Kamis, 16 Februari 2012

MENGATASI KETAKUTAN KEMATIAN
MELALUI PRAKTEK VIPASSANA BHAVANA

LATAR BELAKANG
       Dewasa ini kebanyakan orang menganggap kematian merupakan hal yang sangat tidak diharapkan, karena manusia saat ini lebih banyak memiliki keinginan yang tidak terpuaskan dan kehidupan yang terlepas dari segala penderitaan. Manusia merasa lebih berbahagia dengan kebahagiaan semu dibandingkan dengan kenyataan kematian. Kemelekatan pada keduniawian menciptakan ketakutan yang tidak semestinya akan kematian. Namun pada kenyataannya hidup ini hanyalah penderitaan. Kematian itu pasti dan tidak terelakan. Kematian tidak semenakutkan bayangan sekarat itu sendiri. Pikiran memiliki kemampuan untuk menciptakan dan melebih-lebihkan bayangan palsu tentang kematian. Sebenarnya hal ini dikarenakan pikiran tidak terlatih untuk memandang kehidupan dengan segala ketidak kekalan dan ketidak puasannya. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi mereka yang berdoa memohon pada makhluk gaib bayangan untuk pengampunan dan tempat disurga ketika hidup terasa sia-sia. Tentu saja ketakutan tentang kematian adalah manifestasi dari insting penyelamatan diri. Namun ada cara mengatasi ketakutan tersebut yaitu dengan pelaksanaan praktek Vipassana bhavana dengan menggunakan objek marananussati.
Selain itu memberikan harapan dan kepercayaan diri pada saat-saat yang tidak menyenangkan dan menyingkirkan kemelekatan egois pada diri sendiri. Kesucian pikiran, ketidakmelekatan pada hal keduniawian, adalah hal yang akan memastikan kebahagiaan saat meninggalkan dunia ini. Dengan sering merenungkan kematian melalui objek marananussati maka pemahaman tentang kematian itu sendiri akan dimengerti bahwa hidup ini selalu diliputi oleh ketidakkekalan, penderitaan dan tanpa inti, maka dari itu ketakutan akan kematian dapat teratasi. Kemudian, dengan adanya latar belakang tersebut,maka  bagaimanakah kaitan mengatasi ketakutan kematian dengan pelaksanaan vipassana bhavana?
KETAKUTAN TERHADAP KEMATIAN
        Ketakutan merupakan musuh terbesar yang pernah ada sampai saat ini. Ketakutan melahirkan perasaan tidak aman yang menciptakan ketidak seimbangan dalam pikiran, dan ini akan mempengaruhi sikap seseorang. Sebuah phobia bisa saja mengendalikan hidup seseorang dan menuntunnya pada keadaan tidak waras. Jika sebuah ketakutan diperhatikan dengan baik, maka akan diketemukan bahwa semuanya berdasarkan imajinasi, terkadang imajinasi bisa menciptakan realitas.
Ada berbagai jenis ketakutan yang dialami manusia, misalnya ketakutan terhadap binatang buas selain itu juga berbagai jenis rasa takut termasuk rasa takut terhadap kematian. Ketakutan ini disebabkan karena pada diri manusia  muncul segala kecenderungan mementingkan diri sendiri. Rasa takut terhadap sesuatu yang belum tentu benar adalah bersifat wajar dan manusiawi, karena ketidaktahuan. Tetapi sesuatu yang pasti akan dialami oleh setiap makhluk termasuk manusia, justru sangat ditakuti yaitu kematian. Berbagai jenis rasa takut termasuk rasa takut terhadap kematian bersumber pada maya. Ketergantungan pada benda-benda materi yang memberikan kebahagiaan semu dan ketidak mampuan logis untuk memahami hubungan antara realitas tertinggi dan alam dunia ini .
Ketakutan adalah alasan umat manusia memerlukan seorang dewa untuk mengendalikan kehidupan mereka. Kita takut tidak memiliki kendali sekuat yang kita akui, takut terhadap apa yang tidak kita mengerti, tetapi bukannya berusaha untuk memahamminya sendiri, melainkan malah bereaksi terhadap ketakutan kita. Dasar dari ketakutan adalah ketidakamanan. Tetapi jika dianalisa, dipikir dan direnungkan, sebenarnya pada akhirnya tidak ada hal semacam keamanan yang abadi.
        Rasa takut muncul pada mereka yang tidak mampu memahami hukum alam yang mendasar. Apabila bisa memahami tiga kebenaran hidup yaitu ketidakkekalan, penderitaan dan ketanpaakuan maka rasa takut akan kematian dapat teratasi. Hal ini dapat dicapai ketika seorang yogi yang melaksanakan praktik vipassana bhavana telah mencapai kemajuan batin dan telah memahami anicca, dukkha, anatta.
Kematian adalah sesuatu yang sulit dipahami, sekaligus begitu lazim terjadi. Umat manusia sudah sangat akrab dengan kematian sebagaimana ia juga akrab dengan kehidupan. Mati dan hidup adalah dua hal yang terus dipergilirkan. Banyak orang berhenti dan terhenyak, teringat pada orang-orang yang tidak akan lagi bisa dijumpainya, paling tidak, bukan di dunia ini. Kematian itu begitu wajar, namun tidak pernah habis untuk dipikirkan. Manusia modern masih banyak yang tidak bisa menerima kenyataan akan kematian. Saat ajal menjemput, manusia sering menjadi sangat takut dan merasakan berbagai macam penderitaan fisik. Meskipun manusia telah dapat mengusai teknologi yang sangat tinggi akan tetapi mereka masih belum dapat mengungkap tabir misteri kehidupan dan kematian yang sebenarnya berada di dalam diri mereka sendiri.
Dalam buku Be Happy oleh Sri Dhammananda dijelaskan sebagai berikut “kematian adalah sifat dari dunia kita yang terbentuk dari komponen-komponen. Namun karena kemelekatan pada hidup, pemikiran kematian menjadi  menakutkan di mata orang-orang dungu yang terjerat dalam keberadaan duniawi dan terjerumus dalam kenikmatan sementara yang di kiranya kekal”. ( Sri Dhammananda, 2004 : 34 ).
Kematian terjadi karena adanya suatu sebab, seperti yang ada dalam Abhidhamma yaitu : (1) Melalui berakhirnya masa hidup. (2) Melalui berakhirnya kekuatan produksi kamma. (3) Melalui berakhirnya keduanya. (4) Melalui campur tangan perusak kamma.
Vipassana Bhavana
Vipassana Bhavana adalah meditasi pandangan terang tingkat tinggi (lokutara atau diatas duniawi) yang tujuannya untuk melihat dengan terang dan jernih proses kehidupan yang selalu berubah tanpa henti (anicca) dan selalu dicengkeram oleh derita (dukkha) hingga akhirnya bisa menembus anattha (tanpa aku atau diri), yaitu Nibbana.
       Satipathāna (landasan perhatian murni) atau vipassana bhavana merupakan praktik yang tujuannya pertama-tama untuk membangun dan mengembangkan perhatian murni. Faktor mental yang paling penting yang diajarkan oleh Buddha yaitu jalan pembebasan dari samsara atau siklus kelahiran dan kematian.
Perhatian murni yang terbangun dengan mantap melalui praktik vipassana atau Satipathāna merupakan perangkat hebat bagi penyelidikan proses batin dan jasmani untuk menyingkap sifat terkondisi yang tidak kekal. Satipaṭṭhāna sebagai satu-satunya jalan untuk meraih tujuh manfaat diawali dari pemurnian makhluk dan diantaranya perwujudan nibbana. Secara ringkas metode untuk membangun perhatian murni yaitu dengan berlandaskan pada tubuh, perasaan, kesadaran dan dhamma. Keempatnya secara bersama disebut empat landasan perhatian murni. Empat landasan perhatian murni tersebut penting untuk dipahami dengan benar dan jelas bagi seorang yang mempraktikkan vipassana bhavana atau landasan perhatian murni.
Maha sutta, Satipaṭṭhāna Digha Nikaya, sutta 22
“inilah satu-satunya jalan, para bhikkhu, untuk pemurnian makhluk, untuk pengatasan kesedihan dan ratapan, untuk pelenyapan sakit dan dukacita, untuk pencapaian jalan mulia, untuk perwujudan nibbana, yaitu empat landasan pemurnian makhluk”
“ disinilah (didalam ajaran ini) para bhikkhu seorang bhikkhu bertinggal mengamati tubuh pada tubuh; giat, memahami dengan jernih, dan berperhatian murni, mengatasi ketamakan dan dukacita dalam dunia”
“dia bertinggal mengamati perasaan pada perasaan; perasaan; memahami dengan jernih, dan berperhatian murni, mengatasi ketamakan dan dukacita dalam dunia”
“dia bertinggal mengamati kesadarn pada kesadaran; giat, memahami dengan jernih, dan berperhatian murni, mengatasi ketamakan dan dukacita dalam dunia”
“dia bertinggal mengamati dhamma pada dhamma; giat, memahami dengan jernih, dan berperhatian murni, mengatasi ketamakan dan dukacita. (U Sīlananda, 2005:14-15)
Dijelaskan bahwa dengan mengamati tubuh, mengamati perasaan, mengamati kesadaran dan mengamati dhamma dengan giat memahami dengan jernih dan berperhatian murni maka dapat mengatasi ketamakan dan dukacita.
Perhatian murni adalah sebagai penjaga, dan apabila penjaga itu tidak ada maka apapun bisa masuk. Jadi selama perhatian murni tersebut ada pada gerbang indera, Pikiran kita murni. Tidak ada faktor mental buruk yang bisa masuk kedalam pikiran. Karena perhatian murni mengawasi gerbang indera. Begitu perhatian murni hilang, atau begitu kita kehilangan perhatian murni, maka semua cemaran batin masuk. Jadi perhatian murni adalah satu-satunya jalan untuk menjaga pikiran tetap murni dan perhatian murni merupakan salah satu faktor dari jalan mulia beruas delapan. Bilamana faktor-faktor mental seimbang dan pemeditasi memahami dengan jernih maka hasilnya adalah teratasinya ketamakan dan dukacita.
Setiap saat perhatian, ia hanya memperhatikan dua proses, yakni proses jasmani dan proses batin: suatu himpunan rangkap dari objek (jasmani) dan keadaan mental (batin) yang memerhatikan objek, yang muncul bersama-sama. Selanjutnya, setelah beberapa waktu meneruskan latihan perenungan, ia menyimak bahwa tidak ada sesuatu yang tetap permanen, tetapi sebaliknya bahwa segala sesuatu dalam keadaan yang terus berubah. Hal-hal baru muncul setiap saat. Setiap dari hal-hal itu diperhatikan ketika muncul. Maka apapun yang muncul serta merta lenyap dan serta merta pula hal lain muncul, yang juga diperhatikan dan kemudian lenyap. Demikianlah proses muncul dan lenyap berlangsung, yang secara jelas menunjukkan bahwa tidak ada sesuatupun yang kekal. Maka ia menyadari bahwa “segala sesuatu tidak kekal” karena ia melihat bahwa mereka muncul dan serta merta lenyap. Lalu menyadari juga bahwa fenomena muncul dan lenyap tidak dikehendaki. Ini merupakan pengetahuan atas penderitaan. Di samping itu, orang biasanya banyak mengalami perasaan menyakitkan pada tubuh, seperti keletihan, kepanasan, kesakitan, dan ketika memerhatikan perasaan-perasaan ini, orang biasanya merasa bahwa tubuh ini merupakan kumpulan penderitaan. Ini juga merupakan pengetahuan atas penderitaan.
        Pada setiap saat pemerhatian ditemukan bahwa unsur-unsur jasmani dan batin terjadi menurut sifat-alami dan pengondisian mereka masing-masing, dan bukan menurut kehendak seseorang. Maka pemerhati akan menyadari bahwa “mereka merupakan unsur-unsur, mereka tidak bisa diperintah/dikuasai, mereka bukan suatu pribadi atau intitas kehidupan.” Ini merupakan pengetahuan atas tanpa diri. Dengan melatih meditasi vipassana dan dengan menembus tiga corak umum (annica, dukkha, anatta) dari jasmani kita dapat membasmi kekotoran batin seperti nafsu, keserakahan, keinginan, kemelekatan, kebencian, niat jahat, iri hati, kesombongan, kelesuan dan kemalasan, penderitaan dan kekhawatiran, kegelisahan dan penyesalan yang mendalam.
Dalam vipassana ada tiga macam pelenyapan, dimana pada pelenyapan sesaat ketamakan dapat dilenyapkan dengan mengganti, maksudnya mengganti dengan keadaan batin yang baik. Maka dengan mengganti dengan keadaan yang baik, keadaan batin yang tidak baik tidak akan ada. Sedangkan pada pelenyapan sementara yaitu pelenyapan dengan cara menekan biasanya dicapai dengan jhana-jhana. Dan pelenyapan ketiga yaitu pelenyapan total. Pada pelenyapan ini sudah tidak ada lagi yang namanya ketamakan pada apapun dan hanya dapat dicapai oleh arahat.
ANALISIS
    Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas dapat diketahui bahwa kematian itu pasti terjadi, serta tidak dapat dihindari oleh semua makhluk. Dalam kenyataannya memang banyak masyarakat atau orang didunia ini yang merasa takut akan datangnya kematian, ini bisa dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila ada pertanyaan tentang datangnya kematian, banyak orang bahkan kita sendiri merasa belum siap menghadapi kenyataan hidup. Hal ini terjadi karena pada umumnya banyak orang yang berpandangan keliru tentang adanya diri yang kekal, sehingga memunculkan nafsu kehausan yang kuat pada diri seseorang. Karena nafsu kehausan yang kuat, maka seseorang hanya ingin mendapatkan kenikmatan-kenikmatan duniawi serta sebaliknya tidak mau menerima akan penderitaan (dukkha) yang senantiasa membayangi kita dan pasti terjadi.
    Betapapun baiknya kita merencanakan sesuatu, menyelaraskan semuanya untuk memenuhi nafsu yang selalu menginginkan kemunculan, kenikmatan-kenikmatan duniawi yang kekal. Ini tidak akan pernah terjadi dan kita tidak akan pernah bisa lepas dari penderitaan. Bahkan sekalipun karena nasib baik bisa menghindari penderitaan dalam hidup, akan tetapi kita tetap tidak bisa membebaskan diri dari kematian.
    Bahaya dari menolak menghadapi kenyataan dan tidak menerima kebenaran, seperti usia tua dan kematian, semuanya hanya membuat orang dalam jangka panjang lebih menderita lagi. Perenungan akan kematian yang tidak terhindarkan, disertai dengan sikap pikiran yang benar, akan menjauhkan diri dari kemurungan, menumbuhkan keberanian dalam diri seseorang untuk menjalani hidup yang bertujuan serta senang pada masa-masa penuh kesedihan saat menjelang kematian.
Perhatian murni adalah satu-satunya jalan untuk pengatasan atau untuk menghilangkan ketamakan dan dukacita. Ketamakan sama halnya dengan kemarahan dan dukkacita adalah kematian. Jadi vipassana atau satipatthana adalah untuk pengatasan ketamakan dan dukacita yang menganggap bahwa diri ini kekal yang tidak akan pernah mati. Pada saat meditasi  jika perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan atau netral itu muncul, seorang meditator harus sadar terhadap kemunculan apa adanya. Misalnya seorang meditator berfikir bahwa perasaan itu menyenangkan. Tidak harus diperhatikan  menyenangkan, karena menyenangkan atau tidak menyenangkan sebenarnya adalah segala macam perasaan yang harus dicatat dengan penuh perhatian, apa adanya ketika mereka muncul. apabila kita tidak mencatat dan mengamati perasaan atau fenomena yang muncul, baik itu menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Kita pasti akan melekat kepadanya atau tidak menyukainya.
Bagi orang yang mempraktekan vipassana bhavana dan telah merenungkan kematian ini akan senantiasa sadar bahwa kematian sewaktu-waktu akan datang, kapan saja, dimanapun, kepada siapapun juga. Karena semua makhluk, dari segala jenis kelamin, ras ataupun golongan akan mengalami kematian apabila waktunya telah tiba. Dengan begitu bagi orang yang rajin merenungkan marananussati bhavana, pada saat menjelang kematian ia terbebas dari ketakutan, karena telah mampu menguasai diri dan menerima ketidak kekalan (anicca).
Kesimpulan
Dari pembahasan dan analisis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa cara untuk mengatasi ketakutan kematian dapat dilalui melaui pelaksanaan praktik vipassana bhavan yaitu dengan menggunakan objek marananussati. Selain itu, setelah mencapai kemajuan batin seorang yogi akan mendapatkan pemahaman bahwa hidup ini adalah tidak kekal, penuh penderitaan dan tanpa inti sehingga dengan pemahaman tersebut seorang yogi akan dapat hidup dengan apa adanya tanpa mengalami ketakutan dalam kematian.
Apabila mempraktekan vipassana bhavana dan telah merenungkan kematian melalui objek marananussati ini maka seorang yogi akan senantiasa sadar bahwa kematian sewaktu-waktu akan datang, kapan saja, dimanapun, kepada siapapun juga. Karena semua makhluk, dari segala jenis kelamin, ras ataupun golongan akan mengalami kematian apabila waktunya telah tiba. Dengan begitu bagi orang yang rajin merenungkan marananussati bhavana, pada saat menjelang kematian ia terbebas dari ketakutan, karena telah mampu menguasai diri dan menerima ketidak kekalan (anicca).
DAFTAR PUSTAKA
Dhammananda, Sri. Be Happy. Jakarta: Pustaka Karaniya. 2004.
Pannyavaro, Sri. Bersahabat Dalam Kehidupan. Jogja. Suwung. 2006.
Sīlānanda, U. Satu-Satunya Jalan. Tanpa Kota. Pustaka Karaniya. 2005
Wijaya Mukti, K. Diatas Kekuasaan Dan Kekayaan. Jakarta.Yayasan Dharma Pembangunan. 1993.
Dhammananda, sri. You Your Problems.  Bogor. Vipassana Giri Ratana. 2005.
Tek Jong, Goey. Samadhi (Pencerahan Agung). Tanpa Kota. Sri Manggala. 2004
Sucinno, Wen. Samma Samadhi (Samadhi Yang Benar). Bandung. Yayasan Bandung Sucinno Indonesia. 1991.
Aggacitta. Menghadapi Kematian. Jakarta. Sri Manggala. 2008.
Bram, Ajhan. Super Power Mindfulness. Tanpa Kota. Ehipassiko Founndation. 2008.
Howley, Adrienne. The Naked Buddha Speaks. Jakarta. Pt. Buana Ilmu Populer.2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar