PENDAHULUAN
Banyak orang bekerja keras tetapi tidak bias menjamin kebutuhannya. Diantaranya, seperti hasil pemantauan Kepala Dinas P & K Jawa Tengah, banyak guru yang menjadi setres karena kondisi ekonominya yang kurang mencukupi. Produktivitas seorang guru, atau pegawai negeri umumnya, yang telah bekerja keras secara halal pada jam kerja, tidak dengan sendirinya langsung meningkatkan penghasilan. Lain alnya produktivitas seorang pengusaha atau wiraswasta dapat segera mempengaruhi tingkat perolehanya.
Kebanyakna orang bekerja mendapatkan uang. Dalam proses dilapangan bersaing selain mendaptkan uang sebanyak-banyaknya tapi juga egopun semakin besar pula. Tetapi bagi orang yang bekerja sebagai amal ibadah atau demi suatu pengabdian, yang bertujuan menyempurnakan diri (menempurnakan paramita). Menurut Hukum Kamma, barang siapa yang menanam maka cepat atau lambat ia akan memetik atau mendapatkan hasil dari kamma baik. Jika yang ditanam tersebut adaalh perbuatan bajik, tetapi jika menanam perbuatan jahat maka yang diperoleh adaalh penderitaan.
Orang yang mengejar kekayaan hanya untuk mendapatkan kebahagiaan dengan membuat orang lain bahagia. Hal itu bisa dilakukan, seperti yang terdapat di dalam Anguttara Nikaya V, 4:41, yaitu ”kekayaan diperoleh karena bekerja denagn giat, dikumpulkan dengankekuatan tanggan dan cucuran keringat sendiri secara halal, berguna untuk kesanangan dan mempertahankan kebahagiaan dirinya sendir, untuk memelihara dan membuat orang tuanya bahagia; demikian pula membahagiakan istri dan anak-anaknya, membahagiakan para karyawan dan anak buahnya. Inilah lasan pertama untuk menerjar kekayaan.”
PENGERTIAN EKONOMI
Ekonomi dalam kamus pintar bahasa Indonesia oleh Nanda Santoso, diartikan sebagai perihal mengurus dan mengatur kemakmuran yang berkaitan dengan masalah keuangan, perdagangan dan sebagainya, ilmu rumah tangga Negara.
Sedangakan menurut kamus ilmiah popular oleh Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, ekonomi adalah segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai kemakmuran hidupnya; pengaturan ruah tangga.
Konsep ekonomi buddhis yaitu penghiupan/mata pencaharian benar yang terdapat di dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan. Menyebabkan perlunya ekonomi buddhis memiliki beberapa implikasi, yaitu sebagai berikut:
1. Ia mengindikasikan pentingnya Mata Pencaharian Benar (ilmu ekonomi) dalam agama Buddha.
2. Ilmu ekonomi dianggap hanya sebagai salah satu diantara sekian banyak faktor (secara tradisional ada delapan faktor) yang membentuk jalan hidup yang benar, yaitu jalan yang bisa menyelesaikan masalah kehidupan.
Menurut para ahli Ekonomi buddhis tidak hanya mempetimbangkan nilai-nilai etika dari suatu kegiatan ekonomi , tetapi juga berjuang untuk memahami realitas dan mengarahkan kegiatan ekonomi pada keharmonisan dengan ”hal seperti apa adannya”.
Dalam Anguttara Nikaya IV, 285 Sang Buddha menjabarkan bahwa keberhasilan usaha kita paling sedikit tergantung pada empat faktor utama yaitu:
1. Utthanasampada
Rajin dan bersemangat di dalam bekerja. Semangat, menduduki urutan pertama untuk menentukan kesuksesan kita karena pekerjaan kita tidak akan berhasil bila dikerjakan dengan setengah hati.
Unsur dalam semangat adalah keinginan untuk menjadi orang nomor satu di lingkungan kita .
Selain keinginan menjadi orang nomor satu, uang, kekuasaan dan status juga dapat memacu semangat kita.
Semangat bekerja akan mudah didapat bila jenis pekerjaan yang dilakukan adalah menjadi kesenangan kita atau kalau dapat bahkan sejalan dengan hobby atau bakat kita.
Dalam menghadapi situasi ekonomi saat ini yang sangat ketat persaingannya maka kepandaian saja bukanlah satu-satunya jaminan keberhasilan namun KETRAMPILAN atau KEMAMPUAN KHUSUS menjadi factor penting menuju kesuksesan, disamping kerja keras, pelatihan, pengalaman dan strategi, tentu saja.
Buddha Dhamma memandang kerja itu paling sedikit mempunyai tiga fungsi, yaitu:
1. Memberi kesempatan kepada orang untuk menggunakan dan mengembangkan bakatnya.
2. Agar orang dapat mengatasi egoismenya dengan jalan bergabung dengan orang lain untuk melaksanakan tugasnya.
3. Menghasilkan barang dan jasa yang perlu untuk kehidupan yang layak.
Kerja hendaknya dijadikan sumber kesenangan, kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas, sarana untuk mengungkapkan potensi diri, dan mengembangkan bakat seseorang.
Pekerjaan akan menjadi sarana membentuk watak, memupuk persaudaraan dengan sesama manusia dan juga menyejahterakan kehidupan kita.
2. Arakkhasampada
Penuh hati-hati menjaga kekayaan yang telah diperoleh. Memelihara kesuksesan adalah hal pokok kedua yang kadang diremehkan oleh sebagian orang yang telah merasa berhasil dalam usahanya.
Menjaga kesuksesan di sini termasuk menjaga SISTEM YANG DIGUNAKAN dan HASIL YANG DIDAPAT serta berusaha untuk lebih meningkatkannya lagi.
Meningkatkan sistem yang dipakai dan sekaligus akan meningkatkan hasil produksi kita dalam menejemen modern dikenal dengan istilah SWOT - Strength, Weakness, Opportunity, Threat. Hal serupa juga telah diuraikan caranya oleh Sang Buddha dalam salah satu unsur Jalan Mulia Berunsur Delapan yaitu DAYA UPAYA BENAR.
Evaluasi ini disebutkan sebagai empat cara (Padhana) yang terdapat dalam Anguttara Nikaya II, 16 :
a. Sangvarappadhana :
Usaha agar kekurangan yang BELUM dimiliki tidak timbul dalam diri kita, bandingkan dengan Opportunity.
b. Pahanappadhana :
Usaha untuk menghilangkan kekurangan yang SUDAH dimiliki, bandingkan dengan Weakness.
c. Bhavanappadhana :
Usaha untuk menumbuhkan kelebihan yang BELUM dimiliki, bandingkan dengan Threat.
d. Anurakkhappadhana :
Usaha untuk mengembangkan kelebihan yang SUDAH dimiliki, bandingkan dengan Strength.
Jadi, setelah mencapai keberhasilan suatu usaha hendaknya kita mau mencari faktor-faktor yang menyebabkannya dan kemudian berusaha untuk lebih meningkatkannya lagi, sedangkan bila menemui kegagalan pun haruslah ia dijadikan sahabat kita.Kegagalan itu ibarat persimpangan jalan yang paling penting menuju kerja yang lebih termotivasi.
3. Kalyanamittata
Memiliki teman yang bersusila Dalam pengertian Buddhis, teman dan lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh cukup besar untuk kemajuan usaha kita.
Teman tersebut akan mampu memberikan ide-ide segar dan dukungan moral agar kita maju dalam usaha.
Digha Nikaya III, 187 memberikan kriteria dasar teman yang dapat memajukan usaha kita sebagai berikut :
a. Teman yang mampu dan mau membantu didalam berbagai cara
b. Teman yang simpati di kala suka dan duka
c. Teman yang mampu dan mau memperkenalkan kita pada hal-hal yang bermanfaat untuk kemajuan usaha kita
d. Teman yang memiliki perasaan persahabatan yaitu dapat memberikan kritik membangun dan jalan keluarnya, serta dapat memberikan pujian yang tulus agar memberikan dorongan semangat.
