
sehari semalam Kālasutta-naraka sama dengan 36.000.000 tahun manusia.
3. Sanghāta
Naraka berarti neraka penghancur. Suatu alam disebut Saºghata
Naraka makhluk yang hidup di alam ini akan merasakan penderitaan yang berupa
dirinya dihancurkan oleh batu karang besar yang menyala-nyala yang datang dari
empat penjuru. Saºghāta-naraka berada di
selatan Kālasutta dan di utara Roruva-naraka. Makhluk Saºghāta-naraka
mempunyai usia panjang 2.000 tahun Neraka, sama dengan 103.680.000.000.000
tahun manusia. Perbandingan waktu dengan alam manusia, sehari semalam Saºghāta-naraka
sama dengan 145.000.000 tahun manusia.
4. Roruva Naraka berarti daerah tartarus.
Suatu alam disebut Roruva Naraka karena makhluk yang hidup di alam ini akan
merasakan penderitaan yang berupa tubuh mereka dibakar dari dalam oleh nyala
api dan asap melalui sembilan lubang seperti telinga, hidung, dan sebagainya.
Api itu membakar dalam tubuh mereka yang dapat diumpamakan seperti daerah
tartarus. Hal ini mengakibatkan penderitaan yang amat parah bagi mereka,
sehingga mereka menangis tiada henti-hentinya. Roruva-naraka berada di selatan
Saºghāta-naraka
dan di utara Mahāroruva-naraka. Roruva-naraka mempunyai usia panjang 4.000
tahun Neraka, sama dengan 829.440.000.000.000 tahun manusia. Perbandingan waktu
dengan alam manusia, sehari semalam Roruva-naraka sama dengan 576.000.000 tahun
manusia.
5.
Mahāroruva berarti roruva besar. Suatu
alam disebut Mahāroruva Naraka karena makhluk yang hidup di alam ini akan
merasakan penderitaan yang berupa tubuhnya dipanggang dalam nyala api yang
besar sekali dan dalam penderitaan itu mereka pun menangis tiada henti-hentinya.
Mahāroruva-naraka di selatan Roruva-naraka dan di utara Tapāna-naraka. Mahāroruva-naraka
mempunyai usia panjang 8.000 tahun Neraka, sama dengan 6.635.520.000.000.000
tahun manusia. Perbandingan waktu dengan alam manusia, sehari semalam Mahāroruva-naraka
sama dengan 2.305.000.000 tahun manusia.
6.
Tapāna berarti pembakar. Suatu alam
disebut Tapāna Naraka karena makhluk yang hidup di alam ini akan merasakan
penderitaan yang berupa tubuhnya diikat pada batang besi panas yang menyala
yang ditanam pada lantai yang menyala pula. Mereka terikat erat dan tidak dapat
bergerak. Tapāna-naraka berada di selatan Mahāroruva-naraka dan di utara
Mahātapāna-naraka. Tapāna-naraka mempunyai usia 16.000 tahun Neraka, sama
dengan 53.084.160.000.000.000 tahun manusia. Perbandingan waktu dengan alam
manusia, sehari semalam Tapāna-naraka sama dengan 9.216.000.000 tahun manusia.
7.
Mahātapāna berarti pembakaran yang hebat.
Suatu alam disebut Mahātapāna Naraka karena makhluk yang hidup di alam ini akan
merasakan penderitaan yang berupa tubuhnya dipukul secara paksa dengan senjata
otomatis yang bekerja sendiri dan menyala-nyala untuk mendaki gunung yang
diliputi oleh api. Api itu menyerang tubuh mereka dengan kuat sehingga mereka
terjatuh ke bawah lagi. Kemudian, mereka diikat lagi pada batang besi menyala
dan tidak dapat bergerak. Mereka amat menderita dengan keadaan seperti itu.
Mahātapāna-naraka berada di selatan Tapāna-naraka dan di utara Avici-naraka.
Mahātapāna-naraka mempunyai usia panjang tidak terhitung, kira-kira satu Kalpa.
Perbandingan waktu dengan alam manusia, sehari semalam Mahātapāna-naraka tidak
terhitung dengan tahun manusia.
8.
Avici berarti tanpa penghentian. Suatu
alam disebut Avici Naraka karena makhluk yang hidup di alam ini akan merasakan
penderitaan yang berupa tubuhnya diserang oleh api dari sisi yang satu dan sisi
lainnya secara bergantian tiada hentinya. Avici Naraka merupakan naraka
terbawah dan terbesar. Avici-naraka berada di selatan Mahātapāna-naraka.
Avici-naraka mempunyai usia panjang tidak terhitung. Perbandingan waktu dengan
alam manusia, sehari semalam Avici-naraka tidak terhitung dengan tahun manusia.
Makhluk-makhluk
dapat terlahir di alam neraka avici karena mereka telah melakukan lima perbuatan durhaka
(akusala garuka kamma) pada kehidupan sebelumnya. Lima perbuatan durhaka tersebut adalah:
1.
Membunuh ibu kandung.
2.
Membunuh ayah kandung.
3.
Membunuh arahat (orang suci tingkat tertinggi)
4.
Melukai Sang Buddha.
5.
Memecah belah Sangha.
