Sabtu, 26 Maret 2011

Standar Proses Pendidikan (SPP)
1. Pengertian
    Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu-satuan pebndidikan untuk mencapai standar kompetensi kelulusan (peraturan pemerintah no. 19 tahun 2005 pasal 1 ayat 6).
2. Fungsi Standar Proses Pendidikan
    Secara umum SPP memiliki fungsi sebagai pengendali proses pendidikan untuk memperoleh kualitas hasil dan proses pembelajaran.
·    Fungsi SPP dalam rangka mencapai standar kompetensi yang harus dicapai. SPP berfungsi sebagai alat untuk mecapai tujuan pendidikan serta program yuang harus dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujua-tujuan tersebut.
·    Fungsi SPP bagi guru adalah sebagai pedoman dalam membuat perencanaan program pembelajaran, baik program untuk periode tertentu maupun program pembeljaran harian dan sebagai pedoman untuk implemetansi program dalam kegiatan nyata dilapangan.
·    Fungsi SPP bagi kepala sekolah adalah (1) sebagai barometer atau alat pengukur keberhasilan program pendidikan di sekolah yang dipeimpinnya. (2) sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai kebijakan sekolah khususnya dalam menentukan dan mengusahakan ketersediaan berbagai keperluan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan proses pendidikan.
·    Fungsi SPP bagi pengawas adalah sebagai pedoman, patokan atau ukuran dalam menetapkan bagian mana yang perlu disempurnakan atau diperbaiki oleh setiap guru dalam pebngelolaan proses pembelajaran.
·    Funfsi SPP bagi dewan sekolah dan dewan pendidikan adalah sebagai fungsi perencanaan dan pengawasan sebagai berikut: (1) menyusun program dan memberikan bantuan khususnya yang berhubungan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan oleh sekolah atau guruuntuk pengelolaan proses pembelajaran yang sesuai dengan standar minimal. (2) memberikan saran2, usul atau ide kepada sekolah khususnya guru dalam pengelolaan pembelajaran yang sesuai dengan standar minimal. (3) melaksanakan pengawasan terhadap jalannya proses pembelajaran khususnya yang dilakukan oleh para guru.

Guru Dalam Pencapaian Standar Proses Pendidikan
Prinsip pembelajaran menurut Bruce Weil:
a.    Membentuk kreativitas dan pengembangan kognitif
b.    Perhubungan dengan pengetahuan yang dipelajari, ada tiga tipe fisis (mengacu pada sesuatu yang berbentuk), tipe sosial (mengacu pada hubungan antar individu), tipe logika (berkaitan atau berfikir dengan sesuatu yang pasti).
Konsep dasar mengajar:
a.    Mengajar sebagai proses penyampaian materi: proses pengajaran berorientasi pada guru, siswa sebagai objek belajar, kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu, tujuan utama pengajaran yaitu penguasaan materi dan perubahan tingkah laku.hyuh
b.    Mengajar sebagai proses mengatur lingkungan karena lingkungan merupakan sumber belajar siswa.
B. Penigkatan Kemampuan Profesional Guru
1.    Guru Sebagai Jabatan Profesional
Syarat-syarat atau ciri-ciri pokok dari pekerjaan profesional adalah:
·    Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalamyang hanya mungkin diperoleh dari lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya dapat dipertanggung jawabkansecara ilmiah.
·    Suatu profesui menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya sehingga antara prodesi yang satu dengan yang lain dapat dipisahkan secarta tegas.
·    Tingkat kemampuan suatu priofesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliaannya dengan demikian semakin tinggi tingkat penghargaan yang diterimanya.
·    Suatu profesi selain dibutuhkan masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan sehingga masyarakat memilik kepekaan yang sangat tinggi terhadapa setiap efek yang ditimbulkannya dari profesiyang itu.
2.    Mengajar Sebagai Pekerjaan Profesional
ciri dan karateristik dari proses mengajar sebagain tugas utama profesi guru.
·    Mengajar bukanlah hanya menyampaikan materi pelajaran saja akan tetapi merupakan pekerjaan yang bertujuan dan bersifat komplek.
·    Tugas seorang guru memiliki bidang keahlian yang jelas yaitu mengantarkan siswa kearah tujuan yang diinginkan.
·    Menjadi guru bukin hanya memahami materi yang harus disampaikan akan tetapi juga diperlukan kemampuan dan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan yang lain.
·    Tugas guru adalah mempersiapkan generasi manusia yang dapat hidup dan berperan aktif dimasyarakat.
·    Pekerjaan guru bukanlah pekerjaan yang statis tetapi pekerhjaan yang dinamis, yang selamanya harus sesuai dan menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.    Kompetensi Profesional Guru
a.    Kompetensi pribadi
·    kemampun yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya.
·    Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama
·    Kemampuan utk berprilaku sesuai dengan norma, aturan dan sistem nilai yang berlaku dimasyarakat.
·    Kemampuan untuk mengembangkan sifat2 terpuji sebagai seorang guru
·    Sifat demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
b.    Kompetensi profesional
kompetensi profesioanal adalah lompetsnsi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan
·    Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan
·    Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan.
·    Kemampuan dalam penguasahan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkanya
·    Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodelogi dan strategi pembelajaran
·    Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar
·    Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran
·    Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran
·    Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang.
·    Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
c.    kompetensi sosial kemasyarakatan
·    kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat
·    kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi lembaga kemasyarakatan
·    kemampuan untuk menjalikan kerjasasama baik individual maupun kelompok
C. Mengoptimalkan Peran Guru Dlam Proses Pembelajaran
      1. Guru Sebagai Sumber Belajar
Guru sebagai sumber belajar; peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar.
      2. Guru Sebagai Fasilitaor
Guru sebagai fasilitator; Sebagai fasilitator guru guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.
3.    Guru Sebagai Pengelola
Guru Sebagai pengelola, sebagai pengelola pembelajaran (learning manager) disni guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman.
     4. Guru Sebagai Demonstrator
Guru sebagai demonstrator; peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
     5. Guru Sebagai Pembimbing
Seorang guru dan siswa seperti halnya petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat tumbuh dengan menarik batang tanaman itu.
   6. Guru Sebagai Motivator
Guru sebagai motivator; Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangnya kemampuan.
    7. Guru Sebagai Evaluator
    Guru sebagai evaluator; Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan.
D. ketrampilan dasar mengajar bagi guru
1. Keterampilan bertanya
a. beberapa petunjuk teknis
·    Tujuan keantusiasan dan keangatan
·    Berikan waktu secukupnya bagai siswa untuk berpikir
·    Atur lalu lintas bertanya jawab
·    hindari pertanyaan ganda
b. meningkatkan kualitas pertanyaan
·    berikan pertanyaan secara berjenjang
·    gunakan pertanyaan-pertanyaan untuk melacak

Sistem pembelajaran dalam standar proses pendidikan
E. faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pembalajaran
1.   Faktor Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembalajaran.
2.   Faktor Siswa
Siswa adalah organisme unik yang berkembang ssesuai dengan tahap perkembangannya.
3.    Faktor Sarana dan Prasarana
sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran. Sedangkan prasaarana adalah segala sesuatu yang secra tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran.
4.    Faktor Lingkungan
ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran yaitu  faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial psikologis. Faktor organisasi kelas yang meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek pentimg yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran.
Faktor iklim sosial psokolgis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah.

Strategi Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa
A.    Pengertian
     Strategi 
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ada dua hal yang patut dicermati dari prngrtian diatas;
ü    Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran.
ü    Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arak keputusan dari semua penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.
Menurut Kemp (1995), strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
     Metode
Upaya untuk megimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang diterapkan.
     Pendekatan pembelajaran
Istilah lain yang juga memilki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan
( approach ). Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan strategi maupun metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pelajaran.
Roy killen (1998), mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu:
ü    Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher- centred approaches), pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
ü    Pendekatan yang berpusat pada siswa (student- centred approaches), menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta pembelajaran induktif.
    Dari penjelasan diatas, maka dapat ditentukan bahwa suatu strategi  yang diterapkan guru akan tergantung  pada pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan  berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknik yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan teknik  itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lainnya.
B.    Jenis-Jenis Strategi  Dipembelajaran
    Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Rowntree ( 1974 ) mengelompokkan ke dalam strategi penyampaian-penemuan atau exposition –discovery learning, dan strategi pembelajaran kelompok dan strategi pembelajaran individual atau groups-individual learning.
1.    Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Berbeda dengan strategi discovery, dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya yang demikian strategi ini sering juga dinamakan strategi pembelajaran tidak langsung.
2.    Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mendiri. Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri.
3.    Belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajarkan oleh seorang atau beberapa guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran klasikal, atau bisa juga siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil semacam buzz group. Strategi kelompok tidak memperhatikan kecepatan belajar individu. Setiap individu dianggap sama.

Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran juga dapat dibedakan antara strategi pembelajaran deduktif dan strategi induktif: .
1.    Deduktif: Strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi, atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan-lahan menuju hal yang konkret.
2.    Induktif, pada strategi ini bahan yang dimulai dari hal-hal yang konkret atau contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar (dari khusus ke umum).
C.    Prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan
1.    Berorientasi Pada Tujuan
Segala aktivitas  guru dan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa tujuan pembejaran.
2.    Aktivitas
Belajar adalah berbuat, memperoleh  pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktiitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat  psikis seperti aktivitas mental.
3. Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita mengajar pada sekelompok siswa, namun pada hakikatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku setiap siswa.
3.    Integritas
Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadiaan siswa secara terintegrasi.
Prinsip-prinsip khusus pengelolaan pembelajaran :
1.    Interaktif,
prinsip interaktif mengandung makna  bahwa mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa, akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
2.    Inspiratif,
proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan siswa untuk mencoba dan melakukan sesuatu.
3.    Menyenangkan,
proses pembalajaran  adalah proses  yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas dari rasa takut, dan menegangkan. Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan.
4. Menantang,
proses pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk mengembangkan  kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal.
5. Motivasi,
motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk belajar. Membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran.
D.    Pembelajaran berorientasi ativitas siswa ( PBAS )
Ada beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorentasi pada aktivitas siswa.
1)    Asumsi filosofis tentang pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasan moral.
Hakekat pendidikan pada dasarnya adalah:
a)    Interaksi manusia
b)    Pembininaan dan pengembangan potensi manusia
c)    Berlangsung sepanjang hayat
d)    Kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa
e)    Keseimbangan antara kebebasan subjek didik dan kewibawaan guru
f)    Peningkatan kualitas hidup manusia.
2)    Asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan, yaitu:
a)    Siswa bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang sedang dalam tahap perkembangan.
b)    Setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda,
c)    Anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kratif, dan dinamis dalam menghadapi lingungan
d)    Anak didik memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhanya,
3)    Asumsi tentang guru adalah:
a)    Guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik,
b)    Guru memiliki kemampuan profesional dalam mengajar
c)    Guru mempunyai kode etik keguruan;
d)    Guru memiliki peranan sebagai sumber belajar, pemimpin (organisator) dalam belajar memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar.
4)    Asumsi yang berkaitan dengan proses pembelajaran adalah:
a)    Bahwa proses pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem
b)    Persitiwa belajar terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh guru.
c)    Proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna.
d)    Pengajaran memberi tekanan kepada proses dan produk secara seimbang
e)    Inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal.
Konsep dan tujuan PBAS
    PBAS dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afaektif, dan psikomotor secara seimbang.
Dalam konsep tersebut, ada dua hal yang harus dipahami,yaitu:
Dipandang dari sisi proses pembelajaran, PBAS menekankan pada aktivitas siswa secara optimal, artinya PBAS menghendaki keseimbangan antara aktivitas fisik, mental, termasuk emosional dan aktivitas intelektual.
Dipandang dari sisi hasil belajar, PBAS mengendaki hasil belajar yang seimbang dan terpadu antara kemampuan intelektual (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor).
1.    Peran guru dalam implementasi PBAS
Guru tidak berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana memfasilitasi agar siswa belajar. Penerapan PBAS menuntut guru untuk kreatif dan inofatif sehingga mampu menyesuaiakan kegiatan mengajarnya dengan gaya dan karakteristik belajar siswa. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru:
a)    Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Artinya, tujuan pembelajaran tidak semata-mata ditentukan oleh guru, akan tetapi diharapan siswa terlibat dalam menetukan dan merumuskannya.
b)    Menyusun tugas-tugas belajar bersama siswa. Artinya, tugas-tugas apa yang sebaiknya dikerjakan ileh siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, tidak hanya ditentukan guru akan tetapi melibatkan siswa.
c)    Memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan.
d)    Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa yang memerlukannya.
e)    Memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing, dan lain sebagainya  melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan.
f)    Membantu siswa dalam menarik kesimpulan.
2.    Faktor yang mempengaruhi keberhasilan PBAS
a.    Guru, ada beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan PBAS:
kemampuan guru
kemampuan guru itu tidak hanya dalam tataran desain perencanaan pembelejaran, akan tetapi juga dalam proses dan evaluasi.
sikap profesionalalitas guru,
sikap profesioanal guru berhubungan dengan motivasi yang tinggi dalam melaksankan tugas mengajarnya.
latar belakang pendidikan guru, dan pengalaman mengajar guru
Dengan latar belakang pendidikan yang tinggi, memungkinkan guru memiliki pandangan dan wawasan yang luas terhadap variabel-variabel pembelajaran seperti pemahaman tentang psikologi anak, pemahaman terhadap lingkungan dan gaya belajar siswanya, pemahaman tenatng berbagai model, dan metode pembelajaran.
b.    Saranan belajar, keberhasilan implementasi PBAS juga dapat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana belajar. Yang termasuk ketersediaan sarana itu meliputi ruang kelas dan setting tempat duduk siswa, media, dan sumber belajar.
Ruang kelas, kondisi ruang kelas merupakan faktor menentukan keberhasilan penerapan PBAS.
Media dan sumber belajar, PBAS merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan multimetode dan multimedia. Artinya, melalui PBAS siswa memungkinkan untuk belajar berbagai sumber informasi secara mandiri, baik dan media grafis seperti buku, majalah, surat kabar, buletin, dan lain-lain
ingkungan, juga menjadi faktor keberhasilan dalam pembelajaran, ada dua lingkungan yang menjadi faktor dalam keberhasilan pembelajaran, yaitu; (1) lingkungan fisik meliputi keadaan dan kondisi sekolah, misalnya jumlh kelas, laboratirium, perpustakaan, kantin, kamar kecil yang tersedia; serta letak sekolah itu berada. (2) lingkungan psikologis adalah iklim sosial yang ada dilingkungan itu. Misalnya keharminisan hubungan guru dgn guru, antara guru dgn kepala sekolah, antara keharmonisan antara pihak sekolah dengan orang tua.