Sedangkan agar dapat memperoleh serta membina teman yang baik dan juga termasuk rekanan kerja yang sesuai, Anguttara Nikaya II, 32 menguraikan hal-hal perlu kita laksanakan :
1. Dana : Kerelaan
2. Piyavaca : Ucapan yang menyenangkan dan halus
3. Atthacariya : Melakukan hal-hal yang berguna untuk orang lain
4. Samanattata : Memiliki ketenangan batin, tidak sombong
4. Samajivita
Hidup sesuai dengan pendapatan, tidak boros dan juga tidak kikir. Materi dalam Agama Buddha bukanlah musuh yang harus dihindari, namun ia juga bukan pula majikan yang harus kita puja.
Hendaknya kita bersikap netral terhadap materi serta mampu mempergunakannya sewajarnya sesuai dengan kebutuhan.
Digha Nikaya III, 188 mengajarakan penggunaan materi yang seimbang dilakukan dengan membagi keuntungan yang didapat dalam beberapa bagian :
50% : dipakai untuk menambah modal usaha
25% : digunakan untuk membiayai hidup sehari-hari
25% : disimpan sebagai cadangan di saat darurat, untuk berdana dan kegiatan sosial lainnya.
Dengan menggunakan rumus di atas, kemewahan dan kekikiran menjadi relatif sifatnya.
Kita tidak akan gampang mengatakan seseorang hidup bermewah-mewah ataupun sebaliknya kikir dengan hanya melihat sepintas pengeluarannya.
Semua pengeluaran hendaknya disesuaikan dengan pandapatan sehingga dengan demikian pastilah kemajuan ekonomi tercapai. Salah satu kesalahan yang dilakukan kebanyakan dari kita ialah kurang mengendalikan pengeluaran padahal dengan menekan biaya serendah mungkin akan memaksimalkan keuntungan.
Tugas yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan pancapaian saat ini adalah :
1. Semangat dan kerja keras menghasilkan kekayaan.
2. Perawatan dan perhiasan menambah kecantikan.
3. Melaksanakan pekerjaan pada saat yang sesuai menjaga kesehatan.
4. Persahabatan sejati menumbuhkan kebajikan.
5. Pengendalian indria menjaga kehidupan suci.
6. Menghindari sengketa menumbuhkan persahabatan.
7. Pengulangan menghasilkan pengetahuan.
8. Bersedia mendengar dan bertanya menumbuhkan kebijaksanaan.
9. Mempelajari dan menguji memperdalam Buddha Dhamma.
10. Kehidupan yang benar menghasilkan kelahiran di alam-alam sorga.
Sang Buddha membekali kita dalam melakuakan pekerjaan apapun, yaitu dengan:
1. Semangat, munculnya semangat harus didukung dengan mengerti apa tujuankita mengerjakan suatu pekerjaan itu.
2. Hendaknya kita harus bias menjaga hasil usaha kita, yaitu dengan merawatnya.
3. Hendaknya kita harus mempunyai teman atau lingukngan yang mendukung, yang bias membantu supaya pemeliaraan tersebut berjalan terus. Tema yang baik mendorong kita bertambah maju dengan menganjurkan hal-hal yang baik, tetapi teman yang tidak baik justru menarik kita untuk selalu mundur dengan menganjurkan hal-hal yang tidak baik yang akan memerosotkan moral dan menghanculkan hasil usaha kita dapatkan dengan susah payah.
4. Hendaknya kita bias menggunakan hasil tersebut secara bijaksana. Menggunakan hasil tersebut dengan tidak terlalu pelit tetapi juga tidak terlalu boros.
Konsep ekonomi dalam agama buddha adalah 1) bekerja keras tanpa membuang-buang waktu mereka yang sangat berharga untuk mendapatkan uang, 2) menabung untuk masa depan untuk menopang keluarga, 3) memenuhi tugas dan kewajiban hati-hati dengan mengeluarkan uang dari apa yang dihasilkan dengan tanpa boros (D.iii.31). Tidak menunda suatu pekerjaan apapun merupakan konsep dasar dalam pencarian kekayaan (D.iii.31). Dalam memenuhi perekonomian, manusia harus aktif agar perekonomian yang dicapai dapat seimbang.
Referensi:
Wijaya-Mukti,K. 2003. Berebut Kerja Berebut Surga. Penerbit Yayasan Dharma Pembangunan: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar