Abhidhamma yang merupakan istilah Pali ini sesungguhnya
terdiri atas dua kata, yaitu "Abhi" yang berarti halus atau tinggi
dan "Dhamma" yang berarti kebenaran atau pelajaran dari Sang Buddha.
Jadi, Abhidhamma sebagai istilah (bahasa Pali) berarti Ajaran Tertinggi atau
Luhur dari Sang Buddha.
Sebagai Ajaran Tertinggi, Abhidhamma memungkinkan
seseorang untuk mencapai Pembebasan Mutlak dari segala bentuk penderitaan karena Abhidhamma sangat
berguna dalam usaha mengembangkan Pandangan Terang (Vipassana). Dengan
mempelajari Abhidhamma secara tekun akan timbullah suatu dorongan untuk melatih
diri dalam melaksanakan meditasi Vipassana. Dengan melatih Vipassana akan
berkembanglah Pandangan Terang dalam dirinya. Dengan berkembangnya Pandangan
Terang akan tercapailah Pembebasan Mutlak atau Nibbāna yang merupakan tujuan
terakhir umat Buddha. Jadi, Abhidhamma dikatakan sebagai Ajaran Tertinggi (Paramattha
Dhamma) karena Abhidhamma hanya membahas hal-hal yang berhubungan dengan Pembebasan.
Dalam Abhidhamma, terutama Abhidhammatthasangaha, hal-hal yang tidak
berhubungan dengan Pembebasan, walaupun menarik, tidak diuraikan.
Masalah-masalah yang menarik perhatian umat manusia tetapi tidak relevan dan
tidak berkaitan dengan jalan kesucian disisihkan dengan penuh pertimbangan.
Sebagai Ajaran Tertinggi, Abhidhamma juga melebihi yang
terdapat dalam Sutta Pitaka dan Vinaya Pitaka. Dalam Sutta Pitaka dan Vinaya
Pitaka, Sang Buddha menggunakan istilah-istilah konvensional seperti manusia,
binatang, benda-benda, dan sebagainya. Di dalam Sutta Pitaka, wacana-wacana
(khotbah-khotbah) diuraikan dengan cara yang lebih sederhana dan bersifat
menerangkan. Sebaliknya, dalam Abhidhamma Pitaka, segala sesuatu dianalisis
secara teliti dan digunakan istilah-istilah yang abstrak seperti kelompok
kehidupan (khandha), unsur (dhātu), landasan (āyatana), dan sebagainya.
Abhidhamma mempelajari segala sesuatu lebih mendalam
dalam pengertian Paramattha Dhamma (Paramattha Sacca). Menurut Paramattha
Sacca atau Kebenaran Tertinggi, segala sesuatu yang ada itu hanyalah bentuk
unsur-unsur materi atau rūpa dan unsur-unsur batin atau nāma (citta dan
cetasika). Apa yang dianggap diri atau seseorang itu hanyalah perubahan gejala
nāma dan rūpa. Setiap gejala itu tidak kekal. Ia muncul dan kemudian lenyap
lagi dengan segera. Gejala-gejala itu bukan suatu 'diri', bukan milik suatu
'diri', dan gejala-gejala tersebut adalah 'tanpa aku' atau anatta.
Berbicara masalah Kebenaran atau Sacca, terdapat dua jenis
Sacca atau Kebenaran yang diajarkan oleh Sang Buddha, yaitu:
1.
Sammutti Sacca, berarti kebenaran konvensional
umum, kebenaran relative kebenaran yang biasa yang dipakai dalam kehidupan
sehari-hari.
2.
Paramattha Sacca, berarti kebenaran
tertinggi, kebenaran mutlak, kebenaran terakhir.
Kebenaran konvensional adalah kebenaran dengan
istilah-istilah umum yang digunakan oleh sebagian besar orang, seperti: 'diri
ada', 'manusia ada', 'para dewa ada', 'gajah ada', 'kepalaku ada', jiwa yang
hidup ada', dan seterusnya.
Kebenaran konvensional ini merupakan kebalikan dari
ketidakbenaran. Bukanlah kedustaan atau ketidakbenaran kalau orang berkata:
"mungkin ada satu diri atau jiwa hidup yang kekal, langgeng, yang tidak
muncul ataupun lenyap sementara sepanjang satu kehidupan" karena ini
merupakan cara berbicara biasa dari kebanyakan orang yang tidak bermaksud
apapun untuk membohongi orang lain. Namun, menurut kebenaran mutlak, ini
dianggap sebagai Vipallasa atau khayalan yang secara keliru memandang
ketidakkekalan sebagai kekekalan dan tanpa aku sebagai aku. Selama pandangan
keliru ini tak terhilangkan, seseorang tidak pernah lepas dari Samsara atau
roda kehidupan.
Kebenaran yang terakhir adalah kebenaran yang mutlak
dari pernyataan atau pengingkaran yang penuh dan sempurna, sesuai dengan
kenyataan yang merupakan dasar atau sifat aslinya dari semua bentuk-bentuk,
seperti: 'tidak ada manusia', 'tidak ada dewa', 'tidak ada aku', 'tidak ada
tangan', 'tidak ada anggota badan', dan lain-lain. Dalam hal ini, yang dimaksud
dengan kalimat 'tidak ada aku atau tidak ada jiwa' adalah tidak ada sesuatu
atau suatu kesatuan, seperti benda atau jiwa, yang dapat tinggal terus dengan
tanpa mengalami perubahan, atau tidak timbul dan lenyap setiap saat selama ia
dalam keadaan yang disebut hidup. Dalam pernyataan 'tidak ada makhluk dan lain-lain,
yang dimaksudkan adalah sebenarnya tidak ada bentuk kehidupan yang kekal, melainkan
yang ada ialah bentuk unsur-unsur materi dan unsur-unsur batin. Unsur-unsur ini
bukanlah makhluk atau pribadi,
bukan pula dewa, binatang, dan lain-lain. Oleh sebab itu, tidak ada makhluk
atau pribadi yang terpisah sendiri dari unsur-unsur itu.
Isi Abhidhamma Pitaka.
Abhidhamma Pitaka berisi uraian mengenai filsafat, metafisika, dan
ilmu jiwa Buddha Dhamma. Abhidhamma Pitaka terdiri atas 42.000 Dhammakkhandha
atau pokok Dhamma dan dibagi menjadi tujuh kitab, yaitu:
1.
Dhammasangani, menguraikan perincian
Paramattha Dhamma, yaitu etika atau sari batin.
2.
Vibhanga, menguraikan pembagian
Paramattha Dhamma yang terdapat dalam buku Dhammasangani.
3.
Dhatukatha, menguraikan unsur-unsur
batin dari Paramattha Dhamma.
4.
Puggalapannatti, menguraikan tentang
pannatti, puggala, dan Paramattha.
5.
Kathavatthu, menguraikan Paramattha
Dhamma dalam bentuk tanya jawab.
6.
Yamaka, menguraikan Paramattha Dhamma
secara berpasangan.
7.
Patthana, menguraikan dua puluh empat
paccaya (hubungan-hubungan antara batin dan jasmani).
Untuk jelasnya garis besar isi buku-buku ini akan diuraikan satu
persatu.
1.
Dhammasangani (Perincian Dhamma)
Buku ini terbagi
dalam empat bab, yaitu: Citta (kesadaran), Rūpa (materi), Nikkhepa (ringkasan)
dan Atthuddhara (penjelasan).
2. Vibhanga (Pembagian)
Buku ini terdiri
atas delapan belas bagian. Tiga bagian yang pertama tentang Khandha (kelompok
kehidupan), Āyatana (landasan indriya), dan Dhātu (unsur), adalah yang
terpenting. Bab-bab lainnya adalah tentang Sacca (kebenaran), Indriya (pengendalian
indriya), Paccayakara (asal muasal penyebab), Satipatthana (dasar-dasar perhatian),
Sammappadhana (usaha tertinggi), Iddhipada (makna pencapaian), Bojjhanga
(faktor kebijaksanaan), Jhana (pencerapan), Appamanna (tidak terbatas), Magga (jalan),
Sikkhapada (latihan), Patisambhida (pengetahuan analitis), Nana
(kebijaksanaan), Khuddhakavatthu (pokok kecil), dan Dhammahadaya (intisari
kebenaran).
3.
Dhatukatha (pembahasan mengenai unsur)
Buku ini
membahas apakah Dhamma termasuk atau tidak, berhubungan dengan, atau terlepas
dari Khandha (kelompok kehidupan), Āyatana (landasan), dan Dhātu (unsur). Buku
ini terdiri atas empat belas bab.
4.
Puggalapannatti (penjelasan mengenai orang-orang)
Dalam cara
menerangkan, buku ini menyerupai Anguttara Nikaya dari Sutta Pitaka. Buku ini
menerangkan berbagai jenis orang. Buku ini terdiri atas sepuluh bab. Bab pertama
berisi tentang perseorangan tunggal; yang kedua tentang pasangan; yang ketiga
tentang kelompok tiga; dan sebagainya.
5.
Kathavatthu (pokok-pokok pembahasan)
Penghimpun pokok-pokok
ajaran ini dianggap adalah Yang Ariya Tissa Moggaliputta Thera, yang hidup pada
zaman Raja Dhammasoka. Beliaulah yang menjadi ketua Sanghasamaya Ketiga yang
diadakan di Pataliputta (Patna )
pada abad ketiga sebelum masehi. Karya Beliau dimasukkan dalam Abhidhamma
Pitaka pada Konsili tersebut. Buku ini terbagi menjadi 23 bab dan berisikan 216
pembahasan.
6.
Yamaka (kitab pasangan)
Disebut demikian
karena cara penguraiannya. Dalam buku ini, suatu pertanyaan dan kebalikannya
dikelompokkan. Buku ini terbagi menjadi sepuluh bab, yaitu Mula (akar), Khandha
(kelompok kehidupan), Āyatana (landasan), Dhātu (unsur), Sacca (kebenaran), Saºkhāra (benda yang tercipta), Anusaya (kecenderungan yang tersembunyi),
Citta (kesadaran), Dhamma, dan Indriya (pengendalian indriya).
7.
Patthana (kitab hubungan)
Buku inilah yang
terpenting dan terpanjang dalam Abhidhamma Pitaka. Orang yang dengan sabar
membacanya (tidak dapat tidak) akan mengagumi kebijaksanaan sempurna dan
pandangan yang mendalam dari Sang Buddha. Istilah Patthana berasal dari
"pa" (berbagai) dan "thana "
(hubungan atau keadaan/paccaya). Disebut demikian karena menguraikan dua puluh
empat cara hubungan sebab, Tika (kelompok tiga), dan Duka (kelompok dua) yang sudah
diterangkan dalam Dhammasangani. Buku ini disebut pula Maha Pakarana (Buku
Besar).
Hubungan Abhidhamma
dengan Pañcakkhandha.
Jika Pañcakkhandha itu dihubungkan dengan Abhidhamma,
maka:
1.
Rūpakkhandha adalah rupa yang
terdiri atas dua puluh delapan macam.
2.
Vedanakkhandha adalah vedanā
cetasika.
3.
Saññakkhandha adalah Saññā
cetasika.
4.
Saºkhārakkhandha adalah cetasika yang terdiri atas lima puluh macam (tidak termasuk vedanā
cetasika dan Saññā cetasika).
5.
Viññāöakkhandha adalah citta yang terdiri atas del apan puluh sembilan atau seratus dua puluh
satu macam.
Vedanakkhandha, saññakkhandha, dan saºkhārakkhandha merupakan cetasika atau bentuk-bentuk batin yang
berjumlah lima
puluh dua macam. Cetasika selalu mengikuti citta atau kesadaran, bagaikan
bayangan suatu benda yang tidak pernah terpisah dari bendanya. Tidak ada citta
yang timbul tanpa cetasika. Citta dan cetasika merupakan namakkhandha atau
kelompok batin. Jika seseorang mengalami kematian, maka rupakkhandha atau
kelompok jasmaninya terpisah dari namakkhandha atau kelompok batinnya. Pada
saat itu, cittanya padam yang diikuti pula oleh padamnya cetasika. Citta ini
kemudian langsung bertumimbal lahir lagi di alam-alam lain sesuai dengan
karmanya. Pada saat citta ini muncul lagi, cetasika pun ikut muncul, disertai
pula terbentuknya jasmani baru. Jadi, jasmani lama yang sudah ditinggalkan itu
tidak akan digunakan lagi.
Sebaliknya, manusia yang masih hidup tentu mempunyai
rupa dan nama. Manusia yang masih hidup mempunyai pikiran sehingga ia dapat berbuat
baik maupun jahat. Manusia yang masih hidup pasti mempunyai kesadaran, walaupun
pada saat ia sedang tidur. Ia mempunyai Pañcakkhandha. Pañcakkhandha
dicengkeram oleh tilakkhana atau tiga corak umum yang terdiri atas anicca atau ketidakkekalan,
dukkha atau penderitaan, dan anatta atau tanpa aku yang kekal. Dengan demikian,
Pañcakkhandha itu selalu berubah-ubah. Tidak ada sesuatu yang kekal dalam diri
manusia, baik jasmani maupun batinnya. Jasmani manusia selalu mengalami perubahan
dari waktu ke waktu, sejak ia dilahirkan hingga meninggal dunia. Karena selalu
berubah-ubah, maka manusia mengalami ketidakpuasan atau penderitaan. Batin manusia
pun selalu berubah-ubah. Karena selalu berubah-ubah, maka tidak ada aku atau
jiwa yang kekal dalam diri manusia.
Pengertian
Kamavacara Citta
Kamavacara Citta yang merupakan istilah Pali ini
sesungguhnya terdiri atas tiga kata, yaitu "kāma "
yang berarti nafsu indera atau dimaksudkan pula dengan sebelas alam indriawi,
"avacara" yang berarti berkelana atau berdiam, dan "citta"
yang berarti kesadaran atau pikiran. Jadi, Kamavacara Citta berarti kesadaran
atau pikiran yang berkelana di sebelas alam indriawi (sebelas Kāma Bhūmi).
Kāma Bhūmi merupakan alam kehidupan yang makhluknya
masih senang dengan nafsu indera dan terikat dengan panca indera. Kāma Bhūmi
terdiri atas sebelas alam kehidupan, yang dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu:
1.
Apāya Bhūmi atau Dugati Bhūmi, adalah alam kehidupan yang menyedihkan, yang terdiri
atas empat alam, yaitu alam neraka, alam setan, alam raksasa asura, dan alam
binatang.
2.
Kāmasugati Bhūmi, adalah alam nafsu yang
menyenangkan, yang terdiri atas tujuh alam, yaitu alam manusia dan enam alam
dewa (Cātummahārajika-Bhūmi, Tāvatimsa Bhūmi, Yāmā Bhūmi, Tusitā Bhūmi,
Nimmānarati-Bhūmi, dan Paranimmita-vasavatti Bhūmi).
Pembagian
Kāmāvacara Citta
Kāmāvacara Citta atau Kama Citta berjumlah lima puluh empat jenis.
Untuk mempermudah mempelajarinya, Kāmāvacara Citta dibagi dalam tiga kelompok,
yaitu:
1.
Akusala Citta, yang terdiri
atas dua belas jenis.
2.
Ahetuka Citta, yang terdiri
atas delapan belas jenis.
3.
Kāmāvacara Sobhana Citta, yang
terdiri atas dua puluh empat jenis.
Pengertian
Akusala Citta
Akusala Citta berarti kesadaran atau pikiran yang tidak
baik atau amoral. Kesadaran atau pikiran ini bersekutu dengan Akusala Cetasika
atau bentuk-bentuk batin yang tidak baik. Kesadaran atau pikiran ini timbul
dari lobha atau keserakahan, dosa atau kebencian, dan moha atau kebodohan.
Lobha timbul karena indera mencerap objek yang baik, dosa timbul karena indera
mencerap objek yang tidak baik, sedangkan moha timbul karena adanya
ayonisomanasikara yang berarti pertimbangan yang tidak sedetil-detilnya
terhadap sesuatu, sehingga tidak dapat mengetahui sesuatu itu dengan
sewajarnya.
Pengelompokan
Akusala Citta
Akusala Citta berjumlah dua belas jenis. Berdasarkan
akusala mula, Akusala Citta dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu:
1.
Lobhamula Citta, yang terdiri
atas delapan jenis.
2.
Dosamula Citta, yang terdiri
atas dua jenis.
3.
Mohamula Citta, yang terdiri
atas dua jenis.
1.
Lobhamula Citta
Lobhamula Citta berarti kesadaran atau pikiran yang
berakar pada lobha. Lobha mula Citta terdiri atas delapan jenis, yaitu:
1.
Somanassa sahagata× dithigatasampayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kesenangan, bersekutu dengan pandangan salah.
2.
Somanassa sahagata× dithigatasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kesenangan, bersekutu dengan pandangan salah.
3.
Somanassa sahagata× dithigatasampayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kesenangan, tidak bersekutu dengan pandangan salah.
4.
Somanassa sahagata× dithigatasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kesenangan, tidak bersekutu dengan pandangan salah.
5.
Upekkhāsahagata× dithigatasampayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kemasabodohan, bersekutu dengan pandangan salah.
6.
Upekkhāsahagata× dithigatasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kemasabodohan, bersekutu dengan pandangan salah.
7.
Upekkhāsahagata×dithigatasampayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kemasabodohan, tidak bersekutu dengan pandangan salah.
8.
Upekkhāsahagata× dithigatasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kemasabodohan, tidak bersekutu dengan pandangan salah.
2.
Dosamula Citta
Dosamula Citta berarti kesadaran atau pikiran yang
berakar pada dosa. Dosamula Citta terdiri atas dua jenis, yaitu:
1.
Domanassasahagata× pa ighasampayutta× asakhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai ketidaksenangan, bersekutu dengan dendam.
2.
Domanassasahagata× patighasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai ketidaksenangan, bersekutu dengan dendam.
3.
Mohamula Citta
Mohamula Citta berarti kesadaran atau pikiran yang
berakar pada moha. Mohamula Citta terdiri atas dua jenis, yaitu:
1.
Upekkhāsahagata× vicikicchāsampayutta×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul disertai
kemasabodohan, bersekutu dengan keragu-raguan.
2.
Upekkhāsahagata× uddhaccasampayutta×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul disertai
kemasabodohan, bersekutu dengan kegelisahan.
Pengertian
Ahetuka Citta
Ahetuka Citta berarti kesadaran atau pikiran yang tidak
bersekutu dengan sebab atau hetu karena kesadaran atau pikiran ini merupakan
hasil atau akibat dari perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan pada masa yang
lampau. Ahetuka Citta merupakan kesadaran atau pikiran yang tidak mempunyai
enam sebab atau enam hetu. Enam sebab atau enam hetu ini dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok, yaitu:
1.
Akusalahetu atau sebab
kejahatan, yang terdiri atas lobha hetu, dosa hetu, dan moha hetu.
2.
Kusalahetu atau sebab kebaikan,
yang terdiri atas alobha hetu, adosa hetu, dan amoha hetu.
Pengelompokan
Ahetuka Citta
Ahetuka Citta berjumlah delapan belas jenis. Ke delapan
belas jenis Ahetuka Citta ini termasuk Asankhārika, yaitu timbulnya tanpa ajakan
karena kesadaran atau pikiran ini merupakan vipaka atau hasil. Ahetuka Citta
terbagi atas tiga kelompok, yaitu:
1.
Akusala Vipaka Citta , yang
terdiri atas tujuh jenis.
2.
Ahetuka Kusala Vipaka Citta,
yang terdiri atas delapan jenis.
3.
Ahetuka Kiriya Citta, yang
terdiri atas tigaj jenis.
1.
Akusala Vipaka Citta
Akusala Vipaka Citta berarti kesadaran atau pikiran
yang menjadi hasil atau akibat dari akusala kamma atau perbuatan yang tidak
baik. Akusala kamma timbul dari akusala citta. Akusala citta setiap jenis disekutui
oleh uddhacca atau kegelisahan. Dengan adanya uddhacca atau kegelisahan,
kesadaran atau pikiran menjadi tidak kuat memegang objek. Akibatnya,
akusala-cetana atau kehendak jahat yang bersekutu dengan hetu atau sebab itu
menjadi lemah tenaganya dan tidak mampu memberikan hasil atau akibat. Akusala
kamma itu mempunyai tenaga yang lemah dan memberikan hasil atau akibat hanya
dalam bagian 'Ahetuka Citta'. Jadi di sini, tidak penting harus dipanggil
'Ahetuka Akusala Vipaka Citta', tetapi cukup dipanggil Akusala Vipaka Citta'
saja.
Akusala Vipaka Citta terdiri atas tujuh jenis, yaitu:
1.
Upekkhāsahagata× cakkhuviññāna×, yang
berarti kesadaran atau pikiran yang timbul karena indera mata melihat objek
bentuk (yang tidak baik), disertai kemasabodohan.
2.
Upekkhāsahagata× sotaviññāna×, yang
berarti kesadaran atau pikiran yang timbul karena indera telinga mendengar
objek suara (yang tidak baik), disertai kemasabodohan.
3.
Upekkhāsahagata× ghaöaviññāna×, yang
berarti kesadaran atau pikiran yang timbul karena indera hidung mencium objek
bau (yang tidak baik), disertai kemasabodohan.
4.
Upekkhāsahagata× jivhāviññāna×, yang
berarti kesadaran atau pikiran yang timbul karena indera lidah mencicip objek
rasa (yang tidak baik), disertai kemasabodohan.
5.
Dukkhāsahagata× kāyaviññāna×, yang
berarti kesadaran atau pikiran yang timbul karena indera badan jasmani
merasakan objek sentuhan (yang tidak baik), disertai kesakitan.
6.
Upekkhāsahagata× sampaticchanacitta×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang menerima lima objek (yang tidak
baik) hasil cerapan panca indera, disertai kemasabodohan.
7.
Upekkhāsahagata× santiranacitta×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang memeriksa lima objek (yang tidak
baik) hasil cerapan panca indera, disertai kemasabodohan.
2.
Ahetuka Kusala Vipaka Citta
Ahetuka Kusala Vipaka Citta berarti kesadaran atau
pikiran yang menjadi hasil atau akibat dari kusala kamma atau perbuatan baik
yang telah dilakukan pada masa yang lampau. Ahetuka Kusala Vipaka Citta
merupakan hasil atau akibat dari kesadaran atau pikiran baik yang tidak
bersekutu dengan sebab. Kesadaran atau pikiran ini mempunyai kusala-cetana atau
kehendak baik yang bertenaga lemah (kebaikan yang dilakukan tidak dengan
sepenuh hati).
Ahetuka Kusala Vipaka Citta terdiri atas delapan jenis,
yaitu:
1.
Upekkhāsahagata× cakkhuviññāna×, yang
berarti kesadaran atau pikiran yang timbul karena indera mata melihat objek
bentuk (yang baik), disertai kemasabodohan.
2.
Upekkhāsahagata× sotaviññāna×, yang
berarti kesadaran atau pikiran yang timbul karena indera telinga mendengar
objek suara (yang baik), disertai kemasabodohan.
3.
Upekkhāsahagata× ghana viññāna×, yang berarti
kesadaran atau pikiran yang timbul karena indera hidung mencium objek bau (yang
baik), disertai kemasabodohan.
4.
Upekkhāsahagata× jivhāviññāna×, yang
berarti kesadaran atau pikiran yang timbul karena indera lidah mencicip objek
rasa (yang baik), disertai kemasabodohan.
5.
Sukhasahagata× kāyaviññāna×, yang
berarti kesadaran atau, pikiran yang timbul karena indera badan jasmani
merasakan objek sentuhan (yang baik), disertai kesenangan.
6.
Upekkhāsahagata× sampaticchanacitta×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang menerima lima objek (yang baik)
hasil cerapan panca indera, disertai kemasabodohan.
7.
Upekkhāsahagata× santiranacitta×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang memeriksa lima objek (yang baik)
hasil cerapan panca indera, disertai kemasabodohan.
8.
Somanassasahagata× santiranacitta×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang memeriksa lima objek (yang baik)
hasil cerapan panca indera, disertai kesenangan.
3.
Ahetuka Kiriya Citta
Ahetuka Kiriya Citta berarti kesadaran atau pikiran
tidak berakibat yang tidak bersekutu dengan sebab. Kesadaran atau pikiran ini
bukan hasil atau akibat dari yang jahat maupun yang baik, pun bukan merupakan
kesadaran atau pikiran yang menjadi diri kusala atau akusala. Kesadaran atau
pikiran ini berbuat menurut kewajiban pekerjaan dari diri sendiri. Kesadaran
atau pikiran ini tidak mampu menimbulkan hasil atau akibat yang baik maupun
yang jahat. Namun, jika kesadaran atau pikiran kepunyaan Arahat melakukan
berbagai macam pekerjaan menjadi kiriya citta yang bersekutu dengan hetu atau sebab,
maka kesadaran ini disebut Sahetuka Kiriya Citta atau Maha Kiriya Citta yang
terdiri atas delapan jenis. Jadi, kiriya citta itu ada dua bagian, yaitu
Ahetuka Kiriya Citta dan Sahetuka Kiriya Citta.
Ahetuka Kiriya Citta terdiri atas tiga jenis, yaitu:
1.
Upekkhāsahagata× pañcadvārāvajjanacitta×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang menyelidiki objek dari lima pintu indera,
disertai kemasabodohan (tidak terikat dengan keadaan ini). Kesadaran atau
pikiran ini timbul untuk melaksanakan kewajiban bekerja dalam penerimaan objek
waktu sekarang melalui lima
pintu indera.
2.
Upekkhāsahagata× manodvārāvajanacitta×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang menyelidiki objek dari
hati sanubari, disertai kemasabodohan (tidak terikat dengan keadaan ini).
Kesadaran atau pikiran ini
berkewajiban untuk memberikan keputusan terhadap lima objek dari hati sanubari.
3.
Somanassasahagata× hasituppādacitta×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang menimbulkan senyum dari
seorang arahat, disertai kesenangan.
Pengertian
Kamavacara sobhana Citta
Kamavacara-sobhana Citta berarti kesadaran atau pikiran
baik yang pada umumnya terdapat pada makhluk-makhluk yang berdiam di Kāma
Bhūmi. Kesadaran atau pikiran baik ini berjumlah dua puluh empat jenis. Untuk
makhluk-makhluk yang belum mencapai kesucian, kesadaran atau pikiran baik ini
dinamakan Maha Kusala Citta. Sedangkan, kesadaran atau pikiran baik yang timbul
pada arahat dinamakan Maha Kiriya Citta. Dalam Kamavacara-sobhana Citta ini
juga terdapat Maha Vipaka Citta yang merupakan Patisandhi Citta.
Pengelompokan
Kamavacara sobhana Citta
Kamavacara-sobhana Citta berjumlah dua puluh empat
jenis yang terbagi atas tiga kelompok, yaitu:
1.
Mahakusala Citta, yang terdiri
atas delapan jenis.
2.
Mahavipaka Citta, yang terdiri
atas delapan jenis.
3.
Mahakiriya Citta, yang terdiri
atas delapan jenis.
Mahakusala Citta
Mahakusala Citta berarti kesadaran atau pikiran yang
maha baik. Kesadaran atau pikiran ini dapat timbul pada tiga puluh alam
kehidupan (tidak termasuk alam Asannasatta karena makhluk yang berdiam di alam
ini tidak mempunyai citta dan juga cetasika). Jadi, makhluk-makhluk yang
berdiam di alam Apāya pun dapat mengembangkan mahakusala-citta jika mereka
memang mau mengembangkannya. Misalnya, pada saat seekor anjing sedang menolong
majikannya dari bahaya yang mengancam atau pada saat seekor induk macan sedang
melindungi anak-anaknya dari bahaya dengan penuh kasih sayang.
Mahakusala-Citta
terdiri atas delapan jenis, yaitu:
1.
Somanassasahagata× ñānasampayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kesenangan, bersekutu dengan pengetahuan.
2.
Somanassasahagata× ñānasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kesenangan, bersekutu dengan pengetahuan.
3.
Somanassasahagata× ñānavippayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kesenangan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
4.
Somanassasahagata× ñānavippayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kesenangan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
5.
Upekkhāsahagata× ñānasampayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kemasabodohan, bersekutu dengan pengetahuan.
6.
Upekkhāsahagata× ñānasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kemasabodohan, bersekutu dengan pengetahuan.
7.
Upekkhāsahagata× ñānavippayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kemasabodohan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
8.
Upekkhāsahagata× ñānavippayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kemasabodohan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
Mahavipaka Citta
Mahavipaka Citta berarti kesadaran atau pikiran yang
menjadi hasil atau akibat dari Mahakusala Citta (yang dilakukan tanpa pamrih).
Mahavipaka Citta merupakan Patisandhi Citta karena kesadaran atau pikiran ini
menjalankan tugas tumimbal lahir (di alam manusia dan enam alam dewa). Mahavipaka
Citta terdiri atas delapan jenis, yaitu:
1.
Somanassasahagata× ñānasampayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kesenangan, bersekutu dengan pengetahuan.
2.
Somanassasahagata× ñānasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kesenangan, bersekutu dengan pengetahuan.
3.
Somanassasahagata× ñānavippayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kesenangan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
4.
Somanassasahagata× ñānavippayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kesenangan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
5.
Upekkhāsahagata× ñānasampayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kemasabodohan, bersekutu dengan pengetahuan.
6.
Upekkhāsahagata× ñānasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kemasabodohan, bersekutu dengan pengetahuan.
7.
Upekkhāsahagata× ñānavippayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kemasabodohan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
8.
Upekkhāsahagata× ñānavippayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kemasabodohan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
Mahakiriya Citta
Mahakiriya Citta berarti kesadaran atau pikiran yang
bukan kusala, bukan akusala, dan bukan vipaka, hanya merupakan kesadaran atau
pikiran yang bertugas menerima objek melalui enam pintu indera. Karena
kesadaran atau, pikiran ini timbul khusus kepada arahat, maka kesadaran atau
pikiran ini terbebas dari akibat pada masa yang akan datang. Mahakiriya Citta
terdiri atas delapan jenis, yaitu:
1.
Somanassasahagata× ñānasampayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kesenangan, bersekutu dengan pengetahuan.
2.
Somanassasahagata× ñānasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kesenangan, bersekutu dengan pengetahuan.
3.
Somanassasahagata× ñānavippayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kesenangan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
4.
Somanassasahagata× ñānavippayuta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kesenangan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
5.
Upekkhāsahagata× ñānasampayutta× asankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kemasabodohan, bersekutu dengan pengetahuan.
6.
Upekkhāsahagata× ñānasampayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kemasabodohan, bersekutu dengan pengetahuan.
7.
Upekkhāsahagata× ñānavippayutta× asankharika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul tanpa ajakan,
disertai kemasabodohan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
8.
Upekkhāsahagata× ñānavippayutta× sasankhārika×, yang berarti kesadaran atau pikiran yang timbul dengan ajakan,
disertai kemasabodohan, tidak bersekutu dengan pengetahuan.
Pengertian Rupavacara Citta
Rupavacara Citta berarti kesadaran atau pikiran yang mencapai objek
dari Rupa-jhana. Kesadaran atau pikiran ini berkelana di Rupa Bhumi. Rupa Bhumi
merupakan alam kehidupan yang makhluk
Makhluknya
mempunyai rupa jhana. Rupa Bhumi terdiri atas enam belas alam, yang terbagi
atas empat kelompok, yaitu:
1.
Pathama Jhana Bhumi atau alam jhana
tingkat pertama, yang terdiri atas tiga alam, yaitu Brahma Parisajja Bhumi,
Brahma Purohita Bhumi, dan Maha Brahma Bhumi.
2.
Dutiya Jhana Bhumi atau alam jhana
tingkat kedua, yang juga terdiri atas tiga alam, yaitu Brahma Parittabha Bhumi,
Brahma Appamanabha Bhumi, dan Brahma Abhassara Bhumi.
3.
Tatiya Jhana Bhumi atau alam jhana
tingkat ketiga, yang juga terdiri atas tiga alam, yaitu Brahma Parittasubha
Bhumi, Brahma Appamanasubha Bhumi, dan Brahma Subhakinha Bhumi.
4.
Catuttha Jhana Bhumi atau alam jhana
tingkat keempat, yang terdiri atas tujuh alam, yaitu Brahma Vehapphala Bhumi,
Brahma Asannasatta Bhumi, dan lima alam Suddhavasa (Brahma Aviha Bhumi, Brahma
Atappa Bhumi, Brahma Sudassa Bhumi, Brahma Sudassi Bhumi, dan Brahma Akanittha
Bhumi).
Menurut Sutta Pitaka, terdapat delapan tingkat jhana yang terdiri
atas empat tingkat rupa jhana dan empat tingkat arupa jhana. Sedangkan, menurut
Abhidhamma Pitaka, terdapat sembilan tingkat jhana yang terdiri atas lima tingkat rupa jhana
dan empat tingkat arupa jhana. Jadi, dalam Sutta dan Abhidhamma terdapat
perbedaan tingkat rupa jhananya. Perbedaan ini muncul karena dalam Abhidhamma,
hal ini disesuaikan menurut keadaan, menurut bagian, dan jumlah kesadaran yang
berada dalam rupavacara-citta, karena kesadaran dari manda puggala (orang yang
kurang cerdas) tidak dapat melihat kekotoran dari vitakka dan vicara
kedua-duanya ini sekaligus dalam waktu yang sama, hanya dapat membuang
"keadaan batin" satu persatu, yaitu dutiya-jhana (jhana tingkat
kedua) membuang vitakka, dan tatiya-jhana (jhana tingkat ketiga) membuang
vicara. Namun, dalam Sutta Pitaka, hal ini disesuaikan dengan kesadaran yang
dimiliki oleh tikkha puggala (orang yang cerdas), yang mana ia mampu
menyelidiki dan melihat kekotoran dari vitakka dan vicara sekaligus. Karena
itu, dalam Sutta Pitaka, rupa-jhana mempunyai empat tingkatan.
Pembagian Rupavacara Citta
Rupavacara Citta berjumlah lima
belas jenis yang terbagi atas tiga kelompok, yaitu:
1.
Rupavacarakusala Citta, yang
terdiri atas lima
tingkatan jhana.
2.
Rupavacaravipaka Citta, yang
terdiri atas lima
akibat kesadaran jhana.
3.
Rupavacarakiriya Citta, yang
terdiri atas lima
tingkatan jhana.
Rupavacarakusala Citta
Rupavacara Citta berarti kesadaran atau pikiran baik yang mencapai
rupa-jhana. Kesadaran atau pikiran ini terdapat pada orang yang belum mencapai
tingkat kesucian arahat. Rupavacara-kusala Citta terdiri atas lima tingkatan jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, Pathamajjhana kusalacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran baik dari jhana pertama yang timbul bersama dengan vitakka, vicara,
piti, sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha, ekaggatasahitam,
dutiyajjhana kusalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik dari jhana
kedua yang timbul bersama dengan vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana kusalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik dari jhana
ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam,
catutthajjhana kusalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik dari
jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam, pancamajjhana
kusalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik dari jhana kelima yang
timbul bersama dengan upekkha (keseimbangan batin) dan ekaggata.
Rupavacaravipaka Citta
Rupavacaravipaka Citta berarti kesadaran atau pikiran yang menjadi
hasil atau akibat dari Rupavacarakusala Citta. Rupavacaravipaka Citta terdiri
atas lima
akibat kesadaran jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, pathamajjhana vipakacittam, yang berarti akibat kesadaran atau
pikiran dari jhana pertama yang timbul bersama dengan vitakka, vicara, piti,
sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, dutiyajjhana vipakacittam, yang berarti akibat kesadaran atau
pikiran dari jhana kedua yang timbul bersama dengan vicara, piti, sukha, dan
ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana vipakacittam, yang berarti akibat kesadaran atau pikiran dari
jhana ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam,
catutthajhana vipakacittam, yang berarti akibat kesadaran atau pikiran dari
jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam,
pancamajjhana vipakacittam, yang berarti akibat kesadaran atau pikiran dari
jhana kelima yang timbul bersama dengan upekkha (keseimbangan batin) dan
ekaggata.
Rupavacarakiriya Citta
Rupavacarakiriya Citta berarti kesadaran atau pikiran khusus
terdapat pada arahat yang mencapai rupa-jhana. Kesadaran atau pikiran ini tidak
berakibat karena arahat tidak akan bertumimbal lahir lagi. Rupavacarakiriya
Citta terdiri atas lima
tingkatan jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, pathamajjhana kiriyacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran tidak berakibat dari jhana pertama yang timbul bersama dengan vitakka,
vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, dutiyajjhana kiriyacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran
tidak berakibat dari jhana kedua yang timbul bersama dengan vicara, piti,
sukha, dan. ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana kiriyacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran tidak berakibat
dari jhana ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam,
catutthajjhana kiriyacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran tidak
berakibat dari jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam,
pancamajjhana kiriyacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran tidak berakibat
dari jhana kelima yang timbul bersama dengan upekkha (keseimbangan batin) dan
ekaggata.
Pengertian Arupavacara Citta
Arupavacara Citta berarti kesadaran atau pikiran yang mencapai objek
dari Arupa-jhana. Kesadaran atau pikiran ini berkelana di Arupa Bhumi. Arupa
Bhumi merupakan alam kehidupan yang makhluk-makhluknya mempunyai arupa jhana.
Arupa Bhumi terdiri atas empat alam kehidupan, yaitu:
1.
Akasanancayatana Bhumi, adalah
alam kehidupan yang makhluk-makhluknya mempunyai arupa jhana tingkat pertama.
2.
Vinnanancayatana Bhumi, adalah
alam kehidupan yang makhluk-makhluknya mempunyai arupa jhana tingkat kedua.
3.
Akincannayatana Bhumi, adalah
alam kehidupan yang makhluk-makhluknya mempunyai arupa jhana tingkat ketiga.
4.
Nevasannanasannayatana Bhumi,
adalah alam kehidupan yang makhluk-makhluknya mempunyai arupa jhana tingkat
keempat.
Pembagian Arupavacara Citta
Arupavacara Citta berjumlah dua belas jenis yang terbagi atas tiga
kelompok, yaitu:
1.
Arupavacarakusala Citta, yang
terdiri atas empat tingkatan jhana.
2.
Arupavacaravipaka Citta, yang
terdiri atas empat akibat kesadaran jhana.
3.
Arupavacarakiriya Citta, yang
terdiri atas empat tingkatan jhana.
Arupavacarakusala Citta
Arupavacarakusala Citta berarti kesadaran atau pikiran baik yang
mencapai Arupa-jhana. Kesadaran atau pikiran ini terdapat pada orang yang belum
mencapai kesucian arahat. Arupa-vacarakusala Citta terdiri atas empat tingkatan
jhana, yaitu:
1.
Upekkha, ekaggatasahitam,
akasanancayatana kusalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik dari
keadaan konsepsi ruangan tanpa batas yang timbul bersama dengan upekkha
(keseimbangan batin) dan ekaggata.
2.
Upekkha, ekaggatasahitam,
vinnanancayatana kusalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik dari
keadaan konsepsi kesadaran tanpa batas yang timbul bersama dengan upekkha
(keseimbangan batin) dan ekaggata.
3.
Upekkha, ekaggatasahitam,
akincannayatana kusalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik dari
keadaan konsepsi kekosongan yang timbul bersama dengan upekkha (keseimbangan
batin) dan ekaggata.
4.
Upekkha, ekaggatasahitam,
nevasannanasannayatana kusalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
dari keadaan konsepsi bukan pencerapan pun bukan tidak pencerapan yang timbul
bersama dengan upekkha (keseimbangan batin) dan ekaggata
Arupavacaravipaka Citta
Arupavacaravipaka Citta berarti kesadaran atau pikiran yang menjadi
hasil atau akibat dari Arupavacarakusala Citta. Arupavacaravipaka Citta terdiri
atas empat akibat kesadaran jhana, yaitu:
1.
Upekkha, ekaggatasahitam,
akasanancayatana vipakacittam, yang berarti akibat kesadaran atau pikiran dari
keadaan konsepsi ruangan tanpa batas yang timbul bersama dengan Upekkha (keseimbangan
batin) dan ekaggata.
2.
Upekkha, ekaggatasahitam,
vinnanancayatana vipakacittam, yang berarti akibat kesadaran atau pikiran dari
keadaan konsepsi kesadaran tanpa batas yang timbul bersama dengan upekkha
(keseimbangan batin) dan upekkha.
3.
Upekkha, ekaggatasahitam,
akincannayatana vipakacittam, yang berarti akibat kesadaran atau pikiran dari
keadaan konsepsi kekosongan yang timbul bersama dengan upekkha (keseimbangan
batin) dan ekaggata.
4.
Upekkha, ekaggatasahitam,
nevasannanasannayatana vipakacittam, yang berarti akibat kesadaran atau pikiran
dari keadaan konsepsi bukan pencerapan pun bukan tidak pencerapan yang timbul
bersama dengan upekkha (keseimbangan batin) dan ekaggata.
Arupavacarakiriya Citta
Arupavacarakiriya Citta berarti kesadaran atau pikiran khusus
terdapat pada arahat yang mencapai Arupa Jhana. Kesadaran atau pikiran ini
tidak berakibat karena arahat tidak akan bertumimbal lahir lagi.
Arupavacarakiriya Citta terdiri atas empat tingkatan Jhana, yaitu:
1.
Upekkha, ekaggatasahitam,
akasanancayatana kiriyacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran tidak
berakibat dari keadaan konsepsi ruangan tanpa batas yang timbul bersama dengan
upekkha (keseimbangan batin) dan ekaggata.
2.
Upekkha, ekaggatasahitam,
vinnanancayatana kiriyacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran tidak
berakibat dari keadaan konsepsi kesadaran tanpa batas yang timbul bersama
dengan upekkha (keseimbangan batin) dan ekaggata.
3.
Upekkha, ekaggatasahitam,
akincannayatana kiriyacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran tidak
berakibat dari keadaan konsepsi kekosongan yang timbul bersama dengan upekkha
(keseimbangan batin) dan ekaggata.
4.
Upekkha, ekaggatasahitam,
nevasannanasannayatana kiriyacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran tidak
berakibat dari keadaan konsepsi bukan pencerapan pun bukan tidak pencerapan
yang timbul bersama dengan upekkha (keseimbangan batin) dan ekaggata.
Pembagian Lokuttara Citta
Lokuttara Citta berjumlah delapan atau empat puluh jenis yang
terbagi atas dua kelompok, yaitu:
1.
Lokuttarakusala Citta atau
Magga Citta, yang terdiri atas empat atau dua puluh jenis.
2.
Lokuttaravipaka Citta atau
Phala Citta, yang terdiri atas empat atau dua puluh jenis.
Lokuttarakusala
Citta atau Magga Citta yang berjumlah empat atau dua puluh jenis itu terdiri
atas:
1.
Sotapatti-magga-citta, yang
terdiri atas lima
tingkatan jhana.
2.
Sakadagami-magga-citta, yang
terdiri atas lima
tingkatan jhana.
3.
Anagami-magga-citta, yang
terdiri atas lima
tingkatan jhana.
4.
Arahatta-magga-citta, yang
terdiri atas lima
tingkatan jhana.
Lokuttaravipaka
Citta atau Phala Citta yang berjumlah empat atau dua puluh jenis itu juga
terdiri atas:
1.
Sotapatti-phala-citta, yang
terdiri atas lima
tingkatan jhana.
2.
Sakadagami-phala-citta, yang
terdiri atas lima
tingkatan jhana.
3.
Anagami-magga-citta, yang
terdiri atas lima
tingkatan jhana.
4.
Arahatta-phala-citta, yang
terdiri atas lima
tingkatan jhana.
Sotapatti-magga-citta
terdiri atas lima
tingkatan jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, pathamajjhana Sotapattimaggacittam, yang berarti kesadaran
atau pikiran baik Sotapattimagga dari jhana pertama yang timbul bersama dengan
vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, dutiyajjhana Sotapattimaggacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran baik Sotapattimagga dari jhana kedua yang timbul bersama dengan vicara,
piti, sukha, dan ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana Sotapattimaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sotapattimagga dari jhana ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan
ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam,
catutthajjhana Sotapattimaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sotapattimagga dari jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan
ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam,
pancamajjhana Sotapattimaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sotapattimagga dari jhana kelima yang timbul bersama dengan Upekkha dan
ekaggata.
Sakadagami-magga-citta
terdiri atas lima
tingkatan jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, pathamajjhana Sakadagamimaggacittam, yang berarti kesadaran
atau pikiran baik Sakadagamimagga dari jhana pertama yang timbul bersama dengan
vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, dutiyajjhana Sakadagamimaggacittam, yang berarti kesadaran
atau pikiran baik Sakadagamimagga dari jhana kedua yang timbul bersama dengan
vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana Sakadagamimaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sakadagamimagga dari jhana ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan
ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam,
catutthajjhana Sakadagamimaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sakadagamimagga dari jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan
ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam,
pancamajjhana Sakadagamimaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sakadagamimagga dari jhana kelima yang timbul bersama dengan upekkha dan
ekaggata.
Anagami-magga-citta terdiri atas lima tingkatan jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, pathamajjhana Anagamimaggacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran baik Anagamimagga dari jhana pertama yang timbul bersama dengan
vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, dutiyajjhana Anagamimaggacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran baik Anagamimagga dari jhana kedua yang timbul bersama dengan vicara,
piti, sukha, dan ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana Anagamimaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Anagamimagga dari jhana ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan
ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam,
catutthajjhana Anagamimaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Anagamimagga dari jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam,
pancamajjhana anagamimaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Anagamimagga dari jhana kelima yang timbul bersama dengan Upekkha dan ekaggata.
Arahatta-magga-citta terdiri atas lima tingkatan jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, pathamajjhana Arahattamaggacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran baik Arahattamagga dari jhana pertama yang timbul bersama dengan
vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha, ekaggatasahitam,
dutiyajjhana Arahattamaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Arahattamagga dari jhana kedua yang timbul bersama dengan vicara, piti, sukha,
dan ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana Arahattamaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Arahattamagga dari jhana ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan
ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam,
catutthajjhana Arahattamaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Arahattamagga dari jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam,
pancamajjhana Arahattamaggacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Arahattamagga dari jhana kelima yang timbul bersama dengan upekkha dan
ekaggata.
Sotapatti-phala-citta terdiri atas lima tingkatan jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, pathamajjhana Sotapattiphalacittam, yang berarti kesadaran
atau pikiran baik Sotapattiphala dari jhana pertama yang timbul bersama dengan
vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, dutiyajjhana Sotapattiphalacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran baik Sotapattiphala dari jhana kedua yang timbul bersama dengan vicara,
piti, sukha, dan ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana Sotapattiphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sotapattiphala dari jhana ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan
ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam,
catutthajjhana Sotapattiphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sotapattiphala dari jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan
ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam,
pancamajjhana Sotapattiphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sotapattiphala dari jhana kelima yang timbul bersama dengan upekkha dan ekaggata.
Sakadagami-phala-citta terdiri atas lima tingkatan jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, pathamajjhana Sakadagamiphalacittam, yang berarti kesadaran
atau pikiran baik Sakadagamiphala dari jhana pertama yang timbul bersama dengan
vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, dutiyajjhana Sakadagamiphalacittam, yang berarti kesadaran
atau pikiran baik Sakadagamiphala dari jhana kedua yang timbul bersama dengan
vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana Sakadagamiphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sakadagamiphala dari jhana ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan
ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam,
catutthajjhana Sakadagamiphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sakadagamiphala dari jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan
ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam,
pancamajjhana Sakadagamiphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Sakadagamiphala dari jhana kelima yang timbul bersama dengan upekkha dan
ekaggata.
Anagami-phala-citta terdiri atas lima tingkatan jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, pathamajjhana Anagamiphalacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran baik Anagamiphala dari jhana pertama yang timbul bersama dengan
vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, dutiyajjhana Anagamiphalacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran baik Anagamiphala dari jhana kedua yang timbul bersama dengan vicara,
piti, sukha, dan ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana Anagamiphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Anagamiphala dari jhana ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan
ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam, catutthajjhana
Anagamiphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik Anagamiphala dari
jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam,
pancamajjhana Anagamiphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik Anagamiphala
dari jhana kelima yang timbul bersama dengan upekkha dan ekaggata.
Arahatta-phala-citta terdiri atas lima tingkatan jhana, yaitu:
1.
Vitakka, vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, pathamajjhana Arahattaphalacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran baik Arahattaphala dari jhana pertama yang timbul bersama dengan
vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2.
Vicara, piti, sukha,
ekaggatasahitam, dutiyajjhana Arahattaphalacittam, yang berarti kesadaran atau
pikiran baik Arahattaphala dari jhana kedua yang timbul bersama dengan vicara,
piti, sukha, dan ekaggata.
3.
Piti, sukha, ekaggatasahitam,
tatiyajjhana Arahattaphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Arahatta phala dari jhana ketiga yang timbul bersama dengan piti, sukha, dan
ekaggata.
4.
Sukha, ekaggatasahitam,
catutthajjhana Arahattaphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Arahattaphala dari jhana keempat yang timbul bersama dengan sukha dan ekaggata.
5.
Upekkha, ekaggatasahitam,
pancamajjhana Arahattaphalacittam, yang berarti kesadaran atau pikiran baik
Arahattaphala dari jhana kelima yang timbul bersama dengan Upekkha dan
ekaggata.
Pengertian Cetasika
Cetasika atau bentuk-bentuk batin adalah keadaan yang bersekutu
dengan citta. Ada
empat macam sifat cetasika, yaitu:
1.
Ekuppada, yang berarti
timbulnya bersama dengan citta.
2.
Ekanirodha, yang berarti
padamnya bersama dengan citta.
3.
Ekalambana, yang berarti
mempunyai objek sama dengan citta.
4.
Ekavatthuka, yang berarti
pemakaian objek sama dengan citta.
Pembagian Cetasika
Cetasika terdiri atas lima
puluh dua jenis. Setiap jenis cetasika mempunyai sifat yang tidak sama.
Berdasarkan sifat-sifatnya yang berbeda itu, cetasika dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.
Annasamana Cetasika, yang
terdiri atas tiga belas jenis.
b.
Akusala Cetasika, yang terdiri
atas empat belas jenis.
c.
Sobhana Cetasika, yang terdiri
atas dua puluh lima
jenis.
Annasamana
Cetasika adalah bentuk-bentuk batin yang dapat bersekutu dengan semua kesadaran
atau pikiran yang baik dan yang tidak baik. Akusala Cetasika adalah
bentuk-bentuk batin yang tidak baik. Sobhana Cetasika adalah bentuk-bentuk
batin yang baik. Bentuk-bentuk batin ini selalu timbul dan padam terus menerus
dalam diri manusia dari waktu ke waktu. Sebagai umat Buddha, kita seyogyanya
berusaha memunculkan bentuk-bentuk batin yang baik dan melenyapkan
bentuk-bentuk batin yang tidak baik, agar kita dapat hidup tenang dan
berbahagia.
Pengertian Annasamana
Cetasika
Annasamana Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang sama
keadaannya, yaitu dapat bersekutu dengan kesadaran atau pikiran yang baik dan yang tidak baik.
Cetasika ini berjumlah tiga belas jenis. Dari ketiga belas jenis cetasika ini
terdapat tujuh jenis cetasika yang bersekutu dengan semua kesadaran atau
pikiran yang baik dan yang tidak baik. Ketujuh jenis cetasika yang disebut
Sabbacittasadharana Cetasika ini selalu timbul menyertai setiap jenis citta yang
timbul dalam diri manusia. Sedangkan enam jenis cetasika sisanya hanya
bersekutu dengan sebagian kesadaran atau pikiran. Keenam jenis cetasika ini
disebut Pakinnaka Cetasika.
Pembagian Annasamana
Cetasika
Annasamana Cetasika berjumlah tiga belas jenis. Ketiga belas jenis
cetasika ini dapat bersekutu dengan kesadaran atau pikiran yang baik dan yang
tidak baik. Namun, ada cetasika yang bersekutu dengan semua kesadaran atau
pikiran yang baik dan yang tidak baik, tetapi ada pula cetasika yang hanya
dapat bersekutu dengan sebagian kesadaran atau pikiran. Oleh sebab itu,
cetasika ini dapat dikelompokkan atas dua kelompok, yaitu:
1.
Sabbacittasadharana-cetasika,
yang terdiri atas tujuh jenis.
2.
Pakinnaka-cetasika, yang
terdiri atas enam jenis.
Sabbacittasadharana Cetasika
Sabbacittasadharana Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang
bersekutu dengan semua kesadaran atau pikiran yang baik dan yang tidak baik.
Cetasika ini menyertai setiap kejadian tunggal dari kesadaran atau pikiran atau
citta. Citta itu terdapat pada diri setiap manusia yang hidup di dunia ini, dan
karenanya cetasika yang menyertai citta itu merupakan hal-hal yang berhubungan
dengan duniawi dan bersifat universal.
Sabbacittasadharana
cetasika terdiri atas tujuh jenis, yaitu:
1.
Phassa, yang berarti kontak.
Kontak berarti kemampuan untuk menyentuh atau menekan objek yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan.
2.
Vedana, yang berarti perasaan.
Perasaan berarti kemampuan untuk mengenal rasa.
3.
Sanna, yang berarti pencerapan.
Pencerapan berarti pengenalan suatu objek atau persepsi indera.
4.
Cetana, yang berarti kehendak.
Kehendak berarti kemauan atau niat untuk berbuat yang baik atau yang tidak
baik.
5.
Ekaggata, yang berarti
pemusatan pikiran atau konsentrasi atau meditasi atau samadhi. Ekaggata
merupakan salah satu faktor jhana.
6.
Jivitindriya, yang berarti
kehidupan jasmani. Jivitindriya merupakan pemelihara dari bentuk-bentuk batin
dalam kelanjutannya.
7.
Manasikara, yang berarti
perhatian. Manasikara bermanfaat untuk membawa objek keinginan itu ke dalam
bidang kesadaran.
Pakinnaka Cetasika
Pakinnaka Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang bersekutu dengan
sebagian kesadaran atau pikiran atau citta. Cetasika ini dapat berhubungan
dengan citta yang baik dan yang tidak baik, tetapi hanya tipe-tipe citta atau
kesadaran khusus. Jadi, cetasika ini tidak bersekutu pada semua citta, tetapi
hanya citta-citta tertentu.
Pakinnaka
Cetasika terdiri atas enam jenis, yaitu:
1.
Vitakka, yang berarti
perenungan permulaan dari pikiran. Vitakka bermanfaat untuk mengarahkan pikiran
pada objek.
2.
Vicara, yang berarti perenungan
penopang dari pikiran, yaitu perenungan sebagai pendukung atau penopang atau
yang memegang pikiran. Vicara bermanfaat untuk memegang pikiran dan mengatur di
dalam objek.
3.
Adhimokkha, yang berarti
keputusan, atau keadaan pikiran yang menyendiri, bebas dari objek, yaitu khusus
mengenai kebebasan pikiran dari gelombang keadaan di antara dua sumber, yaitu
'ada' atau 'tidak ada', 'benar' atau 'tidak benar'.
4.
Viriya, yang berarti semangat
atau tenaga, atau usaha dari pikiran di dalam perbuatan. Viriya terbagi atas
dua macam, yaitu usaha yang benar dan usaha yang salah. Namun, umat Buddha yang
baik seyogyanya melakukan usaha yang benar.
5.
Piti, yang berarti kegiuran
atau kegembiraan dari pikiran yang telah terlepas dari keruwetannya.
6.
Chandha, yang berarti keinginan
untuk berbuat, misalnya keinginan untuk pergi, keinginan untuk berbicara, dan
sebagainya. Chandha terdiri atas tiga jenis, yaitu:
a.
Kamachandha, yang berarti
kesenangan dan kepuasan dalam nafsu indera.
b.
Kattukamyata Chandha, yang
berarti semata-mata keinginan untuk berbuat.
c.
Dhammachandha, yang berarti
kepuasan dalam Dhamma, yaitu belajar dan melaksanakan Dhamma sehingga mencapai
kepuasan dalam memperoleh hasilnya.
Pengertian Akusala Cetasika
Akusala Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang tidak baik.
Bentuk-bentuk batin atau cetasika selalu timbul mengikuti kesadaran atau
pikiran atau citta. Bentuk-bentuk batin yang tidak baik atau Akusala Cetasika
selalu timbul mengikuti pikiran yang tidak baik atau Akusala Citta. Jadi, Akusala
Cetasika ini membentuk semua kejadian yang tidak baik dari kesadaran makhluk.
Pembagian Akusala Cetasika
Akusala Cetasika berjumlah empat belas jenis. Dari keempat belas
jenis cetasika ini, ada cetasika yang dipimpin oleh lobha, dosa, moha, thiduka,
dan vicikiccha. Berdasarkan hal tersebut, Akusala Cetasika ini dapat
dikelompokkan menjadi lima
kelompok, yaitu:
1.
Mocatuka Cetasika, yang terdiri
atas empat jenis.
2.
Lotika Cetasika, yang terdiri
atas tiga jenis.
3.
Docatuka Cetasika, yang terdiri
atas empat jenis.
4.
Thiduka Cetasika, yang terdiri
atas dua jenis.
5.
Vicikiccha Cetasika, yang
terdiri atas satu jenis.
Mocatuka Cetasika
Mocatuka
Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang dipimpin oleh moha cetasika. Mocatuka
Cetasika terdiri atas empat jenis, yaitu moha, ahirika, anottappa, dan
uddhacca. Keempat jenis bentuk batin ini merupakan bentuk-bentuk batin yang
tidak baik.
Lotika Cetasika
Lotika Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang dipimpin oleh lobha
cetasika. Lotika Cetasika terdiri atas tiga jenis, yaitu lobha, ditthi, dan
mana. Ketiga jenis bentuk batin ini merupakan bentuk-bentuk batin yang tidak
baik. Jika seseorang memiliki bentuk-bentuk batin ini, maka ia akan melakukan
berbagai macam perbuatan jahat yang bersumber dari lobha. Oleh sebab itu, ketiga
jenis bentuk batin ini harus dikikis dari dalam diri kita sedikit demi sedikit
hingga akhirnya lenyap sama sekali.
Docatuka Cetasika
Docatuka Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang dipimpin oleh
dosa cetasika. Docatuka Cetasika terdiri atas empat jenis, yaitu dosa, issa,
macchariya, dan kukkucca. Keempat jenis bentuk batin ini merupakan
bentuk-bentuk batin yang tidak baik. Jika seseorang memiliki bentuk-bentuk
batin ini, maka ia akan melakukan berbagai macam perbuatan jahat yang bersumber
dari dosa. Oleh sebab itu, keempat jenis bentuk batin ini harus dikikis dari
dalam diri kita sedikit demi sedikit hingga akhirnya lenyap sama sekali.
Thiduka Cetasika
Thiduka Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang dipimpin oleh
thina cetasika. Thiduka cetasika terdiri atas dua jenis, yaitu thina dan
middha. Kedua jenis bentuk batin ini merupakan bentuk-bentuk batin yang tidak
baik. Jika seseorang memiliki bentuk-bentuk batin ini, maka ia menjadi malas
untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Vicikiccha Cetasika
Vicikiccha Cetasika hanya terdiri atas satu jenis, yaitu vicikiccha.
Vicikiccha berarti keragu-raguan atau kebingungan, yaitu ketidakpercayaan
terhadap apa yang harus dipercayai, atau ketidakyakinan terhadap apa yang harus
diyakini. Umat Buddha seyogyanya berusaha melenyapkan keragu-raguan terhadap
Sang Triratna yang terdiri atas Buddha, Dhamma, dan Sangha. Mereka hendaknya
mempunyai keyakinan yang teguh terhadap Sang Triratna.
Pengertian Sobhana
Cetasika
Sobhana Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang baik. Disebut
demikian karena cetasika ini umum bagi seluruh kejadian moral yang baik dari
kesadaran. Cetasika ini muncul dalam kombinasi yang beraneka ragam dalam
pernyataan kesadaran yang baik. Jadi, Sobhana Cetasika sebagai bentuk-bentuk
batin yang baik ini selalu timbul mengikuti kesadaran atau pikiran yang baik.
Pembagian Sobhana Cetasika
Sobhana Cetasika berjumlah dua puluh lima jenis yang terbagi atas empat kelompok,
yaitu
1.
Sobhanasadharana Cetasika, yang
terdiri atas sembilan belas jenis.
2.
Virati Cetasika, yang terdiri
atas tiga jenis.
3.
Appamanna Cetasika, yang
terdiri atas dua jenis.
4.
Pannindriya Cetasika, yang
terdiri atas satu jenis.
Sobhanasadharana Cetasika
Sobhanasadharana Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang bersekutu
hanya dengan kesadaran atau pikiran yang baik. Jika pikiran baik muncul, maka
bentuk-bentuk batin ini juga ikut muncul.
Sobhanasadharana
Cetasika terdiri atas sembilan belas jenis, yaitu Saddha, Sati, Hiri, Ottappa,
Alobha, Adosa, Tatramajhattata, Kayapassadhi, Cittapassadhi, Kaya lahuta, Citta
lahuta, Kaya muduta, Citta muduta, Kaya kammannata, Citta kammannata, Kaya
pagunnata, Citta pagunnata, Kayujukata, dan Cittujukata.
Virati Cetasika
Virati Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang terbebas dari
kejahatan sebagai pemimpin. Virati Cetasika terdiri atas tiga jenis, yaitu
Samma Vaca, Samma Kammanta, dan Samma Ajiva.
Appamanna Cetasika
Appamanna Cetasika berarti bentuk-bentuk batin yang tidak terbatas.
Disebut demikian karena objek-objek tersebut tanpa batas. Appamanna Cetasika
terdiri atas dua jenis, yaitu karuna dan mudita. Karuna berarti belas kasihan,
atau keinginan untuk menolong makhluk yang sedang menderita. Mudita berarti
simpati, yaitu merasa gembira dan bahagia melihat kesuksesan dan kebahagiaan
orang lain. Umat Buddha seyogyanya memiliki sifat mudita. Mereka hendaknya
merasa turut bergembira melihat orang lain gembira dan berhasil dalam usahanya.
Mereka hendaknya merasa turut berbahagia melihat orang lain bahagia dan sukses
dalam berbagai bidang.
Pannindriya Cetasika
Pannindriya Cetasika hanya terdiri atas satu jenis, yaitu panna.
Panna berarti kebijaksanaan, yaitu dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan
sewajarnya, bahwa hidup dan kehidupan ini dicengkeram oleh Tilakkhana (anicca,
dukkha, dan anatta). Istilah lain untuk panna adalah amoha atau ketidakbodohan,
nana atau pengertian, vijja atau pengetahuan, samma ditthi atau Pandangan
Benar.
Pengertian
Sampayoga
Sampayoga berarti 'bersekutu'. Di sini dimaksudkan
bahwa Cetasika setiap jenis itu dapat bersekutu dengan Citta berapa jenis,
yaitu Citta apa. Jadi, dari kelima puluh dua jenis Cetasika itu akan dilihat
satu persatu atau secara berkelompok masuk bersekutu dengan citta berapa jenis.
Namun, di bawah ini akan diuraikan mengenai Sampayoga dari Cetasika yang
bersekutu dengan Citta, khusus dalam Cittuppada (kesadaran yang timbul) setiap
jenis.
Pengertian Aniyatayogi
Cetasika.
Aniyatayogi Cetasika adalah cetasika yang bersekutu
dengan citta secara tidak tetap, yang berarti Cetasika itu sewaktu-waktu bersekutu,
dan sewaktu-waktu tidak bersekutu. Jadi, cetasika ini tidak setiap saat timbul
dalam diri makhluk. Cetasika ini hanya timbul pada saat-saat tertentu.
Aniyatayogi Cetasika yang berjumlah sebelas jenis itu
dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu:
1.
Nanakadaci, yang berarti
bersekutu sewaktu-waktu dan satu persatu.
2.
Sahakadaci, yang berarti
bersekutu sewaktu-waktu dan bersama.
3.
Kadaci, yang berarti bersekutu
sewaktu-waktu.
Pengertian Sangaha
Sangaha berarti gabungan. Di sini dimaksudkan Citta
atau kesadaran satu-persatu jenis dihitung, ada cetasika bergabung berapa jenis
dan cetasika apa saja. Sangaha juga dimaksudkan menghitung jumlah Cetasika yang
berada dalam Citta. Jadi, citta yang berjumlah delapan puluh sembilan atau
seratus dua puluh satu jenis itu akan dihitung satu persatu atau secara
berkelompok, ada berapa jenis cetasika yang datang bersekutu.
Citta yang dapat dibagi atas lima kelompok, ada Cetasika datang bersekutu
sebagai berikut:
1.
Akusala Citta, ada cetasika
bersekutu sebanyak 27 jenis.
2.
Ahetuka Citta, ada cetasika
bersekutu sebanyak 12 jenis.
3.
Kamavacarasobhana Citta, ada
cetasika bersekutu sebanyak 38 jenis.
4.
Mahaggata Citta, ada cetasika
bersekutu sebanyak 35 jenis.
5.
Lokuttara Citta, ada cetasika
bersekutu sebanyak 36 jenis.
Citta yang berjumlah delapan puluh sembilan atau
seratus dua puluh satu jenis itu mempunyai Sangaha sebanyak tiga puluh tiga
bagian, yaitu:
1.
Akusala Citta, ada Sangaha
sebanyak tujuh bagian.
2.
Ahetuka Citta, ada Sangaha
sebanyak empat bagian.
3.
Kamavacarasobhana Citta, ada
Sangaha sebanyak dua belas bagian.
4.
Mahaggata Citta, ada Sangaha
sebanyak lima
bagian.
5.
Lokuttara Citta, ada Sangaha
sebanyak lima
bagian.
Pengertian Sabbakusalayogi
Cetasika
Sabbakusalayogi Cetasika adalah cetasika yang dapat
bersekutu dengan Akusala Citta semuanya, baik Lobhamula Citta, Dosamula Citta,
maupun Mohamula Citta. Sabbakusalayogi Cetasika ini bersekutu secara pasti
dengan setiap jenis Akusala Citta. Jika Akusala Citta timbul, maka
Sabbakusalayogi Cetasika juga ikut timbul.
Sabbakusalayogi Cetasika terdiri atas empat belas
jenis, yaitu Sabbakusaladharana Cetasika sebanyak empat jenis dan Annasamana
Cetasika sebanyak sepuluh jenis. Sabbakusaladharana Cetasika yang disebut juga
Mocatuka Cetasika itu terdiri atas moha, ahirika, anottappa, dan uddhacca. Sedangkan,
Annasamana Cetasika di sini berjumlah sepuluh jenis, yaitu Phassa, Vedana,
Sanna, Cetana, Ekaggata, Jivitindriya, Manasikara, Vitakka, Vicara, dan Viriya
(tidak termasuk Adhimokkha, Piti, dan Chandha). Keempat belas jenis cetasika
ini selalu timbul menyertai setiap jenis Akusala Citta.
**********
manstab...
BalasHapusgood
BalasHapusjika harus menghafal segitu banyaknya , sebagian orang akan merasa sulit sekali termasuk saya hehehehe.
BalasHapusmenurut saya inti dari semua baik dan buruk adalah pikiran.
mari kita upayakan slogan " takut berbuat jahat dan akibat dari perbuatan jahat" dunia ini akan terasa indah
mantab
BalasHapussaya hormat sama Abhidharma pittaka
BalasHapussaya hormat sama Abhidharma pittaka
BalasHapusSelamat malam
BalasHapusSaya mau tanya bukankah abhidamma terbagi 7 buku
Apakah ini berasal dari buku?
BalasHapusJika, ia. Bolehkah saya tahu judulnya?
Terima kasih.