Metode Dan Media Pembelajaran Dalam Standar Proses Pendidikan
A. Penggunaan Metode Pembelajaran
Metode pembelajara adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung pada guru menggunakan metode pembelajaran, karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran
1. Ceramah
Metode Ceramah dapat diartikan sebagai cara pembelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap kelompok siswa. Metode ini digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan.
Kelebihan Metode Ceramah
a. merupakan metode yang mudah dan murah untuk dilakukan
b. ceramah dapat menyajiakn materi yang luas
c. ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yamng perlu ditonjolkan
d. Guru dapat mengontrol kelas
e. organisasi kelas dengan metode ceramah dapay diatur menjadi lebih sederhana
Kekurangan Metode Ceramah:
a.    materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru
b.    ceramah yang tidak disertai dengan pergaaan dapat mengakibatkan verbalisme (tahu kata, tetapi tidak tahu arti dan penggunaannya).
c.    Guru yang kurang memiliki kemampuamn bertutur yang baik ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan.
d.    Sangat  sulit untuk diketahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
B. Langkah-Langkah Menggunakan Metode Ceramah.
1. Tahap Persiapan
·    Merumuskan tujuan yang ingin dicapai
·    Menentukan pokok materi yang akan diceramahkan
·    Mempersiapkan alat bantu
2. Tahap Pelaksanaan
a. Langkah Pembukaan
·    Yakinkan siswa memahami tujuan yang akan dicapai, dengan mengemukakan tujuan yang akan dicapai oleh siswa
·    Lakukan langkah apersepsi
b. Langkah Penyajian
·    Menjaga kontak mata terus-menerus dengan siswa
·    Gunakan komunikasi yang kumunikatif dan yang mudah dicerna sisiwa
·    Sajikan pembelajaran secara sistemasis
·    Tanggapi respon siswa dengan segera
·    Jaga kelas agar tetap kondusif dan menggairahkan
c. Langkah Mengakhiri Atau Menutup
·    Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan atau merangkum pelajaran yang baru disampaikan
·    Merangsang siswa untuk dapat menanggapi atau memberi senacam ulasan tentang materi pembelajaran yang baru disampaikan
·    Melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa
2.  Metode Demontsrasi
Metode Demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai penjelasan lisan.
a. Kelebihan Metode Demonstrasi
Dapat membuat pembelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret, sehingga menghindari verbalisme (pemahaman secara kata-kata)
Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari
Proses pembelajaran lebih menarik
Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan anatara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri
b. Kekurangan Metode Demonstrasi
Memerlukan keterampilan guru secara khusus
Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik
Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping memerlukan waktu yang cukup panjang.
Langkah Menggunakan Metode Demonstrasi
1. Tahap Persiapan
·    Rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh sisiwa setelah proses demonstrasi berakhir
·    Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan
·    Lakukan uji coba demonstrasi
2. Tahap Pelaksanaan
a.  Langkah Pembukaaan
·    Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan
·    Kemukakan tujuan yang harus daicapai siswa
·    Kemukakan tugas-tugas yang harus dilakukan siswa
b. Langkah Pelaksanaan Demokrasi
·    Mulai demonstrasi dengan kegiatan yang mernsang siswa berfikir
·    Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang menegangkan
·    Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstarsi dengan memperhatikan reaksi seluruh sisiwa
·    Memberikan kesempatan pada siswa secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu
c. Langkah Mengakhiri Demosntrasi
Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian pembelajaran
3. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
a. Kelebihan Metode Diskusi
Merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan, prakarsa, dan terobosan baru dalam pemecahan masalah
Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain
Memperluas wawasan
Membina kebiasaan bermusyawarah untuk mufakat dalam memecahkan suatu masalah
Kekurangan Metode Diskusi
Pembicaraan terkadang menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang
Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar
Peserta mendapat informasi yang terbatas
        4) Mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau ingin menonjolkan diri
b. Jenis-Jenis Diskusi
1.  Diskusi Kelas
Diskusi kelas disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang  dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi.
2.  Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Jumlah anggotanya antara 3-5 orang.
3.  Simposium
Simposium adalah metode mengajar dengan membahas sesuatu persoalan dipandang  dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian.
4.  Diskusi panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orangdihadapan audiens.
c. Langkah-Langkah Melakukan Diskusi
1. Tahap Persiapan
·    Merumuskan tujuan yang ingin dicapai
·    Menentukan tujuan diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan yang ingin dicapai
·    Menetapkan masalah yang akan dibahas
·    Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan segala fasilitasnya.
2. Pelaksanaan Diskusi
·    Memperrsiapkan segala kelancaran yang dianggap dapat mempengaruhi kelancaran diskusi
·    Memberikan pengarahan sebelum diskusi
·    Melaksanakan diskusi dengan aturan main yang telah ditetapkan
·    Memberikan kesempatan yang sama pada paserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan idenya
·    Mengendalikan pembicaraan pada pokok bahasan yang sedang dibahas
3. Menutup Diskusi
·    Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai hasil diskusi
·    Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.
4 . Metode Simulasi
Simulasi: cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami konsep,   prinsip, atau keterampilan tertentu.
a. Kelebihan Dan Kelemahan Simulasi
1) Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak
2) Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa
3) Simulasi dapat memupuk keberanian dan kepercayaan siswa
4) Memperkaya pengetahuan
5) Similasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran
    Kelemahan:
1) pengalam yang diperoleh melaui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan dilapangan
2)  Pengelolaan yang kurang baik
3) Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering menggangu siswa dalam melakukan simulasi
b. Jenis-Jenis Simulasi
1. Sosiodrama
Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain pran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial.
2. Psikodrama
Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis
3. Role Playing
Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, peristiwa aktual,  atau kejadian yang muncul pada masa mendatang
c. Langkah-Langkah Simulasi
1. Persiapan Simulasi
·    Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai
·    Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi disimulasikan
·    Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi
·    Guru memberikqan kesempatan pada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam peranan similasi
2. Pelaksanaan Simulasi
·    Simulasi dimainkan oleh kelompok pameran
·    Para siswa lainya mengikuti dengan penuh perhatian
·    Guru hendak memberikan bantuan kepada pameran yang hendak mendapat kesulitan
·    Simulasi hendak dihentikan pada saat puncak
Pentingnya Media Pembelajaran
Mengajar dapat dipandang guru sebagai usaha yang dilakukan guru agar siswa belajar. Sedangkan yang dimaksud dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalam itu dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung.
Fungsi Dan Manfaat Penggunaan Media Pembelajaran
a.menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu
b. memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu
c. menambah gairah dan motivasi belajar siswa
Klasufikasi Dan Macam-Macam Media Pembelajaran
a. Dilihat Dari Sifatnya, Media Dapat Dibagi Dalam:
·    Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, media yang hanya memiliki unsur suara
·    Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara.
·    Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara dan juga mengandung unsur gambar yang bisa.
b. Dilihat dari Kemampuannya, media dapat juga dibagi:
·    Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi.
·    Media yang mempunyai daya liput yang terbatas  oleh ruang dan waktu.
  c.  Dilihat Dari Cara Atau Teknik Pemakaiannya, Media Dapat Dibagi:
·    Media yang diproyeksi seperti film, slide, film strip, trasparansi, dsn lsin sebagainya.
·    Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya.
Prinsip-Prinsip Penggunaan Media
Agar media pembelajaran benar-benar digunakan untuk membelajarkan siswa, maka ada sejumlah prinsip yang harus di perhatikan diantaranya:
·    Media yang digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
·    Media yang diugunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran.
·    Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kondisi siswa
·    Media yang digunakan harus memperhtikn efektivitas dan efisien
·    Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru mengoperasikannya.
6. Sember Belajar
·    Guru
·    Siswa
·    Buku
·    Lingkungan
·    Pengalaman atau Peristiwa

Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE)
Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE) menekankan pada proses bertutur (chalk and talk). Peran siswa dalam strategi ini adalah menyimak untuk menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Konsep dan Prinsip Penggunaan Strategi Ekspositori
a)    Konsep Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan strategi ekspositori dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct instruction).
Karakteristik strategi ekspositori:
Dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal.
Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang  harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang.
Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran.
Strategi pembelajaran ekspositori akan efektif manakala:
Guru akan menyampaikan bahan-bahan baru serta kaitannya dengan yang akan dan harus dipelajari siswa (overview).
Apabila guru menginginkan agar siswa mempunyai gaya model intelektual tertentu, misalnya agar siswa dapat mengingat bahan pelajaran sehingga ia akan dapat mengungkapkannya kembali manakala diperlukan.
Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan.
Jika ingin membangkitkan keingintahuan siswa tentang topik tertentu.
Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan suatu teknik atau prosedur tertentu untuk kegiatan praktik.
Apabila seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama sehingga guru perlu menjelaskan untuk seluruh siswa.
Apabila guru akan menngajar pada sekelompok siswa yanng rata-rata memliki kemampuan rendah.
Jika lingkungan tidak mendukung untuk menggunakan strategi yang berpusat pada siswa.
Jika guru tidak memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yanng berpusat pada siswa.
Prinsip-Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori
Berorientasi ada tujuan
Prinsip komunikasi
Prinsip kesiapan
Prinsip berkelanjutan
I.    Prosedur Pelaksanaan Strategi Ekspositori
Rumuskan tujuan yang ingin dicapai
Kuasai materi pelajaran dengan baik
Kenali medan dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi proses penyampaian
Beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori:
Persiapan (preparation)
Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan antara lain:
1)    Mengajak siswa keluar dari kondisi mental  yang pasif.
2)    Membangkitkan mmotivasi dan minat siswa untuk belajar.
3)    Merangsang dan mengubah rasa ingin tahu siswa.
4)    Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan antara lain:
1)    Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif
2)    Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai
3)    Bukalah file dalam otak siswa
Penyajian (presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yanng telah dilakukan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini yaitu:
1)    Penggunaan bahasa
2)    Intonasi suara
3)    Menjaga kontak mata dengan siswa
4)    Menggunakan joke-joke yang menyegarkan
Menghubungkan (correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuanyang telah dimilikinya.
Menyimpulkan (generalization)
Menyimpulkan adalah tahaan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Cara yang dapat dilakukan dalam menyimpulkan yaitu:
Mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan.
Memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yanng telah disajikan.
Dengan cara maping melalui pemetaan keterkaitan antar materi pokok-pokok materi.
Penerapan (aplication)
Langkah aplikasi adalah langkah untuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Teknik yang biasa dilakukan dalam langkah ini antara lain:
Dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan.
Dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.
II.    Keunggulan dan Kelemahan Strategi Ekspositori
A.    Keunggulan
Guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian dapat diketahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif bila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
Selain siswa dapat mendengarkan melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, sekaligus siswa dapat melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
Dapat digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
B.    Kelemahan
Hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.
Starategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan pengetahuan, perbedaan kemampuan, minat, bakatt, dan perbedaan gaya belajar.
Sulit mengembangkan kemampuan siswa
Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung pada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur, dan kemampuan mengelola kelas.
Kesempatan untuk mengonttrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran sangat terbatas dan kemampuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

Dasar-dasar SPE:
a.    Mengajaka siswa dari mental pasif
b.    Mengembangkan motivasi dan minat siswa
c.    Merangsang rasa ingin tahu siswa
d.    Menciptakan suasana pembelajran yang terbuka
e.    Tidak menuntut sarana yang ideal
Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
Cara menghindari kesenjangan antara yang pintar dan yang kurang pintar dalam SPI
a.    Seorang guru menggunakan salah satu strategi yang merupakan langkah awal mengidentifikasi siswa.
b.    Ditunjang berbagai macam strategi
c.    Perlu adanaya kebersamaan anatar guru dan siswa, guru hanya sebagai fasilitator dan dan siswa berperan aktif
Strategi Pembelajran Inkuiri (SPI): Rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yg dipertanyakan.
Ciri utama SPI
A. Strategi inkuiri menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan (siswa sebagai subyek belajar).
B. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan sehingga diharapan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief).
C.Tujuan dari penggunaan SPI untuk mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis, dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Perkembangan mental menurut pieget ada 4 hal
1.    Maturation (kematangan): proses perubahan fisiologis dan anatomis yaitu proses pertumbuhan fisik.
2.    Physical experience: tindakan fisik yang dilakukan individu thdp benda2 yg ada di lingkungan sekitarnya.
3.    Social experience: aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain.
4.    Equilibration: proses penyesuaian antara pengetahuan yg sudah ada dengan pengetahuan baru yang dirtemukannya.
Prinsip SPI
1)    Berorientasi pada pengembangan intelektual: strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
2)    Prinsip interaksi: menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
3)    Prinsip bertanya: peran guru harus dilakukan dalam menggunakan SPI adalah guru sebagai penannya.
4)    Prinsip belajar untuk berfikir: proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun kanan.
5)    Prinsip keterbukaan: tugas guru menyediakan ruang untuk menberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
Langkah SPI
a.    Orientasi: langkah untuk menbina suasana/iklim pembelajaran yg responsif (guru merangsang dan mengajak siswa unutk berfikir memecahkan masalah).
b.    Merumuskan masalah: langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki.
c.    Merumuskan hipotesis: jawaban sementara dari suatu permasalahan yg sedang dikaji dan perlu dikaji kebenarannya.
d.    Mengumpulkan data: aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan dan merupakan proses mental yg sangat penting dlm pengembangan intelektual.
e.    Menguji hipotesis: proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dgn data informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
f.    Merumuskan kesimpulan: proses mendiskripsikan temuan yg diperolehnya berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Tiga karakteristik SPI sosial
Adanya aspek (masalah) sosial dalam kelas yang dianggap penting dan dapat mendorong terciptanya diskusi kelas.
Adanya rumusan hipotesis sebagai fokus untuk inkuiri
Penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis.
Kesulitan implementasi SPI
SPI merupakan strategi pembelajran yg menekankan pada proses berfikir yang bersandarkan pada dua sayap yaitu proses belajar dan hasil belajar.
Tertanam budaya belajar pada siswa bahwa belajar pada dasarnya untuk menerima materi pelajaran dari guru.
Berhubungan dengan sistem pendidikan yang dianggap tidak konsisten.
Keunggulan SPI
SPI menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang.
SPI memberi ruang pada siswa untuk belajar sesuai dgn gaya belajar mereka sendiri.
SPI dianggap sesuai dgn perkembangan psikologi belajar modern yang menekankan pada proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
SPI dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata.
Kelemahan SPI
SPI digunakan sbgai strategi pembelajran maka sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dgn kebiasaaan siswa dlm belajar.
Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang.
Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran maka SPI akan sulit di implementasikan oleh setiap guru.

Sebutkan dan jelaskan fungsi dan manfaat penggunaan media pembelajaran?
a. Menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu
    Untuk mengabadikan peristiwa penting atau obyek yang langka melalui foto, film, atau direkam melalui video/audio sehingga dapat disimpan dan dapat digunakan manakala di perlukan.
b. Memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu
Guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkrit sehingga dapat mudah dipahami dan dapat menghilangkan verbalisme. Misalkan untuk menyampaikan bahan pelajaran tentang sistem peredaran darah pada manusia dapat di sajikan melalui film.
c.    Menambah gairah dan motivasi belajar siswa
Penggunaan media dapat menambah atau memotivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa terhadap materi pembelajaran dapat lebih meningkat. Sebagai contoh sebelum menjelaskan materi pembelajaran tentang polusi, untuk dapat menarik perhatian siswa terhadap topik tersebut maka guru memutar film terlebih dahulu tentang banjir atau tentang kotoran limbah industri, dll.


Kamis, 17 Maret 2011

Konsep Ekonomi Dalam Agama Buddha

  
PENDAHULUAN
  Banyak orang bekerja keras tetapi tidak bias menjamin kebutuhannya. Diantaranya, seperti hasil pemantauan Kepala Dinas P & K Jawa Tengah, banyak guru yang menjadi setres karena kondisi ekonominya yang kurang mencukupi. Produktivitas seorang guru, atau pegawai negeri umumnya, yang telah bekerja keras secara halal pada jam kerja, tidak dengan sendirinya langsung meningkatkan penghasilan. Lain alnya produktivitas seorang pengusaha atau wiraswasta dapat segera mempengaruhi tingkat perolehanya.
Kebanyakna orang bekerja mendapatkan uang. Dalam proses dilapangan bersaing selain mendaptkan uang sebanyak-banyaknya tapi juga egopun semakin besar pula. Tetapi bagi orang yang bekerja sebagai amal ibadah atau demi suatu pengabdian, yang bertujuan menyempurnakan diri (menempurnakan paramita). Menurut Hukum Kamma, barang siapa yang menanam maka cepat atau lambat ia akan memetik atau mendapatkan hasil dari kamma baik. Jika yang ditanam tersebut adaalh perbuatan bajik, tetapi jika menanam perbuatan jahat maka yang diperoleh adaalh penderitaan.
Orang yang mengejar kekayaan hanya untuk mendapatkan kebahagiaan dengan membuat orang lain bahagia. Hal itu bisa dilakukan, seperti yang terdapat di dalam Anguttara Nikaya V, 4:41, yaitu ”kekayaan diperoleh karena bekerja denagn giat, dikumpulkan dengankekuatan tanggan dan cucuran keringat sendiri secara halal, berguna untuk kesanangan dan mempertahankan kebahagiaan dirinya sendir, untuk memelihara dan membuat orang tuanya bahagia; demikian pula membahagiakan istri dan anak-anaknya, membahagiakan para karyawan dan anak buahnya. Inilah lasan pertama untuk menerjar kekayaan.”

PENGERTIAN EKONOMI
    Ekonomi dalam kamus pintar bahasa Indonesia oleh Nanda Santoso, diartikan sebagai perihal mengurus dan mengatur kemakmuran yang berkaitan dengan masalah keuangan, perdagangan dan sebagainya, ilmu rumah tangga Negara.
Sedangakan menurut kamus ilmiah popular oleh Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, ekonomi adalah segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai kemakmuran hidupnya; pengaturan ruah tangga.
Konsep ekonomi buddhis yaitu penghiupan/mata pencaharian benar yang terdapat di dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan. Menyebabkan perlunya ekonomi buddhis memiliki beberapa implikasi, yaitu sebagai berikut:
1. Ia mengindikasikan pentingnya Mata Pencaharian Benar (ilmu ekonomi) dalam agama Buddha.
2. Ilmu ekonomi dianggap hanya sebagai salah satu diantara sekian banyak faktor (secara tradisional ada delapan faktor) yang membentuk jalan hidup yang benar, yaitu jalan yang bisa menyelesaikan masalah kehidupan.
Menurut para ahli Ekonomi buddhis tidak hanya mempetimbangkan nilai-nilai etika dari suatu kegiatan ekonomi , tetapi juga berjuang untuk memahami realitas dan mengarahkan kegiatan ekonomi pada keharmonisan dengan ”hal seperti apa adannya”.
Dalam Anguttara Nikaya IV, 285 Sang Buddha menjabarkan bahwa keberhasilan usaha kita paling sedikit tergantung pada empat faktor utama yaitu:

1. Utthanasampada
       Rajin dan bersemangat di dalam bekerja. Semangat, menduduki urutan pertama untuk menentukan kesuksesan kita karena pekerjaan kita tidak akan berhasil bila dikerjakan dengan setengah hati.
Unsur dalam semangat adalah keinginan untuk menjadi orang nomor satu di lingkungan kita .
Selain keinginan menjadi orang nomor satu, uang, kekuasaan dan status juga dapat memacu semangat kita.
Semangat bekerja akan mudah didapat bila jenis pekerjaan yang dilakukan adalah menjadi kesenangan kita atau kalau dapat bahkan sejalan dengan hobby atau bakat kita.
Dalam menghadapi situasi ekonomi saat ini yang sangat ketat persaingannya maka kepandaian saja bukanlah satu-satunya jaminan keberhasilan namun KETRAMPILAN atau KEMAMPUAN KHUSUS menjadi factor penting menuju kesuksesan, disamping kerja keras, pelatihan, pengalaman dan strategi, tentu saja.
Buddha Dhamma memandang kerja itu paling sedikit mempunyai tiga fungsi, yaitu:
1. Memberi kesempatan kepada orang untuk menggunakan dan mengembangkan bakatnya.
2. Agar orang dapat mengatasi egoismenya dengan jalan bergabung dengan orang lain untuk melaksanakan tugasnya.
3. Menghasilkan barang dan jasa yang perlu untuk kehidupan yang layak.
Kerja hendaknya dijadikan sumber kesenangan, kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas, sarana untuk mengungkapkan potensi diri, dan mengembangkan bakat seseorang.
Pekerjaan akan menjadi sarana membentuk watak, memupuk persaudaraan dengan sesama manusia dan juga menyejahterakan kehidupan kita.

2. Arakkhasampada
          Penuh hati-hati menjaga kekayaan yang telah diperoleh. Memelihara kesuksesan adalah hal pokok kedua yang kadang diremehkan oleh sebagian orang yang telah merasa berhasil dalam usahanya.
Menjaga kesuksesan di sini termasuk menjaga SISTEM YANG DIGUNAKAN dan HASIL YANG DIDAPAT serta berusaha untuk lebih meningkatkannya lagi.
Meningkatkan sistem yang dipakai dan sekaligus akan meningkatkan hasil produksi kita dalam menejemen modern dikenal dengan istilah SWOT - Strength, Weakness, Opportunity, Threat. Hal serupa juga telah diuraikan caranya oleh Sang Buddha dalam salah satu unsur Jalan Mulia Berunsur Delapan yaitu DAYA UPAYA BENAR.
Evaluasi ini disebutkan sebagai empat cara (Padhana) yang terdapat dalam Anguttara Nikaya II, 16 :
a. Sangvarappadhana :
Usaha agar kekurangan yang BELUM dimiliki tidak timbul dalam diri kita, bandingkan dengan Opportunity.
b. Pahanappadhana :
Usaha untuk menghilangkan kekurangan yang SUDAH dimiliki, bandingkan dengan Weakness.
c. Bhavanappadhana :
Usaha untuk menumbuhkan kelebihan yang BELUM dimiliki, bandingkan dengan Threat.
d. Anurakkhappadhana :
Usaha untuk mengembangkan kelebihan yang SUDAH dimiliki, bandingkan dengan Strength.
Jadi, setelah mencapai keberhasilan suatu usaha hendaknya kita mau mencari faktor-faktor yang menyebabkannya dan kemudian berusaha untuk lebih meningkatkannya lagi, sedangkan bila menemui kegagalan pun haruslah ia dijadikan sahabat kita.Kegagalan itu ibarat persimpangan jalan yang paling penting menuju kerja yang lebih termotivasi.

3. Kalyanamittata
     Memiliki teman yang bersusila Dalam pengertian Buddhis, teman dan lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh cukup besar untuk kemajuan usaha kita.
Teman tersebut akan mampu memberikan ide-ide segar dan dukungan moral agar kita maju dalam usaha.
Digha Nikaya III, 187 memberikan kriteria dasar teman yang dapat memajukan usaha kita sebagai berikut :
a. Teman yang mampu dan mau membantu didalam berbagai cara
b. Teman yang simpati di kala suka dan duka
c. Teman yang mampu dan mau memperkenalkan kita pada hal-hal yang bermanfaat untuk kemajuan usaha kita
d. Teman yang memiliki perasaan persahabatan yaitu dapat memberikan kritik membangun dan jalan keluarnya, serta dapat memberikan pujian yang tulus agar memberikan dorongan semangat.
Sedangkan agar dapat memperoleh serta membina teman yang baik dan juga termasuk rekanan kerja yang sesuai, Anguttara Nikaya II, 32 menguraikan hal-hal perlu kita laksanakan :
1. Dana : Kerelaan
2. Piyavaca : Ucapan yang menyenangkan dan halus
3. Atthacariya : Melakukan hal-hal yang berguna untuk orang lain
4. Samanattata : Memiliki ketenangan batin, tidak sombong

4. Samajivita
     Hidup sesuai dengan pendapatan, tidak boros dan juga tidak kikir. Materi dalam Agama Buddha bukanlah musuh yang harus dihindari, namun ia juga bukan pula majikan yang harus kita puja.
Hendaknya kita bersikap netral terhadap materi serta mampu mempergunakannya sewajarnya sesuai dengan kebutuhan.
Digha Nikaya III, 188 mengajarakan penggunaan materi yang seimbang dilakukan dengan membagi keuntungan yang didapat dalam beberapa bagian :
50% : dipakai untuk menambah modal usaha
25% : digunakan untuk membiayai hidup sehari-hari
25% : disimpan sebagai cadangan di saat darurat, untuk berdana dan kegiatan sosial lainnya.
Dengan menggunakan rumus di atas, kemewahan dan kekikiran menjadi relatif sifatnya.
Kita tidak akan gampang mengatakan seseorang hidup bermewah-mewah ataupun sebaliknya kikir dengan hanya melihat sepintas pengeluarannya.
Semua pengeluaran hendaknya disesuaikan dengan pandapatan sehingga dengan demikian pastilah kemajuan ekonomi tercapai. Salah satu kesalahan yang dilakukan kebanyakan dari kita ialah kurang mengendalikan pengeluaran padahal dengan menekan biaya serendah mungkin akan memaksimalkan keuntungan.
Tugas yang harus dilaksanakan untuk meningkatkan pancapaian saat ini adalah :
1. Semangat dan kerja keras menghasilkan kekayaan.
2. Perawatan dan perhiasan menambah kecantikan.
3. Melaksanakan pekerjaan pada saat yang sesuai menjaga kesehatan.
4. Persahabatan sejati menumbuhkan kebajikan.
5. Pengendalian indria menjaga kehidupan suci.
6. Menghindari sengketa menumbuhkan persahabatan.
7. Pengulangan menghasilkan pengetahuan.
8. Bersedia mendengar dan bertanya menumbuhkan kebijaksanaan.
9. Mempelajari dan menguji memperdalam Buddha Dhamma.
10. Kehidupan yang benar menghasilkan kelahiran di alam-alam sorga.
Sang Buddha membekali kita dalam melakuakan pekerjaan apapun, yaitu dengan:
1. Semangat, munculnya semangat harus didukung dengan mengerti apa tujuankita mengerjakan suatu pekerjaan itu.
2. Hendaknya kita harus bias menjaga hasil usaha kita, yaitu dengan merawatnya.
3. Hendaknya kita harus mempunyai teman atau lingukngan yang mendukung, yang bias membantu supaya pemeliaraan tersebut berjalan terus. Tema yang baik mendorong kita bertambah maju dengan menganjurkan hal-hal yang baik, tetapi teman yang tidak baik justru menarik kita untuk selalu mundur dengan menganjurkan hal-hal yang tidak baik yang akan memerosotkan moral dan menghanculkan hasil usaha kita dapatkan dengan susah payah.
4. Hendaknya kita bias menggunakan hasil tersebut secara bijaksana. Menggunakan hasil tersebut dengan tidak terlalu pelit tetapi juga tidak terlalu boros.
Konsep ekonomi dalam agama buddha adalah 1) bekerja keras tanpa membuang-buang waktu mereka yang sangat berharga untuk mendapatkan uang, 2) menabung untuk masa depan untuk menopang keluarga, 3) memenuhi tugas dan kewajiban hati-hati dengan mengeluarkan uang dari apa yang dihasilkan dengan tanpa boros (D.iii.31). Tidak menunda suatu pekerjaan apapun merupakan konsep dasar dalam pencarian kekayaan (D.iii.31). Dalam memenuhi perekonomian, manusia harus aktif agar perekonomian yang dicapai dapat seimbang.

Referensi:
Wijaya-Mukti,K. 2003. Berebut Kerja Berebut Surga. Penerbit Yayasan Dharma Pembangunan: Jakarta.


Senin, 14 Maret 2011

SAMADHI

PURPOSE OF PRACTISING KAMATTHANA MEDITATION
(Perbedaan Antara Samattha & Vipassana)
Penulis Asli : Mahasi Sayadaw Bhadanta Sobhana,
Sasanadhaja-siri-pavara-dhammacariya, Agga-mahapandita,
Chattha-sangiti-pucchaka;
Penerjemah : Selamat Rodjali; Editor : Sawti L. Sotiniwati;
Cetakan Pertama, Tahun 2001
Namo Tassa Bhagavato Arahato
Samma Sambuddhassa
Penuh hormat kepada Bhagava, Yang Suci Mulia, Yang telah merealisasi pencerahan secara mandiri

PURPOSE OF PRACTISING KAMATTHAANA MEDITATION
(Perbedaan Antara Samattha & Vipassana)
I. TUJUAN UTAMA MEDITASI AJARAN BUDDHA
Apakah tujuan melaksanakan latihan meditasi?
Latihan meditasi dilaksanakan untuk tujuan terbebas dari penderitaan kehidupan usia tua, sakit, mati dan seterusnya, merealisasi Nibbana.
Semua makhluk hidup ingin hidup berumur panjang tanpa kekerasan, hidup dengan damai, gembira, dan sejahtera tanpa penderitaan usia tua, sakit, mati, dan penderitaan kehidupan lainnnya; namun mereka selalu sia-sia menemukan harapannya itu. Selama masih di dalam roda kehidupan, masih selalu dijumpai usia tua, sakit, kesedihan dan ratapan dikarenakan banyak bahaya dan kejahatan, baik penderitaan fisik dan keluhan mental/batin. Kemudian, setelah menderita rasa yang amat sangat dan penderitaan yang amat berat, diikuti oleh kematian. Dan, itupun tidak berakhir di dalam kematian. Lagi-lagi, terdapat kelahiran dikarenakan kemelekatan untuk menjadi (berwujud). Di dalam kehidupan baru ini mereka pun menjadi korban usia tua, dan penderitaan lainnya. Di dalam cara seperti ini, mereka berkelana di dalam lingkaran tumimbal lahir dari kehidupan ke kehidupan lain, menderita semua jenis derita kehidupan dan tanpa henti. Di dalam mencari sebab utama (akar) dari peristiwa itu menjadi tampak nyata bahwa dikondisikan oleh kelahiran, di sana mengikuti rangkaian : usia tua, sakit, mati, dan penderitaan kehidupan lainnya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mencegah tumimbal lahir yang berkelanjutan apabila ingin terbebas dari penderitaan kehidupan di dalam usia tua dan sebagainya.
Tumimbal lahir terjadi dikarenakan kemelekatan yang terkandung di dalam kehidupan ini. Kelahiran yang baru hanyalah munculnya sebuah kesadaran yang merupakan hasil dari kemelekatan terhadap objek dari kehidupan sebelumnya. Apabila tidak terdapat kemelekatan, maka tidak akan ada kelahiran baru; oleh karena itu setiap usaha harus ditujukan untuk terbebas dari kemelekatan apabila tidak menginginkan kelahiran yang baru.
Kemelekatan terhadap kehidupan ini tidak berlangsung karena dua alasan : pertama karena tidak mengerti ketidakpuasan/penderitaan batin dan jasmani, dan kedua karena tidak merealisasi bahwa Nibbana jauh lebih luhur bila dibandingkan dengan jenis kebahagiaan lainnya. Sebagai contoh, mirip kasus seseorang yang hidup di daerah yang gersang dan menyedihkan yang dikelilingi oleh banyak bahaya. Secara alamiah ia berpikir meluhurkan desanya itu dan memiliki kemelekatan yang kuat terhadapnya karena ia tidak memiliki pengetahuan yang jelas akan kekurangan daerahnya dan kondisi yang lebih baik dari tempat lainnya. Apabila ia mulai mengetahui kenyataan-kenyataan secara penuh, daerahnya tidak lagi menarik baginya dan ia akan serta merta pindah ke daerah yang baru. Demikian pula, sangatlah penting untuk mencoba mengerti kondisi tak memuaskan dari batin dan jasmani yang menguasai kehidupan ini dan secara mandiri merealisasi superioritas Nibbana dengan sebuah pandangan untuk menghancurkan secara total kemelekatan terhadap kehidupan. Pengetahuan ini dapat diperoleh melalui latihan meditasi yang tepat. Oleh karena itu, setiap orang yang menginginkan untuk terbebas dari penderitaan akibat usia tua, kematian dan sebagainya dan merealisasi Nibbana secara mandiri seyogyanya melaksanakan latihan meditasi.
II. PEMBAGIAN MEDITASI AJARAN BUDDHA
Meditasi dibagi menjadi dua bagian :
1.   Samatha – kammatthana
2.   Vipassana - kammatthana
1. Latihan samattha-kammatthana akan mengembangkan faktor batin atas delapan pencapaian duniawi (lokiya-samapatti) yang terdiri dari 4 jenis rupa-jhana dan 4 arupa-jhana. Latihan yang berulangkali atas kondisi di dalam jhana ini akan membawa lima kemahiran batin duniawi luar biasa (abhinna 5) sebagai berikut :
§    Iddhi-vidha-abhinna .... kekuatan dari satu menjadi banyak dan dari banyak menjadi satu lagi. Kekuatan untuk menembus dinding atau gunung tanpa rintangan, seolah di udara. Kekuatan untuk berjalan di atas air tanpa tenggelam, seolah seperti berjalan di atas tanah. Kekuatan untuk memasuki/ menyelam ke dalam tanah dan muncul lagi di permukaan tanah, seolah seperti ke/ dari dalam air. Kekuatan untuk terbang dengan kaki bersila ke angkasa, seolah seperti burung yang memiliki sayap. Kekuatan untuk menyentuh matahari dan bulan dengan menggunakan tangan.
§    Dibba-sota-abhinna .... Telinga dewa, kekuatan untuk mendengarkan suara baik suara manusia maupun makhluk surgawi, jauh maupun dekat.
§    Ceto-pariya-abhinna .... Kekuatan untuk mengetahui pikiran orang lain.
§    Pubbe-nivassa-abhinna .... Kekuatan untuk mengetahui kejadian kehidupan lampau seseorang.
§    Dibba-cakkhu-abhinna .... Mata dewa, kekuatan untuk melihat semua bentuk bentuk dan warna yang jauh maupun dekat, baik besar maupun kecil.
Memiliki atribut-atribut ini tetap tidak akan menjamin/membawa ke kebebasan dari ketidakpuasan kehidupan, usia tua, kematian dan seterusnya. Kematian seseorang yang mamiliki jhana secara utuh akan menyebabkan tumimbal lahir di alam para Brahma yang jangka waktu kehidupannya sangat panjang; bisa satu usia dunia atau dua kali atau empat kali atau delapan kali usia dunia dan seterusnya, sesuai kasus per kasus.
2. Melalui latihan Vipassana-kammatthana seseorang dapat merealisasi Nibbana dan memenangkan kebebasan mutlak dari penderitaan kehidupan.
Vipassana-kammatthana dibagi menjadi dua sub bagian, yaitu :
·     Samattha-yanika, seseorang yang mengambil dasar permulaan latihan samatha kammatthana untuk merealisasi Nibbana.
·     Suddha-vipassana-yanika, seseorang yang secara langsung melatih vipassana kammatthana untuk merealisasi Nibbana, tanpa melalui awal samatha kammatthana.
III. EMPAT PULUH POKOK/SUBJEK MEDITASI
Di dalam naskah, terdapat empat puluh pokok/subjek meditasi, beberapa di antaranya dapat digunakan sebagai latihan dasar samatha untuk melaksanakan latihan vipassana. Empat puluh pokok/subjek meditasi itu adalah :
1.   10 kasina (alat permenungan)
2.   10 asubha (ketidakmurnian)
3.   10 anussati (perenungan)
4.   4 Brahma vihara (sikap batin luhur)
5.   4 arupa (tahapan arupa – jhana)
6.   1 Ahare-patikula-sanna (perenungan atas makanan yang menjijikan)
7.   1 Catu-dhatu-vavatthana (analisis empat unsur)
Sepuluh kasina terdiri dari :
1.   Kasina tanah (Pathavi)
2.   Kasina air (Apo)
3.   Kasina api (Tejo)
4.   Kasina udara (Vayo)
5.   Kasina warna biru gelap (Nila)
6.   Kasina warna kuning (Pita)
7.   Kasina warna merah darah (Lohita)
8.   Kasina warna putih (Odata)
9.   Kasina cahaya (Aloka)
10. Kasina ruang terbatas (Akasa)
Sepuluh Asubha terdiri dari :
1.   Sebuah mayat membiru (Vinilaka)
2.   Sebuah Mayat membengkak (Uddhumataka)
3.   Sebuah Mayat terinfeksi/bernanah (Vipubbaka)
4.   Sebuah Mayat terbelah dua (Vicchiddaka)
5.   Sebuah mayat yang telah digigit binatang buas (Vikkhayittaka)
6.   Sebuah mayat yang terserak hancur (Hatavikkhittaka)
7.   Sebuah mayat yang terpotong-potong dan berserakan (Vikkhittaka)
8.   Sebuah mayat yang berdarah (Lohitaka)
9.   Sebuah mayat yang terinfeksi cacing/belatung (Puluvaka)
10. Sebuah tengkorak (Atthika)
Sepuluh Anussati terdiri dari :
1.   Perenungan terhadap kualitas-kualitas Buddha (Buddhanusati)
2.   Perenungan terhadap kualitas-kualitas Dhamma (Dhammanussati)
3.   Perenungan terhadap kualitas-kualitas Sangha (Sanghanussati)
4.   Perenungan terhadap kemoralan seseorang (Silanussati)
5.   Perenungan terhadap kemurah-hatian seseorang (Caganussati)
6.   Perenungan terhadap kualitas untuk tumimbal lahir sebagai dewa (Devatanussati), yaitu keyakinan teguh (saddha), kemoralan (sila), kemauan belajar dan mendengarkan Dhamma (suta), kemurah-hatian (cage) dan kebijaksanaan (panna)
7.   Perenungan terhadap Nibbana (Upasamanussati)
8.   Perenungan akan kepastian kematian (Marananussati)
9.   Perenungan atas 32 (tiga puluh dua) bagian tubuh (Kayagatasati), seperti : rambut, bulu tubuh, kuku, gigi, kulit, dan seterusnya.
10. Perenungan terhadap kaluar dan masuknya nafas (Anapanasati)
Empat Brahma Vihara terdiri dari :
1.   Cinta kasih yang universal terhadap semua makhluk (metta)
2.   Belas kasih terhadap makhluk menderita (karuna)
3.   Simpati atas keberhasilan / pencapaian makhluk lain (mudita)
4.   Keseimbangan batin sempurna (upekkha)
“ ..... Berdiam dengan batin yang dipenuhi oleh cinta kasih universal yang diarahkan ke arah pertama, kemudian ke arah kedua. Kemudian ke arah ketiga. Kemudian ke arah keempat, demikan pula, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling dan ke segala penjuru kepada semua makhluk, seperti terhadap dirinya. Ia memancarkan ke segenap dunia dengan batin dipenuhi oleh cinta kasih universal, batin yang lapang, berkembang, tanpa batas, terbebas dari kebencian dan niat jahat ……. dengan batin yang dipenuhi oleh belas kasihan, oleh sikap simpati terhadap pencapaian/keberhasilan mahluk lain, dan oleh keseimbangan yang sempurna ......” (Jivaka Sutta, Majjhima Nikaya, Sutta Pitaka).
Empat Arupa, terdiri dari :
1.   Berdiam dalam permenungan atas kondisi ruangan yang tanpa batas (Akasanancayatana)
2.   Berdiam dalam permenungan atas alam kesadaran yang tak terbatas (Vinnanancayatana)
3.   Berdiam dalam permenungan atas alam kekosongan (Akincannayatana)
4.   Berdiam dalam permenungan atas kondisi alam bukan pencerapan juga bukan pencerapan (Nevasannanasannayaatana)
IV. DESKRIPSI SINGKAT LATIHAN SAMATHA-KAMMATTHANA
1. Pathavi Kasina Kammattha dan pencapaian Jhana
Seseorang yang mengambil subjek meditasi dengan memilih Kasina tanah (Pathavi-kasina) untuk permenungannya. Seyogyanya memperhatikan sebongkah tanah di atas tanah atau alat berupa segumpal tanah yang merenungkannya dengan mengatakan di dalam batin: “pathavi, pathavi, pathavi” atau “tanah , tanah , tanah”. Setelah merenungkan berulang kali untuk sejumlah waktu tertentu, gambaran alat-tanah yang kuat dan jelas akan muncul di dalam batin seolah-olah dilihat langsung oleh indera penglihatan (mata). Penampilan gambaran batin ini disebut Uggaha-nimitta (bayangan yang diperoleh). Segera setelah bayangan (nimitta) ini menjadi kuat dan stabil di dalam batin, ia dapat pergi ke mana pun dan mengambil posisi apa saja, baik posisi duduk, berjalan, berdiri atau berbaring. Ia seyogyanya kemudian melanjutkan untuk merenungkan Uggaha-nimitta itu dengan mengatakan dalam batin “pathavi, pathavi, pathavi” atau “tanah, tanah, tanah”. Selama waktu permenungan ini dapat terjadi bahwa batin tidak tetap terfokus pada objeknya namun sering kali mengembara/ melayang-layang mengalami objek lainnya dalam hal-hal sebagai berikut :
1.   Batin sering berfikir akan objek-objek yang diinginkan nafsu indera. Ini adalah Kamacchanda-nivarana (rintangan batin keinginan nafsu indera).
2.   Batin sering bercokol pada pikiran-pikiran sedih dan marah. Ini adalah Vyapada-nivarana (rintangan batin keinginan jahat / niat buruk).
3.   Terdapat kekenduran di dalam permenungan dan batin sering bosan dan kabur. Ini adalah Thina-middha-nivarana (rintangan batin kemalasan dan kelambanan batin).
4.   Batin sering tidak stabil namun gelisah, dan batin sering khawatir dalam merenungkan dalam merenungkan perbuatan buruk melalui ucapan dan tindak-tanduk jasmani yang telah lampau. Ini adalah Uddhaca-kukkucca-nivarana (rintangan batin kegelisahan dan kekhawatiran).
5.   Batin sering memikirkan “apakah permenungan yang sedang dilakukan ini adalah sebuah metode yang benar. Apakah metode ini dapat membawa hasil yang bermanfaat. Apakah ada kesempatan untuk meraih hasil yang baik.” Ini adalah Vicikiccha-nivarana (rintangan batin keraguan skeptis).
Kelima rintangan (nivarana) ini seyogyanya dipotong segera setelah mereka muncul dan batin seyogyanya kembali mengambil objek ‘ugghana-nimitta’ misalnya dengan merenungkan sebagai: ‘pathavi, pathavi, pathavi’ atau ‘tanah, tanah, tanah’. Apabila batin kehilangan ugghana-nimitta sebagai objek, maka ia seyogyanya kembali ke tempat asal alat-tanah itu dan melakukan perenungan lagi: ‘pathavi, pathavi, pathavi’ atau “tanah, tanah, tanah” seperti yang dilakukan pada permulaan latihan. Kemudian ia seyogyanya kembali ke tempat yang sama dan melanjutkan dengan permenungan di dalam berbagai posisi tubuh, baik duduk, berdiri, berbaring maupun berjalan.
Dengan melakukan permenungan demikian terhadap objek uggaha-nimitta secara berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama, objek tersebut akan 'terlihat' jelas dan mirip penampilan kristal tidak seperti penampakan awalnya. Ini disebut 'Patibhaga-nimitta' (bayangan keseimbangan). Kondisi batin seperti ini dikenal dengan 'Upacara-samadhi' (konsentrasi berdekatan). Kini, dengan secara berkesinambungan batin berada dalam ‘Upacara-samadhi’ dengan objeknya Patibhaga-nimitta, batin mencapai satu keadaan seolah tenggelam ke dalam objek dan berdiam secara menetap di dalamnya. Tahap ketetapan dan kestabilan batin ini dikenal sebagai 'Appana-samadhi' (konsentrasi pencapaian). Terdapat empat jenis Appana-samadhi untuk rupa jhana, yaitu:
(a) Jhana pertama, (b) Jhana kedua, (c) Jhana ketiga, (d) Jhana keempat .
a.   Di dalam jhana pertama lima faktor batin yang hadir secara nyata adalah:
o    Faktor batin yang berfungsi dalam penerapan/ perenungan awal/ pengarahan terhadap objek (vitakka)
o    Faktor batin yang berfungsi dalam penerapan penambatan terhadap objek (vicara)
o    Faktor batin yang berfungsi dalam menimbulkan suka cita/ kegiuran (piti)
o    Faktor batin yang berfungsi dalam menimbulkan kegembiraan (sukkha)
o    Faktor batin yang berfungsi dalam konsentrasi terfokus kuat terhadap objek (ekaggata)
b.   Seseorang yang telah mencapai tahap Jhana pertama dan ahli, melihat ketidakpuasan di dalam dua faktor batin pertama di atas, yaitu vitakka dan vicara, melanjutkan lagi melakukan perenungan untuk mengatasi kedua faktor batin tadi, dan berhasil mencapai tahap jhana kedua, yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada tiga, yaitu piti, sukha, dan ekaggata.
c.   Dengan melihat ketidakpuasan yang terdapat di dalam ‘piti’ ia melanjutkan dengan perenungannya untuk mengatasi piti dan berhasil mencapai tahap jhana ketiga yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada dua, yaitu sukha dan ekaggata.
d.   Dengan melihat ketidakpuasan yang terdapat di dalam ‘sukha’ ia melanjutkan dengan perenungan untuk mengatasi faktor batin sukha tersebut dan berhasil mencapai tahap jhana keempat yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada dua, yaitu ‘upekkha’ (keseimbangan) dan ekaggata.
Inilah diskripsi singkat cara untuk merenungkan Pathavi kasina dan pengembangan bertahap keempat tingkat jhana. Hal yang sama dapat dilakukan untuk kasina yang lain.
Di dalam hal seseorang yang memilih salah satu pokok meditasinya ‘Asubha’ sebagai subjek konsentrasinya, ia seyogyanya melihat ke arah seonggok mayat membengkak, atau mayat membiru, dan seterusnya, dan merenungkan dengan mengatakan di dalam batin 'mayat membengkak, mayat membengkak,' 'mayat membiru, mayat membiru', dan seterusnya. Ia seyogyanya kemudian melaksanakan perenungan di dalam cara yang sama seperti kasus pathavi-kasina. Perbedaan yang ada adalah bahwa perenugan subjek Asubha hanya akan mengantarkan untuk pencapaian tingkat Jhana pertama.
Perenungan terhadap 32 bagian tubuh, (Kayagata-sati) juga hanya akan mengantarkan untuk pencapaian tingkat Jhana pertama.
Delapan perenungan yang terdiri dari Buddhanussati sampai dengan marananussati; makanan yang menjijikan (aharepatikkula-sanna); dan analisa empat unsur (catu-dhatu-vavatthana) akan membawa hanya sampai tahap upacara-samadhi.
Tiga dari empat Brahma vihara, yaitu metta, karuna dan mudita akan membawa sampai dengan tingkat Jhana ketiga, namun seseorang yang telah melakukan meditasi melalui perenungan satu dari tiga brahma vihara ini yang telah mencapai tingkat jhana ketiga, juga akan mencapai tingkat jhana keempat dengan melaksanakan perenungan brahma vihara keempat, yaitu upekkha.
Mereka yang telah mencapai tingkat jhana keempat melalui permenungan kasina, akan mencapai tingkat-tingkat 4 Arupa Jhana dengan merenungkan empat Arupa secara berurutan.
2. Anapana-sati Kammatthana
Seseorang yang memilih Anapanasati sebagai subjek perenungan seyogyanya tinggal di tempat yang sunyi dan duduk dengan kaki bersila atau di dalam cara yang nyaman sehingga dapat duduk di dalam jangka waktu yang cukup lama, dengan badan yang tegak, dan kemudian menetapkan perhatiannya pada celah/lubang hidung. Ia kemudian akan mengetahui secara jelas sensasi sentuhan di ujung hidung atau di sisi sebelah atas bibir, yang disebabkan oleh kontak berkesinambungan dari aliran nafas masuk dan keluar. Aliran ini seyogyanya diamati pada titik sentuhannya dan direnungkan dengan mengatakan dalam batin: “keluar, masuk, keluar, masuk” pada setiap aktivitas nafas masuk dan nafas keluar. Batin seyogyanya tidak pergi bersama aliran itu, baik perjalanan nafas masuk maupun perjalanan nafas keluar, namun seyogyanya tetap pada titik sentuhan tadi.
Selama di dalam perenungan, akan terdapat banyak rintangan di mana batin akan mengembara/ melayang-layang. Rintangan ini seyogyanya tidak diikuti lebih lanjut, namun perhatian seyogyanya dikembalikan ke titik sentuh dan merenungkan kembali sebagai “masuk, keluar, masuk, keluar” sesuai aktivitas nafas masuk dan nafas keluar.
Dengan cara berkesinambungan mengamati titik sentuhan dan melaksanakan perenungan:
1.   Nafas masuk dan nafas keluar yang panjang menjadi jelas teramati ketika mereka panjang.
2.   Nafas masuk dan nafas keluar yang pendek menjadi jelas teramati ketika mereka pendek.
3.   Setiap rangkaian nafas masuk dan nafas keluar yang lembut pada awal, pertengahan dan akhirnya menjadi jelas teramati dari titik sentuhan ujung hidung hingga ke tempat nafas itu meninggalkan hidung, dan
4.   Perubahan bertahap dari nafas masuk dan keluar yang kuat ke nafas masuk dan keluar yang lebih halus menjadi jelas teramati.
Sejalan dengan nafas masuk dan keluar menjadi lebih halus dan lebih halus lagi, maka nafas tersebut akan ‘tampak’ seolah nafas tersebut padam total. Di dalam kasus seperti ini, umumnya waktu terbuang untuk mencari objek nafas masuk dan nafas keluar dengan mencoba meneliti penyebab padamnya nafas dan akhirnya tetap sia-sia tanpa melaksanakan perenungan. Namun demikian, janganlah membuang waktu dengan cara demikian; apabila batin dengan penuh perhatian kembali tetap mengamati titik sentuhan pada ujung hidung atau sisi bibir sebelah atas maka aliran nafas masuk dan keluar yang halus akan ‘tampak’ lagi dan akan tercerap dengan sangat jelas.
Dengan terus-menerus merenungkan nafas masuk dan nafas keluar, maka aliran nafas itu akan tergambar/terbayangkan dalam bentuk atau ukuran khusus. Berikut ini adalah yang dinyatakan di dalam kitab Visuddhi-magga (Jalan Kesucian/ Kemurnian batin).
Untuk orang tertentu, nafas masuk dan nafas keluar 'tampak' seperti sebuah bintang atau sebuah permata atau sebuah berlian, bagi yang lainnya dengan sebuah sentuhan kasar seperti dari kain sutera, atau sebuah tonggak terbuat dari hati kayu, bagi yang lainnya mirip benang panjang terurai atau sekuntum bunga atau segumpal asap rokok, sedangkan bagi yang lainnya mirip sebuah sarang laba-laba atau sebuah lapisan awan atau sekuntum bunga teratai atau sebuah roda kereta atau sebuah piringan bulan atau matahari. Dinyatakan bahwa keragaman bentuk atau objek bayangan itu disebabkan oleh perbedaan (sanna) individu yang mengalaminya. Bentuk objek yang khusus ini adalah “Patibhaga Nimitta”. Konsentrasi (samadhi) yang kemudian dikembangkan dengan 'Patibhaga-nimitta' sebagai objeknya, disebut ‘Upacara-samadhi’. Dengan secara berkesinambungan merenungkan dibantu oleh Upacara-samadhi maka tingkat appana-samadhi dari tahapan 4 Rupa Jhana akan berkembang.
Inilah deskripsi singkat LATIHAN PERMULAAN samatha yang dilakukan oleh seorang 'samatha-yanika' yang memilih 'samatha-kammatthana', sebagai dasar untuk merealisasi Nibbana.
Mereka yang berhasrat untuk melatih vipassana seyogyanya pertama-tama dibekali dengan seperangkat pengetahuan, baik secara singkat maupun mendalam, namun cukup, terhadap kenyataan bahwa makhluk hidup terdiri dari dua komponen, yaitu jasmani (rupa) dan batin (nama); bahwa jasmani dan batin terbentuk dikarenakan sebab dan akibat; dan bahwa jasmani dan batin berada dalam proses perubahan yang terus-menerus; oleh karena itu jasmani dan batin tidak kekal, tidak memuaskan dan tidak mengandung kepemilikan/keakuan/ ‘atta’.
V. DISKRIPSI SINGKAT LATIHAN VIPASSANA
1. Samatha-yanika
Seseorang yang telah cukup pengetahuannya seperti disebutkan di atas seyogyanya pertama-tama berada di dalam jhana yang telah dicapainya dan kemudian merenungkannya.
Ia seyogyanya kemudian melanjutkan dengan merenungkan secara berkesinambungan sensasi-sensasi, seperti melihat, mendengar, mencium bau, mengecap rasa, mengetahui sentuhan, dan seterusnya sebagaimana mereka muncul dengan jelas pada salah satu dari enam pintu indera. Apabila ia merasa lelah atau bosan dengan melaksanakan terus-menerus perenungan akan beragam objek (pakinnakasankhara) ia seyogyanya memasuki jhana lagi dengan menetapkan tekad yang kuat bahwa jhana tersebut akan berlangsung selama 15 atau 30 menit. Apabila keadaan jhana telah berlalu ia seyogyanya kemudian segera merenungkan keadaan jhana tadi dan kemudian dilanjutkan dengan merenungkan secara berkesinambungan sensasi-sensasi indera sebagaimana mereka muncul pada saat salah satu dari enam pintu indera. Prosedur bergantian dari memasuki keadaan jhana dan kemudian dilanjutkan dengan perenungan sensasi indera pada enam pintu indera seyogyanya dilakukan dengan berulang kali. Apabila vipassana-samadhi telah cukup kuat, ia akan dapat melaksanakan perenungan berkesinambungan siang dan malam tanpa merasa terhambat.
Pada tingkat ini dapat dicerap dengan sangat jelas sebagai satu keteraturan pada setiap saat perenungan bahwa jasmani dan batin merupakan dua hal yang berbeda yang bekerja sama. Juga dapat dicerap bahwa objek dan batin yang secara langsung mengetahui objek tersebut, muncul dan padam pada setiap saat perenungan. Oleh karena itu, dimengerti bahwa jasmani dan batin terbukti dengan jelas tidak kekal, bahwa mereka tidak memuaskan, tanpa kualitas atau keberadaan yang menyenangkan, dan bahwa mereka semata-mata merupakan proses muncul dan padam dari segala sesuatu yang tidak mengandung 'atta' (jiwa atau keberadaan kekal). Dengan perkembangan penuh dari pengetahuan langsung ata “annica, dukkha, anatta” terealisasilah pengetahuan bijaksana akan Magga, Phala dan Nibbana.
Inilah deskripsi singkat latihan dengan cara ‘samatha-yanika’ untuk tujuan merealisasi Nibbana.
2. Suddhavipassana-yanika
Di bawah ini, adalah diskripsi singkat latihan dengan cara ‘suddha-vipassana-yanika’.
Dengan pengetahuan cukup seperti yang disebutkan di atas, seseorang yang berhasrat untuk latihan ‘vipassana’ seyogyanya menetap di tempat sunyi dan duduk dengan kaki bersila atau dalam cara yang nyaman sehingga ia dapat duduk dalam waktu yang cukup lama, dengan badan tegak, dan kemudian merenungkan dengan memusatkan perhatiannya terhadap fenomena jasmani dan batin yang diketahui sebagai ‘upadanakkhandha’, dan yang secara jelas muncul di dalam tubuhnya. Fenomena-fenomena ini seyogyanya secara berkesinambungan direnungkan pada setiap saat kemunculannya.
Upadanakkhandha adalah semua yang secara jelas dicerap pada saat melihat, mendengar, mencium bau, mengecap, mengalami kontak badan/sentuhan dan memikirkan ide/gagasan dan seterusnya.
Pada saat melihat, objek penglihatan dan indera pengelihatan/'mata', keduanya dicerap. Keduanya itu merupakan kelompok meteri (rupa). Mereka bukanlah menyenangkan, bukan pula ‘atta’ dan bukan ‘orang’. Mereka yang tidak merenungkan pada saat kemunculannya tidak akan mengerti bahwa 'mereka segera padam dan tidak kekal', bahwa mereka 'muncul dan padam tanpa henti dan oleh karenanya tidak memuaskan', bahwa mereka bukan ‘atta’ bukan pula keberadaan hidup, namun anatta di mana mereka merupakan subjek bagi sebab dan akibat di dalam proses muncul dan padam. Dikarenakan materi menjadi objek kecenderungan kekeliruan dan kemelekatan, maka mereka disebut ‘upadanakkhandha’ atau ‘kelompok yang menimbulkan kemelekatan’.
Kesadaran melihat (cakkhu-vinnana), perasaan (vedana), pencerapan (sanna) akan objek pengelihatan, dan keinginan untuk melihat objek, bentuk/faktor batin (sankhara) juga secara jelas dicerap pada saat melihat. Mereka semata-mata kelompok batin. Mereka bukan menyenangkan, bukan 'atta', bukan pula 'orang'. Mereka yang tidak merenungkan pada setiap saat kemunculan fenomena itu, tidak akan mengerti bahwa mereka tidak kekal, tidak memuaskan dan 'anatta'. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa fenomena batin ini menyenangkan dan melekat kepadanya. Mereka secara egois menganggap “Saya melihat”, “Saya merasakan”, “Saya mencerap”, “Saya melihat dengan penuh perhatian” dan melekat kepadanya. Inilah alasan yang jelas mengapa kelompok batin ini secara berurut disebut “vinnana upadanakkhandha, vedana upadanakkhandha, sanna upadanakkhandha, dan sankhara upadanakkhandha”. Inilah alasan mengapa lima “upadanakkhandha” secara jelas dicerap dengan jelas pada saat melihat objek penglihatan melalui pintu indera penglihatan ('mata').
Dengan cara yang sama, kelima upadanakkhandha dicerap dengan jelas pada saat mendengar suara melalui indera pendengaran, mencium bau melalui indera penciuman, mencerap rasa kecapan melalui indera pengecapan, mengetahui sensasi sentuhan melalui indera sensasi sentuhan, mengetahui objek batin melalui indera pikiran. Namun demikian di dalam kasus objek batin, mungkin dialami unsur batin maupun unsur fisik/materi.
Walaupun fenomena jasmani dan batin muncul dengan jelas pada saat melihat, mendengar dan seterusnya melalui pintu indera yang bersesuaian, tidaklah mungkin bagi seorang pemula untuk merenungkannya di dalam urutan kemunculannya pada saat memulai latihan vipassana. Di dalam vipassana, latihan dimulai dengan merenungkan hal khusus, objek yang paling mudah hadir di dalam jasmani. Mirip seperti di sekolah, sebagai ketentuan keharusan saat memulai pelajaran, maka pelajaran-pelajaran mudah terlebih dulu yang dipelajari. Dari kedua jenis fenomena, batin dan materi, maka fenomena materi yang lebih mudah dicerap, seyogyanya dipilih sebagai objek perenungan awal atau utama di dalam vipassana-kammatthana. Lagi, dari berbagai kelas fenomena materi, dibandingkan objek-objek dari pintu indera (upada-rupa) ketika melihat, mendengar, mencium bau, mengecap rasa kecapan maka kontak jasmaniah (bhuta-rupa) merupakan objek yang lebih mudah dicerap, seyogyanya diambil sebagai objek utama/permulaan untuk perenungan saat memulai latihan vipassana.
Oleh karena itu, dengan satu pandangan untuk mengamati kontak jasmani khusus yang lebih mudah dicerap, perhatian seyogyanya ditetapkan pada posisi duduk dan merenungkan secara berkesinambungan, dengan membuat catatan secara batiniah seperti : 'duduk, duduk'. Pada saat perenungan mencapai kematangan, maka dengan jelas akan dapat diamati sensasi kontak jasmani pada paha atau kaki atau bagian tubuh lainnya. Sensasi kontak jasmani khusus ini seyogyanya diambil sebagai objek tambahan bersama 'duduk' dan secara berkesinambugan direnungkan sebagai 'kontak, duduk, kontak'. Namun demikian, apabila perenungan dengan cara demikian seperti 'kontak, duduk, kontak' sulit untuk dimulai, maka perhatian seyogyanya ditetapkan pada kontak jasmani saat aliran nafas masuk dan keluar dengan cara merenungkan 'kontak, kontak'. Apabila hal ini pun sulit dilakukan maka perenungan seyogyanya ditetapkan dengan memperhatikan gerakan perut yang mengembang dan mengempis, disebabkan oleh aliran keluar dan masuknya nafas.
Inilah ilustrasi untuk menunjukkan tata cara perenungan. Pertama-tama perhatian seyogyanya ditetapkan pada perut. Kemudian akan dirasakan bahwa perut mengembang dan mengempis dan gerakan perut selalu hadir. Apabila pada saat permulaan latihan, gerakan naik dan turunnya perut tidak jelas dengan hanya menetapkan perhatian kepada perut, satu atau kedua tangan seyogyanya ditempatkan pada perut. Penekanan nafas, mempercepat atau membuat nafas dalam seyogyanya tidak dilakukan. Aliran nafas alamiah seyogyanya dipelihara. Saat perut mengembang seyogyanya direnungkan dengan ditetapkan secara bertahap dengan tahap naiknya perut sejak mulai hingga berakhir. Saat perut dirasakan mulai turun (mengempis) seyogyanya direnungkan di dalam batin sebagai 'mengempis'. Perhatian seyogyanya ditetapkan secara bertahap dengan tahap turunnya perut sejak mulai hingga berakhir.
Perhatian khusus
Disebutkan di sini bahwa kata-kata 'naik/mengembang' dan 'turun/mengempis' seyogyanya tidak diulangi dengan mulut, namun mereka seyogyanya diulangi di dalam batin. Di dalam kenyataannya, kata-kata bukan kepentingan yang nyata. Justru mengetahui gerakan perut dan gerakan jasmani yang sebenarnya merupakan kepentingan yang nyata. Namun demikian, dengan hanya merenungkan yang dilakukan melalui tindakan sederhana dari pengamatan batin tanpa aktivitas pengulangan di dalam batin, perenungan akan sia-sia dan tidak efektif dan banyak kemunduran seperti perhatian gagal untuk mencapai cukup dekat terhadap objek yang dituju, objek tidak jelas perbedaannya dan dicerap secara terpisah dan bahwa energi yang dibutuhkan menjadi bekurang. Jadi, agar mencapai sasaran perenungan seyogyanya dilaksanakan secara berulang-ulang dalam batin dengan kata-kata khusus atas objek-objek yang bersesuaian.
Ketika sedang dalam perenungan seperti 'naik, turun', mungkin akan terdapat banyak kesempatan ketika batin ditemukan mengembara ke objeknya masing-masing. Pengembaraan batin ini seyogyanya direnungkan sebagaimana mereka muncul.
Ilustrasi
Apabila dialami bahwa pikiran mengembara ke objek yang bukan sedang diamati, seyogyanya direnungkan sebagai : 'mengembara', apabila pikiran bermaksud sesuatu seyogyanya direnungkan sebagai 'bermaksud'. Apabila pikiran sedang merenung, seyogyanya direnungkan sebagai 'merenung', bila menginginkan sesuatu seyogyanya direnungkan 'ingin', dalam hal gembira, atau marah, atau kecewa, seyogyanya direnungkan sebagai 'gembira', 'marah', 'kecewa'; apabila merasa malas atau senang seyogyanya direnungkan sebagai 'malas' atau 'senang'. Perenungan seyogyanya dilakukan secara berulang hingga faktor batin yang mengembara ini padam. Kemudian, perenungan seyogyanya kembali kepada objek semula 'naik', 'turun' dan dilakukan secara berkesinambungan.
Apabila sensasi yang tidak menyenangkan (dukhavedana), seperti rasa lelah pada anggota tubuh atau perasaan panas atau nyeri, dan sebagainya muncul di dalam jasmani, perhatian seyogyanya difokuskan ke titik sensasi dan perenungan dilakukan seperi : 'lelah, lelah', 'panas, panas', 'nyeri, nyeri', sesuai kasusnya. Apabila sensasi tak menyenangkan itu telah paham, maka perenungan dikembalikan ke 'naik, turun' perut sesuai objek semula.
Namun apabila sensasi nyeri begitu kuat sehingga mereka tidak dapat ditoleransi lagi, maka posisi tubuh dan posisi tangan serta kaki harus diubah maka meringankan situasi. Di dalam perubahan posisi ini pun perhatian seyogyanya ditetapkan kepada gerakan yang paling nyata (mayor) dari tubuh/jasmani dan anggota tubuh dan perenungan dilaksanakan seperti 'menekuk', 'meregang', 'mengayun', 'bergerak', 'mengangkat', 'meletakkan ke bawah', dan seterusnya, sesuai urutan proses perubahan tersebut. Apabila perubahan itu telah selesai maka perenungan dikembalikan kepada 'naik', 'turun'-nya perut sesuai objek semula.
Pada saat sesuatu sedang diperhatikan, seyogyanya direnungkan sebagai 'memperhatikan', 'melihat'. Apabila sesuatu dilihat tanpa diperhatikan, seyogyanya direnungkan sebagai 'melihat, melihat'. Apabila seseorang akan mendengarkan sesuatu, seyogyanya direnungkan sebagai 'mendengar', 'mendengar'. Apabila sesuatu didengar tanpa mendengarkan seyogyanya direnungkan sebagai 'mendengar', 'mendengar'. Apabila pikiran merenungkan mengikuti maka seyogyanya direnungkan sebagai 'merenungkan', 'merenungkan'. Kemudian perenungan dikembalikan ke 'naik', 'turun'-nya perut sesuai objek semula.
Dalam kasus perubahan posisi dari duduk menjadi berdiri dan perubahan ke posisi berbaring, perenungan seyogyanyan dilakukan dengan menetapkan perhatian terhadap setiap pergerakan mayor yang nyata dari jasmani dan anggota tubuh sesuai urutan proses pergerakan perubahan tersebut.
Di dalam hal berjalan, perenungan seyogyanya dilakukan dengan menetapkan perhatian terhadap gerakan setiap langkah dari saat mengangkat kaki hingga kembali meletakkan kaki dan dengan membuat catatan secara batiniah sebagai 'berjalan, berjalan' atau 'bergerak maju, bergerak maju', atau 'mengangkat, bergerak maju, meletakkan kaki'.
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa perenungan seyogyanya dilaksanakan terhadap semua aktivitas jasmani dan anggota tubuh seperti menekuk, meregang, mengangkat, bergerak, dan seterusnya, untuk mengetahui bentuk sebenarnya ketika mereka muncul. Perenungan seyogyanya dilaksanakan dilaksanakan terhadap setiap sensasi fisik dan perasaan batin (vedana) untuk mengetahui sifat alamiahnya ketika mereka muncul. Perenungan juga seyogyanya dilaksanakan terhadap semua gagasan/ide/faktor batiniah dan seterusnya, untuk mengetahui sifat alamiah mereka sebagaimana mereka muncul. Apabila tidak terdapat objek yang ‘outstanding’ yang dapat direnungkan ketika berdiam dengan tenang dalam posisi duduk atau berbaring, maka perenungan seyogyanya dilaksanakan dengan selalu menetapkan perhatian terhadap kontak jasmaniah. Oleh karena itu, petunjuk-petunjuk yang diberikan di sini untuk memperlakukan atau menjaga perhatian kepada naik dan turunnya gerakan perut, yang lebih mudah dijelaskan dan mudah untuk direnungkan, sebagai objek utama dan pertama di dalam perenugan.
Namun, terdapat dua jenis kasus perenungan lain yang sudah disebutkan di atas, yaitu (1) perenungan terhadap posisi tubuh duduk dan sentuhan, dan (2) perenungan terhadap impresi kontak di dalam nafas masuk dan keluar, di mana apabila diinginkan, salah satu dapat dipilih sebagai objek utama atau pertama di dalam perenungan.
Di dalam merealisasi kondisi perenungan yang luhur yang memungkinkan untuk merenungkan setiap objek sebagaimana mereka muncul, maka tidak dibutuhkan kembali semuanya untuk kembali ke objek utama dan pertama. Perenungan seyogyanya dilaksanakan pada setiap saat dari melihat, mendengar, mencium bau, mengecap rasa, mengetahui sentuhan jasmani, berpikir, bergagasan dan seterusnya sesuai urutan kemunculan mereka.
Siswa yang telah berkembang, dengan cara perenungan kontinyu ini, konsentrasi (samadhi) dan pandangan bijaksana ke dalam (nana) yang cukup kuat akan secara mandiri merealisasi muncul dan padamnya batin sangat sering di dalam satu detik. Namun seorang siswa yang baru saja mulai melatih perenungan belum dapat merealisasi perubahan yang demikian cepat. Mirip seseorang yang mulai belajar, tak dapat membaca begitu cepat dan baik bila dibandingkan dengan orang yang telah belajar dengan mahir. Namun demikian, seorang siswa seyogyanya berupaya untuk merealisasi muncul dan padamnya faktor batin tidak kurang daripada sekali setiap detik pada tahap permulaan latihannya.
Inilah latihan dasariah latihan Vipassana secara singkat.
VI. PERKEMBANGAN KONSENTRASI VIPASSANA (VIPASSANA SAMADHI) DAN PENGETAHUAN BIJAKSANA PANDANGAN TERANG (VIPASSANA NANA)
Bila tidak berupaya kuat untuk melaksanakan perenungan seperti disebutkan di atas, para siswa akan gagal untuk mengamati banyak aktivitas jasmani dan batin pada saat permulaan latihan. Seperti ditunjukkan di dalam bagian Samatha-Kammatthana, terdapat banyak rintanan batin (Nivarana) yang menyebabkan batin mengembara ke arah objek lain. Di dalam hal Samatha-Kammatthana, tidak ada perlakuan khusus untuk merenungkan faktor batin yang mengembara, namun mereka seyogyanya ditekan, dan perenungan dikembalikan kepada objek semula secara berkesinambungan, sementara itu di dalam Vipassana-Kammathana perenungan juga harus dilakukan terhadap faktor batin yang mengembara itu. Setelah perenungan dengan cara ini, maka perenungan seyogyanya dikembalikan kepada objek ‘naik’, ‘turun’ seperti semula. Ini adalah satu dari butir-butir perbedaan antara samatha-bhavana dengan vipassana-bhavana di dalam hal mengatasi rintangan batin (nivarana).
Di dalam kasus samatha-bhavana seseorang harus merenungkan secara berkesinambungan terhadap objek semula dari samatha untuk membuat batin terkonsentrasi dengan kuat hanya kepada objek tersebut. Tidak dibutuhkan untuk mengamati fenomena batin dan fisik yang lain. Oleh karena itu tidak diperlukan untuk merenungkan rintangan batin seperti faktor batin yang mengembara yang muncul sewaktu-waktu. Hanya perlu menyingkirkannya sesegera mungkin saat mereka muncul.
Namun demikian, di dalam vipassana-bhavana, semua fenomena batin dan jasmani yang muncul melalui enam pintu indera harus diamati. Oleh karena itu apabila dan ketika rintangan batin seperti misalnya batin merenungkan sesuatu selain objek perenungan semula atau batin menikmati nafsu atau keserakahan dan sebagainya mereka juga harus direnungkan. Apabila mereka tidak direnungkan, maka kemelekatan dan pandangan keliru bahwa mereka kekal, menyenangkan dan atta (aku) akan muncul; oleh karena itu menghindari mereka tidaklah cukup seperti dalam kasus samatha. Objek vipassana akan lengkap hanya apabila seseorang merenungkan terhadap semua fenomena itu sehingga mengetahui dengan jelas sifat alamiahnya dan tidak melekat terhadapnya.
Apabila faktor batin yang mengembara ini direnungkan secara berkesinambungan dengan cara ini dalam jangka waktu yang cukup lama, maka hampir tidak akan ada lagi faktor batin yang mengembara. Segera setelah faktor batin mengembara ke objek lain, batin segera memperhatikan dan merenungkannya dan kemudian pengembaraan tersebut tidak berlangsung lebih jauh lagi. Di dalam beberapa kasus, ditemukan bahwa perenungan dilaksanakan tanpa interupsi karena faktor batin dicerap segara saat faktor batin itu mulai muncul.
Pada tahapan perenungan ini, ditemukan bahwa batin yang merenungkan dan objeknya selalu datang bersama dan terkonsentrasi. Terkonsentrasinya batin terhadap objeknya ini disebut Vipassana-khanika-samadhi (konsentrasi sementara dari pandangan terang).
Sekarang batin terbebas dari kamacchanda (nafsu indera) dan rintangan batin (nivarana) lainnya dan oleh karena itu sama seperti pada tingkat seperti Upacara-samadhi (konsentrasi berdekatan) yang disebutkan di dalam bagian Samatha-kammatthana. Begitu batin tidak lagi bercampur dengan rintangan batin yang menyebabkan mengembaranya batin, maka hanya ada perenungan murni yang terpusat. Inilah yang disebut Citta-visuddhi (kemurnian batin).
Kemudian fenomena fisik seperti naik, turun, menekuk, meregang, dan seterusnya, yang sedang direnungkan, dicerap pada setiap saat perenungan di dalam setiap bentuk yang terpisah tanpa bercampur dengan batin yang merenungkannya atau dengan fenomena materi lain. Fenomena batin, seperti merenungan berpikir, melihat, mendengar, dan seterusnya, juga dicerap pada setiap saat perenungan di dalam keadaan terpisah tanpa dicampuri oleh fenomena materi lain atau fenomena batin lain. Pada setiap saat bernafas, jasmani dan batin yang mengetahui jasmani dicerap secara jelas dan terpisah sebagai dua hal yang berbeda. Pengetahuan bijaksana atas pembedaan fenomena fisik dan batin sebagai dua proses yang terpisah disebut Nama-rupa-pariccheda-nana (pengetahuan bijaksana yang dapat membedakan dengan jelas fenomena batin dan jasmani).
Dengan terealisasinya perkembangan pengetahuan bijaksana (nana) selama satu periode waktu yang baik di dalam latihan perenungan yang berkesinambungan, maka akan muncul sebuah pengertian jelas bahwa fenomena 'hanya terdiri dari proses batin dan fisik'. Jasmani tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui, menaikkan, menurunkan, menekuk, memindahkan, dan seterusnya. Namun batin memiliki kemampuan merenungkan, memikirkan, melihat, mendengar, dan sebagainya. Terpisah dari dua faktor ini, tidak terdapat aku atau Atta. Pengertian jelas ini disebut ‘Ditthi-visuddhi’ (Kemurnian Pandangan).
Dengan meneruskan perenungan lebih lanjut, dicerap bahwa fenomena materi/fisik dan batin yang muncul di dalam jasmani merupakan efek atau hasil dari sebab-sebab yang bersesuaian dengannya.
Sebagai ilustrasi : Seorang siswa mencerap kenyataan bahwa dikarenakan batin menginginkan untuk membungkuk atau bergerak atau meregang atau mengubah posisi tubuh, maka muncul aksi atau tindakan membungkuk, meregang, bergerak, atau mengubah posisi tubuh; dikarenakan fluktuasi di dalam temperatur/suhu, maka selalu terdapat perubahan di dalam kondisi fisik apakah menjadi dingin atau panas; dan dikarenakan mengkonsumsi makanan maka akan selalu muncul energi fisik yang baru. Lagi, ia mencerap kenyataan bahwa dikarenakan kehadiran/adanya indera penglihatan dan objek penglihatan, indera pendengaran, objek pendengaran, dan seterusnya, maka muncullah kesadaran melihat, mendengar, dan seterusnya, dan dikarenakan kehendak untuk mengarahkan, maka batin mencapai objeknya. Lagi, ia mencerap kenyataan bahwa dikondisikan kehadiran Avijja (kegelapan/kebodohan batin), yang memandang kehidupan sebagai indah dan menyenangkan dan kehadiran Tanha (keinginan rendah), semua jenis perbuatan dipikirkan dan dilakukan, dan dikarenakan kemelekatan terhadap perbuatan-perbuatan tersebut yang telah dilakukan, maka muncullah, di dalam urutan yang sangat cepat dan berkesinambungan, kesadaran-kesadaran (vinnana) baru. Lagi, ia mencerap kenyataan bahwa kematian bukanlah kematian bukanlah sesuatu hanya padamnya kesadaran terakhir di dalam urutan kelangsungan kesadaran; dan lahir adalah munculnya sebuah kesadaran baru di dalam urutan kelangsungan kesadaran ini, tergantung atas formasi/bentukan materi/jasad yang baru. Pengetahuan bijaksana membedakan sebab musabab yang saling tergantung ini disebut “Paccaya-pariggaha-nana” (Pengetahuan bijaksana yang muncul dari pengertian pengalaman penuh akan sebab-musabab fenomena).
Dengan mengerti kenyataan sebab-musabab yang saling tergantung (paticca-samuppada) ia akan datang pada satu kesimpulan bahwa “hidup di masa lampau adalah sebuah formasi materi dan batin, yang tergantung dari sebab musabab yang terkait dan dengan demikian akan ada proses yang mirip pada kehidupan di masa mendatang”. Pandangan murni seperti ini disebut “Kankha-vitarana visuddhi” (Kemurnian pandangan yang muncul setelah mengatasi keraguan).
Sebelum mengembangkan pengetahuan benar kenyataan bahwa "kehidupan terdiri dari batin dan jasmani yang tergantung atas 'sebab-musabab yang terkait' terdapat banyak keraguan skeptis apakah terdapat SAYA di waktu lampau, apakah SAYA berada hanya dalam kehidupan ini atau apakah SAYA akan terus ada di waktu mendatang" dengan memegang pandangan bahwa formasi/perpaduan meteri/jasmani dan batin adalah “ATTA” atau “DIRI”. Sekarang keraguan ini tidak dapat muncul karena mereka telah diatasi.
Dengan melanjutkan perenungan lebih jauh, dicerap bahwa materi/jasmani dan batin muncul dan padam pada setiap saat perenungan. Pengertian bijaksana ini disebut “Anicca-sammassana-Nana” (Pengertian bijaksana akan ketidak-kekalan fenomena alam).
Dengan mencerap kenyataan bahwa fenomena materi/jasmani dan batin secara konstan muncul dan padam, bahwa mereka secara konstan dicengkeram oleh “muncul dan padam” mereka dipandang sebagai bukan menyenangkan juga tidak patut digantungi, namun hanya merupakan dukkha, tidak memuaskan. Pengetahuan bijaksana ini disebut “Dukkha-sammassana-nana” (Pengertian bijaksana terhadap kondisi yang tidak memuaskan).
Dengan mencerap kenyataan bahwa fenomena materi/jasmani dan batin secara alamiah tidak mengikuti perintah keinginannya, namun muncul dan padam sesuai dengan sifat alamiah dan kondisi relatifnya, maka direalisasi bahwa mereka bukan “atta” atau “diri”. Pengertian bijaksana ini disebut “Anatta-sammassana-nana” (Pengertian bijaksana terhadap segala sesuatu yang bukan atta atau bukan diri).
Setelah merefleksikan kenyataan-kenyataan ini selama ia inginkan, siswa itu melanjutkan dengan perenungan tanpa refleksi lebih lanjut. Ia kemudian mencerap dengan sangat jelas permulaan dari setiap objek perenungannya. Ia juga mencerap dengan sangat jelas padamnya setiap objek perenungannya seolah-olah diputus dengan jelas. Pada tahap ini, seringkali muncul pengalaman-pengalaman aneh, yang mengkondisikan terhambatnya latihan vipassana sehingga menjadi kotor (vipassanupakkilesa), seperti :
1.   Cahaya yang gemilang (Obhasa)
2.   Kegiuran batin (Piti)
3.   Sikap batin tenang (Passaddhi)
4.   Keyakinan kuat tak terhingga terhadap Tiratana (Adhimokkho ti saddha)
5.   Semangat yang sangat tinggi atas pelaksanaan perenungan/meditasi (Paggaha)
6.   Kegembiraan yang mencakup ke seluruh tubuh (Sukkha)
7.   Pandangan yang tajam terhadap sifat alamiah anicca, dukkha dan anatta tanpa halangan (Nana)
8.   Kemampuan di dalam melaksanakan perhatian murni tanpa kehilangan objek (Upatthana)
9.   Keseimbangan batin (Upekkha)
10. Melekat terhadap fenomena dhamma butir 1 – 9 (Nikanti)
Oleh karena itu, siswa tersebut dapat terbuai sehingga ia tidak dapat lagi menjaga mulutnya, umumnya ia menceritakan pengalamannya. Ia sering kali menganggap bahwa ia telah merealisasi pencerahan sempurna. Inilah indikasi awal atau tahap permulaan dari 'Udayabbaya-nana' (pengetahuan bijaksana atas muncul dan padamnya fenomena) yang lemah. Namun demikian sepuluh fenomena ini adalah jalan yang salah (Amagga).
Kemudian siswa itu memutuskan pengalaman melihat bayangan batin dan perasaan-perasaan lainnya bukanlah perealisasian pencerahan sempurna yang sesungguhnya, dan bahwa metode perenungan yang tepat untuk merealisasi pencerahan sempurna adalah hanya dengan mengobservasi secara konstan terhadap semua fenomena yang muncul. Ia tiba pada keputusannya ini sesuai dengan apa yang telah dipelajarinya dari pengalaman atau sesuai dengan petunjuk gurunya.
Keputusan murni ini adalah indikasi “Maggamagga-nana-dassana-visuddhi” (kemurnian pandangan benar terhadap jalan dan bukan jalan).
Setelah tiba pada keputusan ini dan diteruskan dengan melanjutkan perenungannya pengalaman-pengalaman melihat bayangan batin dan perasaan-perasaan lainnya secara bertahap akan berkurang dan pencerapan objek menjadi lebih jelas dan lebih jelas lagi. Muncul dan padamnya fenomena materi pada setiap gerakan di dalam hal satu gerakan membungkuk atau meregangkan tangan atau kaki atau di dalam hal satu langkah, setiap fregmen (bagian) dari satu gerakan akan dengan sangat jelas diamati. Inilah kematangan atau tahap akhir dari “Udayabbaya-Nana”. Perenungan itu mengalir tanpa hambatan seolah terbebas dari “Upakkilesa” (ketidakmurnian).
Setelah pengertian bijaksana (Nana) ini diperoleh cukup kuat, pencerapan terhadap objek-objek dijumpai lebih cepat. Akhir atau padamnya objek lebih jelas dicerap daripada permulaan “Upacara” (pendekatan) dan “Anuloma” (adaptasi). Ini adalah “nana” atau pengertian bijaksana yang tepat bagi 8 vipassana nana yang mendahuluinya dan “Magga-nana” (Pengertian bijaksana atas Jalan) yang mengikutinya.
Pandangan terang mulai dari “Udayabbaya-Nana” yang masak sampai dengan “Anuloma-nana” secara kolektif dikenal sebagai “Patipada-nana-dassana-visuddhi” (Kemurnian dengan pengertian bijaksana dan pandangan terang yang muncul akibat telah mengikuti latihan yang benar).
Setelah Anuloma Nana, muncullah “Gotrabhu-Nana” (Pengertian bijaksana memenangkan kesucian) dimana Nibbana adalah objeknya, dimana duka cita dan ketidakpuasan yang berhubungan dengan fenomena fisik dan batin padam secara total. Ini adalah pengertian bijaksana yang memotong kekerabatan “Puthujjana” (makhluk awam duniawi) dan memasuki kekerabatan “Ariya” (makhluk suci).
Kemudian muncul “Sotapati Magga Nana dan Phala Nana” (Pengetahuan bijaksana dari Jalan Suci pemenang arus dan buahnya) yang merealisasi Nibbana. Magga Nana disebut “Nana-dassana-visuddhi” (Kemurnian pandangan).
Saat kemunculan Magga dan Phala Nana tidak berjeda waktu sedetik pun. Kemurnian segera disusul kemunculan refleksi atas pengalaman khusus “Magga, Phala dan Nibbana”. Ini adalah “Paccavekkhana-nana” (Pengertian bijaksana dari retropeksi/perenungan mendalam).
Seseorang yang telah merealisasi Paccavekkhana-nana sesuai urutan itu disebut sebagai makhluk “Sotapanna” (Pemenang arus).
Khas Anicca, Dukkha, Anatta, dengan kejelasan khusus yaitu dukkha. Ini adalah “Patisankha-nana” (Pengertian bijaksana yang muncul dari perenungan yang lanjut).
Ketika “Patisankha-nana” ini masak, perenungan berlanjut secara otomatis mirip sebuah jam tanpa upaya khusus bagi pencerapan dan pengertian bijaksana. Dilanjutkan dengan perenungan atas objek-objek dengan keseimbangan batin – hanya memperhatikan objek tanpa terlarut di dalam kesenangan maupun ketidaksenangan. Perenungan ini begitu damai dan tanpa upaya khusus saat itu dan dilanjutkan dengan mengetahui objek-objek begitu otomatis dan dapat berlangsung lebih dari satu jam, dua jam atau tiga jam; dan bahkan dapat berakhir dalam jangka waktu yang begitu lama, tanpa lelah atau bosan. Pencerapan yang muncul dalam jangka waktu lama ini merealisasi sifat alamiah objek-objek perenungan secara otomatis dan tanpa terlibat di dalam kesenangan dan ketidaksenangan, disebut “Sankharupekkha-nana” (Pengetahuan bijaksana yang muncul dari keseimbangan batin terhadap sankhara).
Keluar dari perenungan ini yang dilanjutkan secara otomatis dan dengan momentumnya merealisasi objek, muncullah pengertian bijaksana yang khusus sangat cepat dan aktif. Pengertian bijaksana yang muncul langsung menuju sebuah jalan mulia ini yang juga dikenal sebagai “Vuitthana” (elevasi) adalah “Vutthana-gamini-vipassana-nana” (Pengetahuan bijaksana menuju elevasi yang lebih luhur).
Pengertian bijaksana ini muncul merealisasi bahwa fenomena fisik dan batin yang muncul melalui enam pintu indera pada saat itu tidak kekal, tidak memuaskan, dan bukan diri/aku. Pengertian bijaksana terakhir adalah “Anuloma-nana” (Pengertian bijaksana atas adaptasi) yang terdiri dari tiga “javana” (saat-saat dorongan) disebut “Parikamma” (persiapan), seyogyanya melaksanakan latihan meditasi sesuai dengan petunjuk yang diberikan di atas.
Semoga semua makhluk dapat melaksanakan latihan Meditasi dan merealisasi Nibbana.
KETERANGAN BEBERAPA ISTILAH PENTING
Ariya Sacca
Kebenaran Suci, terdapat 4 jenis :
a.   Dukkha sacca = Kebenaran suci tentang 'penderitaan'
b.   Samudaya sacca = Kebenaran suci tentang penyebab 'penderitaan'
c.   Nirodha sacca = kebenaran suci tentang padamnya 'penderitaan'
d.   Magga sacca = Kebenaran suci tentang jalan untuk terbebas dari 'penderitaan'.
Bhavana
a.   Samatha - bhavana
Pengembangan ketenangan batin. Secara sementara kekotoran batin tertentu mengendap (lihat nivarana). Objek samatha-bhavana ini merupakan pannatti (konsepsi batin).
b.   Vipassana – bhavana
Pengembangan kebijaksanaan melalui pengamatan dan perhatian murni terhadap fenomena batin dan jasmani yang dicengkeram oleh sifat universal (lihat Tilakkhana). Hasil akhirnya, kekotoran batin terbasmi hingga ke akarnya. Objek vipassana-bhavana ini merupakan paramattha (hakekatnya sesungguhnya segala sesuatu yang dialami).
Dukkha
a.   Di dalam sifat alamiah universal (Tilakkhana), mengandung pengertian = tidak memuaskan. Dukkha jenis ini meliputi makhluk hidup suci atau tidak suci dan juga bukan makhluk hidup.
b.   Di dalam kebenaran suci tentang dukkha (Dukkha sacca), mengandung pengertian = penderitaan biasa (dukkha-dukkha), penderitaan yang inheren karena perubahan (viparinama dukkha), penderitaan yang inheren bagi mahluk yang merupakan perpaduan (sankhara dukkha). Dukkha jenis ini hanya berkenaan dengan makhluk hidup yang belum suci.
Ekaggata
a.   Sebagai faktor batin bersifat netral (bukan baik juga bukan tidak baik), mengandung pengertian faktor batin yang berfungsi memusatkan batin terhadap objek yang diamati.
b.   Di dalam faktor jhana, mengandung pengertian sebagai faktor batin yang berfungsi menekan kamachanda-nivarana (hasrat nafsu indera).
Jhana
Kondisi batin yang melekat kuat terhadap objek (arammana) yang dialami. Objek yang dialami oleh batin selama di dalam kondisi jhana merupakan objek yang bukan sesungguhnya atau bersifat konsepsi batin (pannatti).
Khanda
Mengandung pengertian sebagai kelompok perpaduan; umum pula dijumpai dalam istilah upadanakkhandha yang berarti kelompok perpaduan yang berpotensi menimbulkan kemelekatan. Khandha terdiri dari 5 lima kelompok yaitu :
a.   Vedanakkhandha = kelompok perpaduan perasaan, yaitu perasaan yang menyenangkan, perasaan tidak menyenangkan dan perasaan netral (bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan).
b.   Sannakkhandha = kelompok perpaduan pencerapan. Fungsinya menandai objek, mencerap objek yang dialami, mengkondisikan pengenalan terhadap objek.
Apabila makhluk Anagami melaksanakan latihan Vipassana dengan sebuah pandangan untuk merealisasi “Anagami Phala-sampatti”, maka ia akan merealisasi tingkatan tersebut. Apabila ia melaksanakan latihan bagi tingkatan yang lebih luhur, maka Vipasanna-nana akan dikembangkan di dalam urutan yang sama seperti sebelumnya dan di dalam kematangan yang penuh ia akan merealisasi Nibbana dengan pandangan terang “Arahatta Magga dan Phala” (jalan kesucian Arahat dan buahnya) dan menjadi makhluk suci Arahat. Makhluk Arahat telah terbebas dari lima belenggu (samyojana) yang masih tersisa, yaitu :
1.   Rupa-raga (hasrat untuk keberadaan bermateri halus)
2.   Arupa-raga (hasrat untuk keberadaan tanpa materi)
3.   Mana (kesombongan)
4.   Uddhacca (kegelisahan batin)
5.   Avijja (kegelapan atau kebodohan batin) secara bersama dengan semua “kilesa” (kekotoran batin)
Pada akhir masa kehidupannya saat ini ia akan Parinibbana, dan tidak akan tumimbal lahir lagi, ia secara mutlak terbebas dari duka ketuaan, kesakitan, kematian, dan seterusnya.
Dengan tetap berpandangan terhadap kebebasan ini bahwa pertanyaan pada permulaan artikel ini :
“Apakah tujuan utama melaksanakan latihan meditasi” telah diberikan jawabannya sebagai berikut :
“Latihan meditasi dilaksanakan untuk tujuan utama merealisasi Nibbana dan terbebas dari duka cita kehidupan di dalam bentuk ketuaan, kesakitan, kematian, dan seterusnya”.
Oleh karena itu mereka semua yang dengan tekun berharap untuk merealisasi Nibbana dan merealisasi kebebasan mutlak atau kemunculannya. Objek-objek perenungan nampak padam. Bentuk dan ukuran tangan, kaki, kepala, jasmani dan seterusnya tidak dicerap lagi. Hanya kepadaman jasmani dan batin yang dicerap pada setiap saat perenungan. Bahkan, perenungan batin dicerap padam bersama objek perenungannya setiap saat. Pengertian bijaksana atas proses kepadaman ini di dalam pasangan batin dan objeknya adalah “Bhanga-nana” (pengetahuan bijaksana akan proses padamnya fenomena).
Dengan terus-menerus mencerap proses yang selalu padam di dalam tiap pasang batin dan objeknya maka akan tiba kemunculan perealisasian bahwa setiap fenomena dapat menimbulkan ketakutan. Ini adalah “Bhaya-nana” (Pengetahuan bijaksana atas kondisi-kondisi yang menakutkan).
Kemudian akan disusul dengan munculnya pengertian bijaksana merealisasi ketidaksempurnaan fenomena batin dan materi. Ini adalah “Adinava-nana” (Pengetahuan bijaksana atas kondisi-kondisi yang tidak memuaskan).
Kemudian akan disusul dengan pengertian bijaksana merealisasi sifat alamiah fenomena yang tidak menarik dan membosankan. Ini adalah “Nibbida-nana” (Pengetahuan bijaksana atas kondisi-kondisi yang membosankan).
Apabila direalisasi bahwa sungguh baik apabila tidak terdapat fenomena fisik maupun batin yang secara konstan datang/muncul dan padam di dalam cara demikian, muncullah pengertian bijaksana, mencari kebebasan dari ketidakpuasan terhadap fenomena-fenomena ini. Ini adalah “Muccitu-kamyata-nana” (Pengetahuan bijaksana dari niat untuk terbebas).
Dengan lebih lanjut merenungkan disertai keinginan kuat untuk terbebas, muncullah sebuah persepsi kuat atas sifat alamiah
Sotapanna terbebas dari tiga belenggu (samyojana) sebagai berikut :
1.   Pandangan keliru bahwa fenomena kelompok perpaduan fisik dan batin adalah ego, atau diri. (Sakkaya-ditthi – kepercayaan bahwa fenomena fisik dan batin adalah diri).
2.   Keraguan atas Buddha, Dhamma dan Sangha serta disiplin (Vicikiccha).
3.   Kepercayaan bahwa metode di luar pengembangan jalan mulia berunsur delapan (Ariya Magga) dan di luar pengembangan pandangan terang di dalam empat kebenaran mulia (Ariya Sacca) dapat membawa kebahagiaan sejati (Silabbata-paramasa – kepercayaan hanya terhadap ritual dan upacara membawa ke kesucian).
Lebih lanjut, bahwa observasinya terhadap pelaksanaan lima kaidah kemoralan menjadi murni dan mutlak. Bagi alasan inilah, Sotapanna tidak mungkin tumimbal lahir ke alam yang tidak menyenangkan, yang rendah (Apaya loka). Ia akan menjalani kehidupan bahagia di dunia manusia dan para dewa selama tujuh kali tumimbal lahir maksimum, dan selama periode ini ia akan merealisasi tingkat kesucian Arahat.
Apabila Sotapanna melaksanakan latihan Vipassana dengan sebuah niat untuk merealisasi “Phala-samapatti” (perealisasian buah), ia kemudian akan mencapai keadaan itu dan menetap dengan objek Nibbana untuk jangka waktu 5 atau 6 menit, atau setengah jam, atau satu jam. Apabila ia cukup baik terlatih di dalam latihan perealisasian “Phala-samapatti” maka ia akan merealisasinya dengan sangat cepat dan menetap di dalam objeknya itu selama sehari penuh atau bahkan semalaman atau lebih lama lagi.
Apabila ia melaksanakan perenungan terhadap “Upadanakkhanda” di dalam cara yang sama seperti yang telah disebutkan di atas dengan sebuah pandangan untuk merealisasi tingkat “Magga dan Phala” yang lebih tinggi, maka vipassana-nana akan dikembangkan dari tahapan Udayabbaya-nana dalam urutan yang sama seperti sebelumnya dan dalam kematangan penuh ia akan merealisasi Nibbana dengan pandangan terang dari “Sakadagami-Magga dan Phala” (Jalan makhluk suci yang paling banyak akan kembali lagi satu kali ke alam nafsu dan buahnya) dan menjadi makhluk Sakadagami (yang kembali satu kali lagi). Ia kemudian terbebas dari nafsu indera (kama-raga) yang kasar dan keinginan buruk (patigha) yang kasar. Ia akan menuju kehidupan bahagia di dalam alam manusia dan dewa maksimum selama dua kali tumimbal lahir dan akan merealisasi tingkat kesucian Arahat selama periode tersebut.
Apabila makhluk Sakadagami melaksanakan latihan Vipassana dengan sebuah pandangan untuk merealisasi Sakadagami Phala-Samapatti maka ia akan merealisasi tingkat tersebut.
Apabila ia melaksanakan latihan dengan sebuah pandangan merealisasi tingkat “Magga dan Phala” yang lebih luhur, Vipassana-nana akan dikembangkan di dalam urutan yang sama seperti sebelumnya dan di dalam kematangan penuh ia akan merealisasi Nibbana dengan pandangan terang dari “Anagami Magga dan Phala” (Jalan makhluk yang tidak akan kembali lagi ke alam yang diliputi nafsu dan buahnya) dan menjadi makhluk Anagami (Makhluk yang tidak pernah kembali lagi, ke alam nafsu indera). Ia kemudian secara total terbebas dari dua belenggu/samyojana lebih banyak, yaitu “kama-raga” (nafsu indera) dan “Patigha” (keinginan buruk). Ia tidak akan tumimbal lahir lagi di “Kama-loka” (alam yang diliputi nafsu indera) namun akan tumimbal lahir di “Rupa-loka” (alam dengan materi halus) atau “Arupa-loka”/alam tanpa materi (bila ia saat itu makhluk Arupa Brahma) dan ia nantinya akan menjadi Arahat.
c.   Sankharakkhandha = kelompok perpaduan faktor-faktor/penyerta batin yang baik, yang tidak baik dan yang netral (bukan baik juga bukan tidak baik).
d.   Vinnanakkkandha = kelompok perpaduan kesadaran, fungsinya menyadari objek yang dialami.
e.   Rupakkhandha = kelompok perpaduan materi/fisik/jasmani, yang secara umum terdiri dari unsur materi padatan, unsur materi cairan, unsur materi panas, unsur materi gerak.
Lokiya dhamma
Dhamma yang bersifat duniawi. Dalam hal ini meliputi batin para makhluk rendah, makhluk manusia, makhluk dewa maupun brahma/makhluk awam (puthujjhana puggala) yang belum hancur belenggu/kekotoran batinnya.
Lokuttara Dhamma
Dhamma yang mengatasi duniawi. Dalam hal ini meliputi batin para makhluk suci (Ariya puggala) pada saat hancurnya tiga atau lebih belenggu/ kekotoran batinnya (magga, phala) dan Nibbana.
Nivarana
Rintangan batin, terdiri dari 5, yaitu :
a.   Kamachanda = hasrat di dalam nafsu indera.
b.   Byapada = niat jahat.
c.   Thina-middha = sikap malas dan lamban
d.   Uddhacca-kukkucca = sikap batin gelisah/tak dapat memegang objek dengan baik dan khawatir atas perbuatan baik yang belum dilakukan atau perbuatan jahat yang telah dilakukan.
e.   Vicikiccha = sikap batin ragu secara skeptis.
Paticca-samuppada
Sebab-musabab yang saling tergantung, formulasi umumnya terdiri dari empat pernyataan, yaitu :
a.   Adanya ini mengkondisikan adanya itu.
b.   Timbulnya ini mengkondisikan timbulnya itu.
c.   Tidak adanya ini mengkondisikan tidak adanya itu.
d.   Padamnya ini mengkondisikan padamnya itu.
Piti
a.   Sebagai faktor/penyerta batin berarti kegiuran batin terhadap objek yang dialami; dan bersifat netral (bukan baik juga bukan tidak baik).
b.   Sebagai faktor jhana merupakan faktor batin yang fungsinya menekan byapada-nivarana (niat jahat).
Samyojana
Adalah belenggu batin, ada 10 jenis, yaitu :
a.   Sakkaya-ditthi = kepercayaan atau pandangan keliru terhadap lima kelompok perpaduan (khandha 5) sebagai inti/aku/diri.
b.   Vicikiccha = keraguan skeptis.
c.   Silabbata-paramasa = kepercayaan bahwa hanya dengan ritual keagamaan dapat merealisasi kesucian.
d.   Kamaraga = nafsu indera
e.   Patigha = niat jahat/dendam.
f.    Ruparaga = hasrat untuk memiliki fisik/nafsu untuk tumimbal lahir di alam bermateri halus.
g.   Aruparaga = nafsu untuk tidak memiliki fisik/nafsu untuk tumimbal lahir di alam tanpa materi.
h.   Mana = kesombongan
i.    Uddhacca = kegelisahan batin.
j.    Avijja = kegelapan batin, tak dapat membedakan kebaikan dari keburukan, tak mengetahui kebenaran suci, tak mengetahui hakekat sesungguhnya segala sesuatu.
Sankhara
a.   Di dalam sifat alamiah yang berlaku universal (Tilakkhana), mengandung pengertian = perpaduan.
b.   Di dalam lima kelompok perpaduan/yang berpadu (Khandha 5), mengandung pengertian = faktor/penyerta batin (cetasika) yang baik, netral dan buruk, di luar pencerapan (sanna) dan perasaan (vedana).
c.   Di dalam fenomena sebab-musabab yang saling tergantung (Paticca-samupada), baik sebagai sebab (paccaya) maupun sebagai akibat (pacayuppana) mengandung pengertian = kehendak (cetana) lampau dan melandasi perbuatan-perbuatan lampau, yang baik dan yang tidak baik.
Sukha
a.   Di dalam khandha 5, dikategorikan sebagi faktor batin perasaan (sukkha vedana) yang berfungsi merasakan objek yang menyenangkan yang dialmi.
b.   Di dalam faktor jhana, merupakan faktor batin perasaan yang berfungsi menekan uddhacca-kukkucca-nivarana (kegelisahan – kekhawatiran)
Tilakkhana
Tiga sifat alamiah yang berlaku universal, yaitu :
a.   Sabbe sankhara anicca = semua fenomena perpaduan bersifat tidak kekal.
b.   Sabbe sankhara dukkha = semua fenomena perpaduan bersifat tidak memuaskan.
c.   Sabbe dhamma anatta = semua dhamma dalam hakekat sesungguhnya adalah tanpa kepemilikan, tanpa inti, tanpa diri.
Upekkha
a.   Di dalam hal perasaan (upekkha vedana), mengandung pengertian perasaan netral, bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan.
b.   Di dalam hal sikap batin luhur tanpa batas (brahma-vihara), mengandung pengertian sikap batin seimbang terhadap semua fenomena yang dicengkeram Tilakkhana.
Vicara
a.   Sebagai faktor/penyerta batin artinya perenungan penopang, fungsinya membuat batin menambat terhadap objek yang dialami.
b.   Sebagai faktor jhana (jhananga) merupakan faktor penyerta batin yang fungsinya menekan Vicikiccha-nivarana (keraguan skeptis).
Vitakka
a.   Sebagai faktor/penyerta batin artinya perenungan permulaaan, fungsinya membuat batin mengarah kepada objek yang dialami.
b.   Sebagai faktor jhana (jhananga) merupakan faktor/penyerta batin yang fungsinya menekan Thina-middha-nivarana (sikap batin malas dan lamban).