Devadatta yang merupakan
siswa Sang Buddha yang durhaka telah melakukan dua dari lima perbuatan durhaka, yaitu melukai Sang
Buddha dan memecah belah Sangha. Akibatnya ia bertumimbal lahir di alam neraka
avici ini. ia hidup di alam neraka avici ini selama seratus ribu kappa
Makhluk-makhluk
dapat bertumimbal lahir di alam neraka karena mereka telah melakukan
perbuatan-perbuatan yang penuh dengan dosa atau kebencian pada kehidupannya
yang lampau. Ada
pernyataan dalam bahasa Pāli sebagai berikut, Dosena hi candajatataya
dosasadisa×
niraya×
uppajjanti”, yang berarti: Semua makhluk dilahir di alam neraka dengan kekuatan
dosa.
Di
dalam kitab suci, Sang Buddha menguraikan secara terperinci mengenai delapan
jenis perbuatan jahat yang dapat mengakibatkan kelahiran di alam neraka, yaitu:
1. Suka mencelakakan atau membunuh bhikkhu, samanera, dan
umat Buddha yang taat pada agama. Orang yang bekerja sebagai algojo juga dapat
terlahir di alam neraka ini.
2.
Suka memeras, menganiaya, dan membunuh makhluk hidup
dengan kekuatan yang dimilikinya.
3.
Suka korupsi, mencari keuntungan berupa uang yang
bertentangan dengan kebenaran, menyelewengkan uang penyebaran agama untuk
kepentingan pribadi, menyelewengkan ajaran agama, mencuri harta benda kepunyaan
orang tua, guru, sangha, dan lain-lain.
4.
Membakar kota ,
rumah, tempat ibadah, rumah sakit, kantor, dan merusak candi-candi dengan
sengaja.
5.
Mempunyai pandangan salah, seperti anti agama, tidak
percaya pada hukum karma, tumimbal lahir, dan kebenaran lainnya.
6. Melakukan lima
perbuatan durhaka (akusala garuka kamma), yaitu membunuh orang tua dan arahat
(orang suci tingkat tertinggi), melukai Sang Buddha, dan memecah belah Sangha.
7. Menggugurkan kandungan. Wanita yang menggugurkan
kandungannya, walaupun ia baru mengandung sebulan, akan terjatuh di alam neraka
karena dengan menggugurkan kandungan, ia telah melakukan pembunuhan terhadap
makhluk yang ada di dalam rahimnya. Namun, orang yang melaksanakan KB tidak
berarti menggugurkan kandungan, sehingga ia belum tentu akan dilahirkan di alam
neraka setelah kematiannya.
8.
Suka berzina, suka mengadakan hubungan sex dengan suami
atau istri orang lain, suka memecah belah kerukunan hubungan suami dan istri
orang lain, atau merebut suami atau istri orang lain untuk dijadikan teman
hidup.
Perbuatan-perbuatan jahat
di atas dapat mengakibatkan kelahiran di alam-alam neraka. Sang Buddha menjelaskan
pembagian perbuatan jahat dalam alam neraka sebagai berikut:
1. Perbuatan
membunuh manusia dapat mengakibatkan pelakunya terlahir kembali di Sañjiva
Naraka
2. Perbuatan
membunuh binatang dapat mengakibatkan pelakunya terlahir kembali di Saºghāta
Naraka atau Roruva Naraka.
3. Perbuatan
mencuri dapat mengakibatkan pelakunya terlahir kembali di Mahāroruva Naraka.
4. Perbuatan
membakar kota
dapat mengakibatkan pelakunya terlahir kembali di Tapāna Naraka.
5. Mempunyai
pandangan salah dapat mengakibatkan pemiliknya terlahir kembali di Mahātapāna
Naraka.
6. Melakukan
lima perbuatan
durhaka (akusala garuka kamma) dapat mengakibatkan pelakunya terlahir kembali
di Avici Naraka.
Makhluk-makhluk yang terlahir di
alam neraka amat menderita. Mereka tidak mempunyai waktu untuk bermimpi dan
memuaskan nafsu sexnya. Namun, neraka bukan merupakan akhir dari segalanya.
Makhluk-makhluk di sana
tidak akan tersiksa terus selamanya tanpa daya dan tanpa harapan. Mereka hidup
di sana hanya
untuk waktu tertentu. Jika karma buruk untuk hidup di sana telah habis, maka mereka akan meninggal
dari alam neraka untuk bertumimbal lahir lagi di alam-alam lain sesuai dengan
karmanya. Jadi, pada suatu waktu makhluk-makhluk penghuni neraka itu akan dapat
bertumimbal lahir lagi di alam-alam lain, untuk menjalankan perjalanan hidup
dalam lingkaran tumimbal lahir, sampai akhirnya mencapai Nibbāna.
Peta Bhūmi
Peta
berarti setan. Suatu alam di sebut Peta Bhūmi atau alam setan karena makhluk
yang berdiam di alam ini jauh dari kesenangan dan kebahagiaan. Mereka tergolong
sebagai makhluk yang sengsara dan celaka. Mereka mempunyai bentuk jasmani
tersendiri dengan rūpa yang buruk dan dengan berbagai macam ukuran besar dan
tinggi.
Makhluk-makhluk
setan dapat bertumimbal lahir di alam setan (Peta Bhūmi) karena mereka telah
melakukan perbuatan-perbuatan yang penuh dengan lobha atau keserakahan pada
kehidupannya yang lampau. Ada
pernyataan dalam bahasa Pāli sebagai berikut, “Yebhuyyayena hi satta
tanhayapettivisaya× uppajjanti”, yang berarti:
Semua makhluk dilahirkan di alam setan dengan kekuatan lobha.
Makhluk setan ini terbagi dalam
beberapa kelompok, di antanya terdapat kelompok-kelompok setan yang disebut
Empata Peta, Dua belas Peta, Dua puluh satu Peta.
Dalam kitab Petavatthu Atthakatha
dijelaskan adanya empat jenis peta atau setan sebagai berikut:
1. Paradattupajivika Peta, atau setan yang memelihara
hidupnya dengan memakan makanan yang disuguhkan orang dalam upacara sembahyang.
2.
Khupapipāsika Peta, atau setan yang selalu lapar dan
haus.
3.
Nijjhāmatanhika Peta, atau setan yang selalu kelaparan.
4.
Kālakañcika Peta, atau setan yang sejenis asura atau
nama asura yang menjadi setan.
Dari keempat jenis Peta
atau setan ini, Paradattupajivika Peta yang dapat menerima dan dapat makan
makanan yang disajikan orang dalam upacara sembahyang. Tiga Peta atau setan
lainnya tidak dapat menerima makanan yang disajikan orang dalam upacara
sembahyang. Jika para Bodhisatva terlahir menjadi setan, maka ia akan menjadi
setan jenis Paradattupajivika Peta, dan tidak akan menjadi peta atau setan
lainnya.
Dalam
kitab Gambhilokapaññatti dijelaskan adanya dua belas jenis peta atau setan
sebagai berikut:
1.
Vantāsa Peta, atau setan yang memakan air ludah, dahak,
dan muntahan.
2.
Kunapasa Peta, atau setan yang makan mayat manusia dan
binatang.
3.
Gūthakhādaka Peta, atau setan yang memakan berbagai
macam kotoran.
4.
Aggijālamukha Peta, atau setan yang mulutnya selalu ada
api.
5.
Sucimuja Peta, atau setan yang mulutnya sekecil lubang
jarum.
6.
Taºhāttika Peta, atau setan
yang dikendalikan oleh tanha atau nafsu sehingga selalu lapar dan haus.
7.
Sunijjhāmaka Peta, atau setan yang bertubuh hitam
seperti arang.
8.
Suttanga Peta, atau setan yang mempunyai kuku tangan
dan kaki yang panjang setajam pisau.
9.
Pabbatang Peta, atau setan yang bertubuh setinggi
gunung.
10. Ajagaranga
Peta, atau setan yang bertubuh seperti ular.
11. Vemānika
Peta, atau setan yang menderita waktu siang dan senang di waktu malam dalam
khayangan.
12. Mahadadhika
Peta, atau setan yang mempunyai kekuatan ilmu gaib. Ilmu gaib setan ini tidak
sama dengan abhiñña atau kemampuan batin. Setan jenis inilah yang sering masuk
ke tubuh manusia yang kesurupan.
Dalam kita suci Vinaya dan
lakkhanasamyutta dijelaskan adanya dua puluh satu jenis peta atau setan sebagai
berikut:
1.
Atthisankhasika Peta, atau setan yang mempunyai tulang
bersambung tetapi tidak mempunyai daging.
2.
Mansapesika Peta, atau setan yang mempunyai daging
terpecah-pecah tetapi tidak mempunyai tulang.
3.
Mansapinada Peta, atau setan yang mempunyai daging
berkeping-keping.
4.
Nicachaviparisa Peta, atau setan yang tidak mempunyai
kulit.
5.
Asiloma Peta, atau setan yang berbulu tajam.
6.
Sattiloma Peta, atau setan yang berbulu seperti tombak.
7.
Usuloma Peta, atau setan yang berbulu panjang seperti
anak panah.
8.
Suciloma peta, atau setan yang berbulu seperti jarum.
9.
Dutiyasuciloma Peta, atau setan yang berbulu jarum
jenis kedua.
10. Kumabhanda
Peta, atau setan yang mempunyai buah kemaluan sangat besar.
11. Guthakupanimugga
Peta, setan yang gelomangan dengan kotoran.
12. Gūthakhādaka
Peta, atau setan yang memakan kotoran.
13. Nicachavitaka
Peta, atau setan perempuan yang tidak memiliki kulit.
14. Dugagandha
Peta, atau setan yang berbau sangat busuk.
15. Ogilini
Peta, atau setan yang badannya seperti bara api.
16. Asisa
Peta, atau setan yang tidak mempunyai kepala.
17. Bhikkhu
Peta, atau setan yang berbadan seperti bhikkhu.
18. Bhikkhuni
Peta, atau setan yang berbadan seperti bhikkhuni.
19. Sikkhamana
Peta, atau setan yang berbadan seperti pelajar wanita atau calon bhikkhuni.
20. Samanera
Peta, atau setan yang berbadan seperti samanera.
21. Samaneri
Peta, atau setan yang berbadan seperti samaneri.
Dari uraian di atas
nyatalah bahwa ada satu jenis setan yang disebut Bhikkhu Peta. Makhluk ini
dapat terlahir dalam keadaan seperti ini karena pada kehidupan sebelumnya,
ketika ia masih hidup di alam manusia sebagai bhikkhu, ia tidak taat pada
Dhamma (ajaran Sang Buddha) dan Vinaya (peraturan kebhikkhuan). Ia sering
melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan Dhamma dan Vinaya.
Makhluk peta ini ada kalanya berdiam di bawah-bawah pohon atau di tempat-tempat
lain, dalam bentuk menyerupai bhikkhu.
Asurakāya Bhūmi
Asurakāya berarti raksasa asura. Suatu alam disebut Asurakāya Bhūmi atau alam raksasa, karena makhluk yang berdiam di alam ini jauh dari kemuliaan, kebebasan dan kesenangan. Asurakāya Bhūmi merupakan salah satu alam dari Apāya Bhūmi. Jadi, makhluk raksasa asura berdiam di alam Apāya Bhūmi.
Makhluk-makhluk
dapat bertumimbal lahir di alam raksasa asura karena mereka telah melakukan
perbuatan-perbuatan yang penuh lobha atau keserakahan pada
kehidupan-kehidupannya yang lampau. Makhluk raksasa asura ini mempunyai badan
jasmani yang berukuran tinggi dan besar.
Makhluk Raksasa Asura dapat dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu:
1.
Deva Asura, atau kelompok dewa yang disebut asura.
2.
Peta Asura, atau kelompok setan yang disebut asura.
3.
Niraya Asura, atau kelompok makhluk neraka yang disebut
asura.
Kelompok dewa yang disebut
Asura atau Deva Asura itu terdiri atas enam jenis, yaitu:
1.
Vepacitti Asura.
2.
Subali Asura.
3.
Rahu Asura.
4.
Pahara Asura.
5.
Sambarati Asura.
6.
Vinipatika Asura.
Dari
keenam jenis Deva Asura tersebut, jenis pertama sampai jenis kelima, yaitu
Vepacitti Asura, Subali Asura, Rahu Asura, Pahara Asura, dam Sambarati Asura
disebut Asura karena tempat tinggalnya di Apāya Bhūmi, jauh dari alam Dewa Tāvatimsa.
Deva Asura jenis keenam, yaitu Vinipatika Asura, termasuk makhluk Asura karena
ukuran badan jasmani dan tenaganya lebih kecil dari Dewa Tāvatimsa. Makhluk
Deva Asura ini bertempat tinggal di hutan, gunung, pohon, rumah, cetiya, vihara
dan lain-lain.
Tiracchāna Bhūmi
Tiracchāna
berarti bintang. Suatu alam disebut Tiracchāna Bhūmi atau alam binatang, karena
makhluk yang berdiam di alam ini tidak mempunyai tempat yang khusus.
Makhluk-makhluk binatang dapat
bertumimbal lahir di alam binatang (Tiracchāna Bhūmi) karena mereka telah
melakukan perbuatan-perbuatan yang berdasarkan moha atau kebodohan pada
kehidupannya yang lampau. Ada
pernyataan dalam bahasa Pāli sebagai berikut, Mohena hi niccasammulaha×
tiracchanayoniya× upajjanti”, yang berati:
Semua makhluk dilahirkan di alam bintang dengan kekuatan moha.
Ditinjau dari penglihatan mata,
makhluk binatang dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu:
1.
Kelompok makhluk binatang yang dapat dilihat oleh mata
biasa, seperti rusa, kera, gajah, dan lain-lain yang terdapat di kebun binatang
dan di tempat-tempat lain.
2. Kelompok makhluk-makhluk binatang yang tidak dapat
dilihat dengan mata biasa karena binatang tersebut berbadan halus.
Ditinjau dari kakinya, makhluk binatang
dapat dibagi atas empat kelompok, yaitu:
1. Apadatitiracchāna, atau kelompok makhluk binatang yang
tidak mempunyai kaki, seperti ular, ikan, cacing dan lain-lain.
2. Dvipadatiracchāna, atau kelompok makhluk binatang yang
mempunyai dua kaki, seperti ayam, itik, angsa, burung, dan lain-lain.
3. Catupadatiracchāna, atau kelompok makhluk binatang yang
mempunyai empat kaki, seperti kuda, kerbau, kambing, rusa, harimau, anjing,
kucing, kelinci, kadal dan lain-lain.
4.
Bahuppadatiracchāna, atau kelompok makhluk binatang
yang mempunyai banyak kaki, seperti ulat bulu, lipan, kalajengking, kepiting,
laba-laba, dan lain-lain
Kāmasugati Bhūmi
Kāmasugati
Bhūmi merupakan alam kehidupan nafsu yang menyenangkan. Kāmasugati Bhūmi
terdiri atas tujuh alam kehidupan, dan dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu:
- Manussa Bhūmi atau alam manusia, yang terdiri atas satu alam.
- Deva Bhūmi atau alam dewa, yang terdiri atas enam alam.
Manussa Bhūmi
Manussa berartimanusia. Suatu alam
disebut Manussa Bhūmi atau alam manusia karena makhluk yang disebut manusia ini
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, yang berguna dan yang tidak
berguna, yang berfaedah dan yang tidak berfaedah, dan lain-lain.
Makhluk-makhluk
dapat bertumimbal lahir di alam manusia karena pada kehidupannya yang lampau,
mereka taat terhadap Pancasila Buddhis dan sepuluh Kusala Kammapatha atau
sepuluh macam perbuatan baik. Sepuluh Kusala Kammapatha itu dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu Kayasucarita, Vacisucarita, dan Manosucarita.
Kayasucarita
(kusala kaya kamma) berarti perbuatan baik yang dilakukan melalui badan
jasmani. Kayasucarita terdiri atas tiga jenis, yaitu:
1.
Panatipata veramani, yang berarti menghindari membunuh.
2.
Adinnadana veramani, yang berarti menghindari mencuri.
3.
Kamesumicchacara veramani, yang berarti menghindari
berzinah.
Vacisucarita (kusala vaci kamma) berarti perbuatan
baik yang dilakukan melalui ucapan. Vacisucarita terdiri atas empat jenis,
yaitu:
1.
Musavada veramani, yang berarti menghindari berdusta.
2.
Pisunaya vacaya veramani, yang berarti menghindari
mencuri.
3.
Pharusaya vacaya veramani, yang berarti menghindari
bicara kasar.
4.
Samphappalapa veramani, yang berarti menghindari bicara
hal-hal yang tidak perlu atau omong kosong.
Manosucarita (kusala mano kamma) berarti perbuatan
baik yang dilakukan melalui pikiran. Manosucarita terdiri atas tiga jenis,
yaitu:
1.
Anabhijjha, yang berarti tidak mempunyai nafsu serakah.
2.
Abyapada, yang berarti tidak mempunyai dendam atau
kemauan jahat.
3.
Samma Ditthi, yang berarti berpandangan benar
Deva Bhūmi.
Deva
Bhūmi terdiri atas enam alam, yaitu:
1.
Cacummaharajika Bhūmi atau alam empat raja dewa.
2.
Tāvatimsa Bhūmi atau alam tiga puluh tiga dewa.
3.
Yāmā Bhūmi atau alam Dewa Yāmā.
4.
Tusitā Bhūmi atau alam kenikmatan.
5.
Nimmānarati Bhūmi atau alam dewa yang menikmati
ciptaannya.
6.
Paranimmitavasavatti Bhūmi atau alam dewa yang membantu
menyempurnakan ciptaan dari dewa-dewa lainnya.
Deva Bhūmi inilah yang disebut surga dalam agama
lain. Namun, kehidupan di alam surga ini bukanlah kehidupan yang kekal menurut
agama Buddha. Sebab masih akan ada kehidupan lain setelah kehidupan di alam
surga ini berakhir. Makhluk-makhluk yang berdiam di alam surga ini masih dapat
terlahir kembali di alam yang lebih rendah kalau karma mengharuskan demikian.
Makhluk-makhluk ini juga tidak terlepas dari rantai derita dan samsara
(lingkaran kelahiran dan kematian).
Makhluk-makhluk
yang berdiam di alam-alam dewa ini lahir secara spontan dan langsung membesar.
Mereka yang terlahir secara spontan di pangkuan dewa dianggap sebagai anak
dewa. Mereka yang terlahir secara spontan dalam daerah di kediamannya itu
dianggap sebagai pelayan dewa. Demikian seterusnya. Jadi makhluk-makhluk dewa
ini lahir tidak melalui kandungan, sehingga mereka tidak mengalami masa bayi
dan anak-anak. Mereka pun tidak mengalami masa tua. Mereka selalu kelihatan
muda terus.
Penampakan
dewi akan tetap merupakan penampakan seorang gadis berumur enam belas tahun
sepanjang hidupnya, sedangkan seorang dewa mempunyai penampakan seorang pemuda
berumur dua puluh tahun. Dewa tidak mengenal ketuaan dalam arti rontoknya gigi
atau memutihnya rambut. Hanya pada saat-saat terakhir menjelang kematiannya,
tubuhnya yang semula bersinar akan kehilangan cahayanya, merasa lemah dan
lelah. Demikian pula dengan tempat kediaman yang semula gelang-gemilang terbuat
dari kristal. Sinar gemerlap, akan melenyap tanpa sisa bagaikan sebuah kamper
yang terbakar.
Untuk dapat
terlahir di alam dewa atau alam surga, manusia itu harus berbuat kebaikan
sebanyak-banyaknya. Sekurang-kurangnya mereka harus sering berdana,
melaksanakan sila, mengendalikan indriyanya, memiliki hiri (rasa malu untuk
berbuat jahat) dan ottappa (rasa takut akan akibat perbuatan jahat), suka
mendengarkan Dhamma, belajar Dhamma, mengajar Dhamma, belajar di jalan
kesucian, membangun vihara, membangun rumah sakit Buddhis, membangun sekolah
Buddhis, dan sebagainya.
Bila seorang
ibu mempunyai keinginan untuk mempunyai putra berasal dari alam dewa, maka ibu
itu harus memiliki empat sifat mulia. Pertama, seorang ibu harus bijaksana
(Medhavini), karena seorang anak yang baik tidak dapat tertarik oleh seorang
ibu yang bodoh dan dungu. Kedua, sang ibu harus memiliki sifat-sifat bajik
(Silavati). Ketiga, seorang ibu harus memperlakukan keluarga (dari pihak suami)
dengan baik (Sasu dewa). Lalu, keempat, sang ibu harus setia dan puas dengan
seorang suami (Patibatta). Dengan demikian, pada wanita dengan empat sifat
mulia tersebut akan terlahir anak-anak yang baik dan pandai (Sura-konti) dari
alam surga. Anak-anak yang baik ini merupakan keberkahan bagi orang tuanya dan
negara tempat mereka dilahirkan.
Cātummahārajika Bhūmi
Cātummahārajika berarti empat raja
dewa. Suatu alam disebut Cātummahārajika Bhūmi atau alam empat raja dewa,
karena di alam ini berdiam empat raja dewa yang merupakan penjaga empat Penjuru
Dunia. Empat raja dewa itu bernama Dāvadhatarattha, Dāvavirulaka, Dāvavirupakkha,
dan Dāvakuvera. Cātummahārajika Bhūmi ini merupakan alam dewa tingkat paling
rendah di antara alam-alam dewa lainnya. Jika makhluk dewa Cātummahārajika ini
melakukan hubungan sex, maka hubungan sexnya itu sama yang dilakukan oleh
manusia.
1.
Bhumamattha Devata, adalah para dewa yang berdiam di
atas tanah, seperti di gunung, sungai, laut, rumah, cetiya, vihara, dan
lain-lain.
2.
Rukakhattha Devata, adalah para deva yang berdiam di
atas pohon. Dewa ini terbagi atas dua kelompok, yaitu kelompok dewa yang
mempunyai kahyangan di atas pohon dan kelompok dewa yang tidak mempunyai
kahyangan di atas pohon.
3.
Ākāsattha Devata, adalah para dewa yang berdiam di
angkasa, seperti di bulan, bintang, dan planet lain.
Jangka waktu
kehidupan di alam dewa Cātummahārajika ini adalah lima ratus tahun dewa, atau yang dalam
perhitungan tahun manusia sama dengan sembilan juta tahun. Di dalam kitab suci
dijelaskan bahwa jangka waktu lima
puluh tahun di alam manusia sama dengan
satu hari satu malam di alam dewa Cātummahārajika. Jangka waktu hidup
makhluk dewa Cātummahārajika ini sesungguhnya paling pendek di antara dewa-dewa
lainnya. Kehidupan makhluk dewa Cātummahārajika ini juga sesungguhnya paling
tidak menyenangkan di antara dewa-dewa lainnya. Makhluk-makhluk dapat bertumimbal lahir di Cātummahārajika Bhūmi
ini karena pada kehidupannya yang lampau, mereka taat melaksanakan Pancasila
Buddhis dan melakukan perbuatan-perbuatan baik, tetapi disertai dengan pamrih.
Oleh sebab itu, setiap umat Buddha seyogyanya melakukan perbuatan-perbuatan
baik dengan hati yang tulus ikhlas (tanpa pamrih)
Tāvatimsa Bhūmi
Tāvatimsa
berarti tiga puluh tiga dewa. Suatu alam disebut Tāvatimsa Bhūmi atau alam tiga
puluh tiga dewa, karena pada awalnya di alam ini berdiam tiga puluh tiga dewa
yang pada kehidupan sebelumnya, mereka adalah sekelompok pria yang berjumlah
tiga puluh tiga orang yang selalu bekerja sama dalam berbuat kebaikan, seperti
bersama-sama membantu fakir miskin, bersama-bersama membangun vihara, dan
lain-lain.
Makhluk-makhluk
dapat bertumimbal lahir di Tāvatimsa Bhūmi ini karena mereka taat melaksakan
Pancasila Buddhis dan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang sangat banyak
pada kehidupannya yang lampau. Jika makhluk dewa Tāvatimsa ini melakukan
hubungan sex, maka hubungan sexnya itu
sama seperti yang dilakukan oleh manusia. Dewa Indra yang dalam agama Buddha
disebut Dewa Sakka itu merupakan raja dewa dalam alam dewa Tāvatimsa ini. Raja
Dewa Indra atau Dewa Sakka ini juga menguasai alam dewa Cātummahārajika.
Dalam
kitab suci terdapat sebuah kisah nyata tentang seorang dewa yang hidup di Surga
Tāvatimsa bersama dengan seribu dewi. Pada suatu pagi, ketika salah seorang
dewinya sedang berada di sebuah cabang pohon untuk memetik bunga, tiba-tiba
tubuhnya menghilang. Ternyata dewi itu meninggal dari Surga Tāvatimsa dan
bertumimbal lahir di alam manusia, di India, di kota Savatthi, sebagai seorang wanita pada
sebuah keluarga yang berkasta tinggi. Ia memiliki kemampuan untuk mengingat
kembali kehidupannya yang lampau. Ia masih mengingat suaminya yang dahulu,
seorang dewa di Surga Tāvatimsa, dan sering memberikan persembahan kepadanya
disertai doa agar pada suatu waktu dapat berkumpul kembali dengan suaminya itu.
Sesuai
dengan tradisi di India
pada waktu itu, ia menikah pada usia enam belas tahun. Kemudian, ia melahirkan
empat orang anak. Ia merawat anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan
mendidiknya agar menjadi manusia yang bermoral baik. Ia berusaha melakukan
kewajibannya dengan baik. Namun, ia tidak dapat melupakan suaminya yang dahulu.
Ia sering memberikan persembahan dan berbicara tentang suaminya yang dahulu
walaupun sebenarnya suaminya itu berada di surga.
Pada
suatu waktu, setelah ia hidup di dunia ini selama seratus tahun, ia sakit dan
meninggal dunia. Kemudian, ia bertumimbal lahir di hadapan suaminya yang dahulu
di surga. Lalu, dewa suaminya itu berkata kepada dewi istrinya, “Kami tidak
melihatmu sejak kemarin pagi. Di mana saja kamu berada?”
“Saya terjatuh dari kehidupan
ini, Tuanku,” jawab istrinya.
“Apa? Apakah engkau
bersungguh-sungguh?”
“Benar, Tuanku.”
“Di mana kamu terlahir?”
“Di Savatthi, pada sebuah
keluarga berkasta tinggi.”
“Berapa lama kamu hidup di sana ?”
“Seratus tahun. Mula-mula saya
berada dalam rahim ibu selama sembilan bulan sepuluh hari. Setelah itu, saya
lahir. Kemudian, pada usia enam belas tahun, saya menikah dan mempunyai empat
orang anak. Saya suka berdana dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Kina,
saya terlahir kembali di alam dewa.”
“Pada umumnya, berapa lama jangka
waktu kehidupan manusia itu?”
“Sekitar seratus tahun.”
“Demikian?”
“Ya, Tuanku.”
“Jika kehidupan manusia begitu
singkat, apakah manusia melewati waktunya dengan terlena dan seenaknya saja
ataukah mereka berdana dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa?”
“Pada umumnya, mereka selalu
seenaknya; mereka menganggap bahwa mereka tidak akan tua dan mati.”
Mendengar
jawaban istrinya yang demikian itu, sang dewa menjadi berang dan berkata,
“Betapa bodohnya manusia. Mereka dilahirkan hanya untuk kehidupan seratus
tahun, tetapi masih juga seenaknya, bermasa bodoh dan terlena sepanjang waktu.
Jika demikian, kapan mereka akan terbebas dari penderitaan?”
Demikian
kisahnya. Tampak betapa berbeda perhitungan waktu di alam surga dengan di alam
manusia. Jangka waktu puluhan tahun hidup sebagai manusia ternyata lamanya
kurang dari satu hari di alam surga. Tepatnya, jangka waktu seratus tahun di
alam manusia sama dengan satu hari satu
malam di alam surga Tāvatimsa. Di dalam kitab suci dijelaskan bahwa jangka
waktu kehidupan di surga Tāvatimsa adalah seribu tahun surgawi, atau yang dalam
perhitungan tahun manusia sama dengan tiga puluh enam juta tahun. Jangka waktu
kehidupan di Surga Tāvatimsa ini sama dengan empat kali jangka waktu kehidupan
di alam dewa Cātummahārajika.
Yāmā Bhūmi
Suatu
alam disebut Yāmā Bhūmi atau alam dewa Yāmā, karena para dewa yang berdiam di
alam ini terbebas dari kesulitan. Para dewa
yang berdiam di alam ini selalu hidup dalam kesenangan. Jika makhluk dewa Yāmā
ini melakukan hubungan sex, maka hubungannya itu hanya melalui sentuhan dan
ciuman.
Makhluk-makhluk
dapat bertumimbal lahir di Yāmā Bhūmi ini karena mereka taat melaksanakan
Pancasila Buddhis dan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang sangat banyak
pada kehidupannya yang lampau. Jangka waktu kehidupan di alam dewa Yāmā adalah
dua ribu tahun surgawi, atau yang dalam perhitungan tahun manusia sama dengan
seratus empat puluh empat juta tahun. Jangka waktu kehidupan di alam dewa Yāmā
ini sama dengan empat kali jangka waktu kehidupan di alam dewa Tāvatimsa. Di
dalam dijelaskan bahwa jangka waktu dua ratus tahun di alam manusia sama dengan
satu hari satu malam di alam dewa Yāmā.
Tusitā Bhūmi
Suatu alam disebut Tusitā Bhūmi atau
alam kenikmatan, karena para dewa yang berdiam di alam ini terbebas dari
kepanasan hati; yang ada hanya kesenangan dan kenikmatan. Jika makhluk dewa Tusitā
ini melakukan hubungan sex, maka hubungannya itu hanya melalui sentuhan tangan.
Makhluk-makhluk
dapat bertumimbal lahir di Tusitā Bhūmi ini karena mereka taat melaksanakan
Pancasila Buddhis dan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang sangat banyak
pada kehidupannya yang lampau. Jangka waktu kehidupan di alam dewa Tusitā
adalah empat ribu tahun surgawi, atau yang dalam perhitungan tahun manusia sama
dengan lima
ratus tujuh puluh enam juta tahun. Jangka waktu kehidupan di alam dewa Tusitā
ini sama dengan empat kali jangka waktu kehidupan di alam dewa Yāmā. Di dalam
kitab suci dijelaskan bahwa jangka waktu empat ratus tahun di alam manusia sama
dengan satu hari satu malam di alam dewa Tusitā.
Nimmānarati Bhūmi
Suatu
alam disebut Nimmānarati Bhūmi atau alam dewa yang menikmati ciptaannya, karena
para dewa yang diam di alam ini menikmati kesenangan panca indriya hasil
ciptaannya. Jika makhluk dewa Nimmānarati ini melakukan hubungan sex, maka
hubungannya itu hanya melalui melihat dan tersenyum.
Makhluk-makhluk
dapat bertumimbal lahir di Nimmānarati Bhūmi ini karena taat melaksanakan
Pancasila Buddhis dan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang sangat banyak
pada kehidupannya yang lampau. Jangka waktu kehidupan di alam dewa Nimmānarati
adalah delapan ribu tahun surgawi, atau yang dalam perhitungan tahun manusia
sama dengan dua ribu tiga ratus empat juta tahun. Jangka waktu kehidupan di Nimmānarati
Bhūmi ini sama dengan empat kali jangka waktu kehidupan di alam dewa Tusitā. Di
dalam kitab suci dijelaskan bahwa jangka waktu delapan ratus tahun di alam
manusia sama dengan satu hari satu malam di alam dewa Nimmānarati.
Paranimmitavasavatti Bhūmi
Suatu alam disebut
Paranimmitavasavatti Bhūmi atau alam dewa yang membantu menyempurnakan ciptaan
dewa-dewa lainnya, karena para dewa yang berdiam di alam ini di samping
menikmati kesenangan panca indria, juga mampu membantu menyempurnakan ciptaan
dewa-dewa lain. Jika makhluk dewa Paranimmitavasavatti ini melakukan hubungan
sex, maka hubungan itu hanya melalui pandangan mata.
Makhluk-makhluk
dapat bertumimbal lahir di Paranimmitavasavatti Bhūmi ini karena mereka taat
melaksanakan Pancasila Buddhis dan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang
sangat banyak pada kehidupannya yang lampau. Jangka waktu kehidupan di alam
dewa Paranimmitavasavatti Bhūmi adalah enam belas tahun surgawi, atau yang
dalam perhitungan tahun manusia adalah sembilan ribu seratus dua puluh enam
juta tahun. Jangka waktu kehidupan di Paranimmitavasavatti Bhūmi ini sam dengan
empat kali jangka waktu kehidupan di alam dewa Nimmānarati Bhūmi. Di dalam
kitab suci dijelaskan bahwa jangka waktu seribu enam ratus tahun di alam
manusia sama dengan satu hari satu malam di alam dewa Paranimmitavasavatti.
Perbedaan Alam Manusia Dengan Alam Dewa
Alam
manusia dan alam dewa termasuk dalam satu kelompok alam yang sama, yaitu alam
nafsu yang menyenangkan atau Kāmasugati Bhūmi. Namun, di antara kedua jenis ini
terdapat beberapa perbedaan.
Di
alam dewa, makhluk suci atau Ariya Puggalanya lebih banyak dari pada di alam
manusia, kemajuan batin para dewa lebih cepat daripada manusia, dan ada
beberapa segi kehidupan dewa yang lebih baik daripada manusia. Di alam dewa,
Ariya Puggalanya lebih banyak daripada di alam manusia. Sebab, pada jaman Sang
Buddha Gotama banyak umat Buddha dan anggota Sangha yang mencapai
tingkat-tingkat kesucian seperti Sotapanna, Sakadagami setelah mendengarkan
khotbah langsung dari Sang Buddha. Setelah meninggal dunia, mereka bertumimbal
lahir di alam dewa sebagai Ariya Puggala. Di alam dewa, kemajuan batin para
dewa lebih cepat daripada manusia. Sebab bagi dewa-dewa yang belum mencapai
kesucian, bila mereka mempunyai waktu untuk mendengarkan dan melaksanakan
Dhamma dan Vinaya, maka mereka akan mencapai tingkat-tingkat kesucian dalam
waktu yang singkat.
Alam
manusia juga mempunyai keistimewaan yang tidak terdapat di alam dewa, yaitu di
alam manusia ada sangha atau persaudaraan para bhikkhu, ada yang belajar dan
belajar Tripitaka. Sedangkan, di alam dewa tidak ada sangha dan tidak ada yang
mengajar Tripitaka. Para Bodhisatva yang ingin meneruskan Dasa Paramita atau
sepuluh macam kesempurnaan perbuatan baik sehingga dapat mencapai tingkat
kebuddhaan, sebagian besar lahir di alam manusia ini.
Terima kasih ^o^
BalasHapusReally Nice Blog ^^
BalasHapusThanks for the information ,it's really helpful :)
Sabbe damma ananta ........ Waw, good dhamma ! Ada kah yang lebih menarik gak, misal cerita dan jalan untuk menggapai parinirwana yaitu kebahagiaan sejati ? Please Share to me if you know that ..... Sabbe satta Sabbe sadda pamachantu ....... sabbe Satta Bhavanthu sukhi tatta om sadu sadu sadu
BalasHapusBoleh copas ya......
BalasHapusNumpang Promo ya ^^
BalasHapusMetroQQ.poker Situs Poker & Domino Online
Bonus New Member 5%
Bonus Deposit 3%
Bonus Referral 20%
Bonus TurnOver Up To 0,5%
Game : Poker,DominoQQ,BandarQ,Sabung Ayam dan Joker
Gabung yuuk Min DP:20rb Min : 50rb
www.MetroQQ.poker Terima Kasih yaa ^^
Bagus skl ulasannya. Jelas dan enak dibaca. Sy baca dr awal sampai akhir. Tq atas sharing dharmanya ya
BalasHapusIni sumbernya dari mana ya? apa benar dewa/i masi berhubungan sex?
BalasHapus